Raih Mimpi Lewat Aksi

Generasi Emas
13 Mei 2022
OLEH: Resha Aditya Pratama
Raih Mimpi Lewat Aksi

 

Rani Amrista Wijayanti menjadi kepala Sekolah Dasar di usia yang masih cukup belia yaitu 25 tahun. Awardee LPDP ini kemudian diamanahkan sebagai kepala Sekolah Menengah Pertama di tahun 2018 setelah lulus dari S2-nya. Rani bercita-cita mengabdikan dirinya melalui karir di bidang pendidikan.

 

Keinginan menjadi pendidik

Mendapatkan amanah yang besar di usia yang cukup muda menjadi tantangan tersendiri bagi Rani Amrista Wijayanti atau kerap disapa Miss Rani. Guru bahasa Inggris sekaligus kepala sekolah ini pun selalu memegang prinsip if there’s good opportunity, take it! Rani pun merasa bersyukur telah mengambil berbagai tantangan. Dimulai dari mengikuti beasiswa LPDP hingga menjadi kepala SMP Global Madani Bandar Lampung, kini perkembangan karir Rani di dunia pendidikan makin cemerlang.

Rani berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya berprofesi sebagai guru sedangkan ibu Rani berprofesi sebagai ibu rumah tangga.  Cita-citanya menjadi guru berawal saat Rani bergabung dalam sebuah organisasi yang mengharuskannya melakukan kegiatan mengajar ke para anggota junior. “Di momen itu, saya melakukan sharing ke adik kelas, mengajarkan sesuatu (untuk) bisa membuat mereka mengerti apa yang saya sampaikan. Itu (saya) feeling so contented, merasa sangat bahagia juga melihat mereka bisa memahami apa yang kita sampaikan dan saat itu saya merasakan I want to be a teacher,” beber Rani.

Ada pepatah menyebut belajar bukanlah perkara yang sulit seandainya kita menikmatinya. Nasihat ini pun menginspirasi Rani dalam menjalankan perannya sebagai seorang guru bahasa Inggris dengan melakukan kegiatan mengajar yang menarik agar anak-anak tidak takut dengan pelajaran bahasa Inggris.

 

Kegiatan mengajar antara Rani dan Murid SMP Global Madani (Foto_ Dok. Pribadi)

Menjadi kepala di usia belia

Di tahun 2011 saat berusia 25 tahun, Rani telah diberi amanah menjadi kepala SD Global Madani.  Ini menjadi sebuah tantangan tersendiri baginya. Tidak hanya itu, SD Global Madani saat itu baru saja dibuka di tahun yang sama saat Rani dilantik. Ini tentu saja menambah beban bagi Rani yang masih tergolong belia. “Saat di SD itu kita membentuk sekolah yang benar-benar baru; sistem, culture, bekerja sama dengan para pengelola. Untuk mendapatkan trust dari masyarakat (pada) sekolah baru kami, kami door to door mensosialisasikan sekolah ke TK-TK,” ungkap Rani. Selain itu, hal lain yang tak mudah berikutnya adalah membentuk tim kerja dengan guru-guru yang baru di lingkungan yang juga baru terbentuk.

Saat pandemi COVID-19 melanda di awal tahun 2020, sebagai kepala sekolah Rani kembali dihadapkan pada situasi yang luar biasa. Bahu-membahu bersama timnya, ibu dari seorang putri ini melakukan berbagai inovasi mulai dari perubahan paradigma pembelajaran, pemanfaatan teknologi, peningkatan profesionalisme guru dengan metode belajar online, hingga meminta saran dari para orang tua murid agar kegiatan belajar dari rumah atau school from home dapat berjalan secara efektif.

 

Tingkatkan kompetensi lewat LPDP

Mohammad Hatta pernah berujar “jika kamu mendidik satu laki-laki maka kamu mendidik satu orang. Namun, jika kamu mendidik satu perempuan, maka kamu mendidik satu generasi”. Petuah tersebut menjadi penyemangat Rani untuk melanjutkan studi S2-nya. “Apalagi saya seorang guru. Kalau saya punya banyak wawasan, pasti anak-anak akan lebih maju ke depan,” tutur Rani. Ia pun tertarik melanjutkan studinya melalui beasiswa LPDP. Menurut perempuan berhijab ini, yang membedakan beasiswa LPDP dengan beasiswa lainnya adalah para calon penerima beasiswa LPDP dituntut untuk berkompetisi dengan diri mereka sendiri, bukan berkompetisi dengan orang lain. Sehingga, para pelamar beasiswa LPDP didorong untuk memantaskan diri terlebih dahulu agar lolos.

Ketika akhirnya diterima beasiswa LPDP dan melanjutkan pendidikan di Belfast, Irlandia Utara, Rani sempat mengalami culture shock. “Pendidikan di sana sangat berbeda sekali. Kelasnya lebih sedikit, tapi harus belajar mandiri. Jadi kami dituntut untuk belajar secara kreatif dan inovatif,” terang Rani. Setelah lulus dari pendidikan masternya, ilmu pembelajaran kreatif dan inovatif ini kemudian dibawa Rani untuk diterapkan di sekolah tempat ia mengabdi.

 

Rani saat mengambil S2 nya di University of Belfast (Foto: Dok. Pribadi)

Berani bermimpi dan beraksi

Selain mengajar, Rani juga aktif di berbagai komunitas di bidang pendidikan. Salah satunya adalah komunitas Ruang Jingga. Komunitas Ruang Jingga adalah sebuah komunitas yang melakukan edukasi cinta lingkungan melalui gerakan mengurangi sampah plastik. Salah satu kegiatannya adalah membagikan tumbler kepada para siswa khususnya di kota Lampung untuk mengganti botol minum yang tidak layak sekaligus mengkampanyekan diet plastik melalui gerakan seribu tumbler for Lampung. Bentuk kampanye ini dikemas secara menarik melalui kegiatan bercerita dengan media tangan boneka, storytelling, kelas inspirasi dan juga melalui kegiatan bekerja sama dengan komunitas-komunitas lain. Rani menyebut selain berperan mendukung gerakan cinta lingkungan, komunitas ini juga melakukan kegiatan donasi. Saat ini Komunitas Jingga telah berhasil mendonasikan lebih dari 5.000 tumbler.

Rani berpesan kepada generasi muda yang sedang meraih cita-citanya untuk terus berani bermimpi dan beraksi. “Beranikanlah diri untuk bermimpi tinggi maka impian-impian itu akan memandumu berperilaku. Cari inspirasi sebanyak-banyaknya dari manapun dan dimanapun kamu berada”, pesan Rani.

Selain berani bermimpi, Rani juga menitipkan pesan agar kaum muda tak segan untuk melakukan aksi. Mulai dari melakukan hal-hal positif yang sederhana seperti membaca, aktif berorganisasi, dan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kompetensi diri. “Do something today that your future self will thank you for pesan Sean Patrick Flanery. Lakukanlah sesuatu hal positif yang kelak hal itu akan membuatmu merasa bersyukur telah melakukannya,” pungkasnya.