Strategi Investasi Saham di Tengah Agresifnya Kenaikan Suku Bunga The Fed

Finansial
1 Juli 2022
OLEH: Irfan Bayu
Strategi Investasi Saham di Tengah Agresifnya Kenaikan Suku Bunga The Fed

 

Akhir-akhir ini dunia investasi bak roller coaster, termasuk investasi saham.  Saat ini IHSG mulai menunjukkan kenaikan yaitu mencapai titik Rp7.042. Namun, di pertengahan Mei kemarin, IHSG sempat berada di titik Rp6.597.

Banyak negara mengalami krisis energi dan pangan, inflasi melonjak, bahkan beberapa negara dinyatakan bangkrut sehingga mempengaruhi kondisi ekonomi global. Sebagai upaya pengendalian krisis, sejumlah negara menaikkan suku bunga acuan masing-masing. 

Termasuk Bank sentral Amerika Serikat, The Fed, yang secara agresif menaikkan suku bunga bahkan hingga 75 basis poin pada Juni 2022, menjadi di kisaran 1,5 – 1,75 persen. Ini adalah kenaikan tertinggi sejak tahun 1994. Dengan demikian, sampai dengan perkembangan terakhir, The Fed telah menaikkan suku bunga acuan hingga 150 basis poin sepanjang semester pertama 2022. Bank Indonesia memperkirakan The Fed masih akan terus menaikkan suku bunga acuan hingga 4 persen di tahun 2023 nanti.

Tren Kenaikan Suku Bunga Acuan Global

Langkah The Fed tersebut cenderung diikuti oleh beberapa bank sentral dunia. Salah satunya European Central Bank. Mereka telah mengumumkan akan menaikkan suku bunga acuan di bulan Juli sejumlah 25 poin dan kemungkinan besar akan kembali naik pada September 2022. Upaya tersebut dilakukan demi mengendalikan inflasi yang mencapai 8,1 persen di benua Eropa pada Mei lalu.

Sementara Bank Indonesia (BI) menyatakan masih akan bertahan dengan suku bunga acuan 7 Days Repo Rate pada level 3,5 persen. BI memandang nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi nasional masih cukup stabil. Namun, bisa saja kenaikan suku bunga tetap terjadi demi mengatasi kenaikan nilai tukar dan aliran dana asing yang tinggi. Akibatnya, pasar keuangan global menjadi volatil, meskipun di dalam negeri sentimen masih positif.

Dunia Investasi di Tengah Gejolak Ekonomi Global

The Fed, sebagai pemangku kebijakan moneter Amerika Serikat, masih akan terus melakukan penyesuaian terkait tingginya inflasi di negara tersebut. Hal ini akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan pasar keuangan dunia, karena Amerika Serikat memiliki hubungan dengan hampir seluruh negara yang ada di dunia. Namun, tak bisa dipungkiri adanya faktor-faktor lain yang juga dapat berdampak terhadap perekonomian.

Di pasar saham Indonesia misalnya, inflasi dalam negeri yang relatif lebih terkendali dan suku bunga riil yang relatif lebih tinggi menjadikan kebijakan moneter Indonesia tak perlu seagresif The Fed. 

Strategi Investasi di Tengah Pasar yang Volatil

Jadi bagaimana menyikapi pasar volatil yang penuh dengan ketidakpastian ini? Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan.

1. Tetap tenang di jalur

Inilah pentingnya memulai investasi dengan menentukan tujuan terlebih dahulu, yaitu agar kamu bisa dengan tetap tenang menyikapi kondisi pasar. Saat pasar sedang naik, kamu tidak terjebak euforia, karena tujuan investasimu bukan sekadar meraih untung. Begitupun ketika pasar sedang menurun, kamu tidak cepat panik, karena kamu tahu seberapa lebar horizon waktumu.

Volatilitas adalah keseharian dalam pasar saham. Akan ada momen di mana naik dan turunnya harga saham lebih dalam dari biasanya. Dengan memiliki tujuan keuangan, akan membuat kita tetap tenang pada jalur.

2. Atur ulang

Atur ulang portofolio investasimu sesuai dengan kondisi dan profil risiko yang kamu miliki.

Misalnya untuk investor konservatif, investasikan dana di 70 persen instrumen pasar uang, 10 persen di instrumen pasar modal (bisa reksadana saham) dan 20 persen untuk investasi obligasi atau lainnya. Bagi investor moderat, bisa dicoba proporsi 50 persen investasi pasar uang, 20 persen pasar modal, dan 30 persen jenis instrumen lain. Sedangkan untuk yang bertipe agresif, bisa membagi dana investasi ke 30 persen instrumen pasar uang, 40 persen instrumen pasar modal, dan 30 persen instrumen yang lain.

Lakukan analisis dengan saksama dan tentukan proporsimu sendiri. Angka di atas tidak mengikat, karena tergantung situasi, kondisi, dan kemampuan masing-masing.

3. Jangan lupa: proteksi

Baik saat pasar volatil maupun tidak, bantalan keuanganmu harus aman. Pastikan bahwa ada jaring penyelamat keuangan yang memadai.

Pertama, dana darurat. Idealnya, sebelum berinvestasi kamu sudah memiliki dana darurat setidaknya sebesar tiga kali jumlah pengeluaran rutinmu setiap bulan. Ini penting ketika kondisi darurat terjadi. Semakin banyak nyawa yang ditanggung, maka dana darurat pun harus menyesuaikan.

Kedua, asuransi. Tak perlu semua jenis asuransi dimiliki. Prioritaskan untuk asuransi kesehatan dahulu. Ada BPJS Kesehatan yang bisa kamu manfaatkan. Asuransi kedua yang bisa jadi prioritas adalah asuransi jiwa, terutama jika kamu menjadi tulang punggung keluarga.

4. Beli saham diskon

Saat pasar sedang naik turun, akan ada peluang untuk bisa membeli saham-saham berkualitas yang sedang “didiskon”. 

Saham-saham blue chip memang lebih mahal, tetapi mempunyai fundamental emiten yang sangat baik. Saat pasar volatil, harga-harga saham anjlok, harga saham blue chip biasanya ikut terkoreksi. Meski tetap relatif lebih tinggi, tetapi penurunannya kadang lumayan jika dimanfaatkan untuk menambah portofolio.

Pastikan kamu masih memiliki dana dingin saat hendak menambah portofolio ini. Jangan pakai uang yang sudah ada peruntukannya, seperti uang untuk membayar kontrakan, membeli susu anak, dan sebagainya. Jika memang tidak ada dana dingin, lebih baik tak perlu memaksakan diri untuk ikut beli. Jalankan saja rencana semula.

5. It’s ok to hide

Memang jika situasi sedang “genting” seperti ini, kita ingin mengetahui perkembangan yang terjadi di luar dan terus menerus memantau berita. Namun, hal tersebut juga bisa kurang baik bagi kesehatan, terutama kesehatan mental. So, it’s ok to hide sometime. Matikan notifikasi, jauhi situs-situs berita, dan jalankan rencana keuangan seperti biasanya.

Toh, kita tak bisa mengontrol semuanya, kan? Prioritaskan saja pada apa yang bisa kita kendalikan.