Asean Chairmanship 2023, Epicentrum of Growth

3 April 2023
OLEH: Resha Aditya Pratama
Asean Chairmanship 2023, Epicentrum of Growth
 

Tahun 2023 diprediksi menjadi tahun yang penuh tantangan dan risiko bagi perekonomian global. Di tengah situasi tersebut, Indonesia kembali dipercaya menjadi tuan rumah event berskala internasional yaitu ASEAN Chairmanship 2023 dengan mengusung tema epicentrum of growth. Momentum sebagai tuan rumah ini akan dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Indonesia untuk menginisiasi dan mengambil berbagai langkah strategis yang menguntungkan tanah air. Apa saja yang menjadi topik pembahasan pada event ini? Simak petikan wawancara Media Keuangan Plus dengan Executive Director Center for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri, berikut ini.

 

Bagaimana potensi ASEAN terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan maupun ekonomi global?

Kawasan Asia Tenggara sebenarnya memiliki potensi yang besar dan cukup tangguh. Contohnya seperti ketika masa pandemi kemarin antara tahun 2020 sampai 2022. Kita bisa lihat negara-negara ini, walaupun memang mengalami permasalahan, baik itu dalam menghadapi isu kesehatannya ataupun juga menghadapi permasalahan ekonominya yang terkait dengan pandemi, tetapi mereka bisa mengatasi hal ini dengan cukup baik. Dari sisi kesehatan. kita bisa lihat beberapa negara-negara yang cukup baik menanganinya dengan casualties yang sangat minim. Termasuk juga Indonesia, bisa kita bilang relatif jauh lebih baik dibanding dengan banyak negara lainnya.

Lalu dari sisi ekonomi juga, kita bisa lihat bahwa negara-negara ini cukup adaptif serta cukup tangguh (resilient) ya dan bisa pulih dengan lebih cepat dibanding dengan berbagai kawasan yang lainnya. Jadi memang sangat tepat sekali kalau mengatakan bahwa South East Asia atau Asia Tenggara ini menjadi episentrum dari pertumbuhan, seperti tema yang dibawa oleh keketuaan Indonesia di ASEAN ini. Jadinya kita bisa lihat bahwa memang kawasan Asia Tenggara bisa menjadi pusat pertumbuhan atau motor pertumbuhan ekonomi kawasan dan ekonomi dunia pada tahun-tahun berikut.

 

Bagaimana negara-negara Asia Tenggara menghadapi berbagai risiko ekonomi global seperti inflasi di tahun 2023 ini?

Kelihatannya memang di negara-negara ASEAN itu cukup berhasil menghadapi inflasi. Bahkan ketika misalnya ada subsidi dalam rantai pasok akibat perang yang terjadi di Ukraina, kita bisa lihat Asia Tenggara, walaupun terpengaruh tetapi tetap bisa menghadapinya dengan cukup baik. Supply pasokannya juga cukup terjaga di sana. Lalu juga berbagai permasalahan-permasalahan harga bisa diatasi dengan cukup baik. Kita bisa lihat bagaimana ketersediaan pangan maupun ketersediaan energi bisa tercukupi dan bisa ditangani dengan baik dan oleh berbagai negara Asia Tenggara, termasuk juga di Indonesia.

Tetapi memang kita bisa lihat kedepannya tantangan akan semakin berat. Tantangan ini bukan hanya datang dari disrupsi rantai pasok yang bisa terjadi lagi, tetapi juga dari produksi di kawasan ini sendiri. Contohnya adalah dari masalah pangan. Selama 3-4 tahun belakangan, kawasan ini memang mendapatkan semacam anugerah. Karena yang namanya panen di kawasan ini, panen pertanian di kawasan ini berhasil dengan baik akibat adanya juga iklim yang memang mendukung ke arah sana. Tetapi kita tahu bahwa ke depan ini yang namanya perubahan iklim akan berpengaruh besar sekali, termasuk juga pengaruhnya terhadap produksi pangan. Dan kalau produksi pangan ini terpengaruh akibat dari perubahan iklim yang terjadi, itu dampaknya terhadap inflasi tentunya akan sangat lebih besar lagi dibandingkan dengan disrupsi dari rantai pasok yang terjadi tahun kemarin.

Ketahanan energi juga tentunya kita harus perhatikan juga. Energi merupakan salah satu sumber dari inflasi yang cukup besar sekali. Masalahnya sekarang ini, kita tidak lagi hanya bisa fokus pada ketahanan energi, tetapi juga kita punya PR untuk melakukan transisi energi. Jadi ada dua nih PR-nya: ketahanan energi dan transisi energi. Keduanya kadang-kadang bisa dilakukan secara berbarengan, tetapi sering juga kita berada di situasi di mana keduanya kadang-kadang tidak terlalu bisa bareng-bareng. Ketika kita memilih transisi energi, ada masalah ketahanan energi yang harus kita korbankan.

Tantangan yang lainnya juga adalah tantangan dari bagaimana perubahan yang dibawa oleh climate atau perubahan iklim ini, itu kan membawa juga keinginan untuk mempunyai perekonomian yang sifatnya low carbon, yang rendah karbon. Dan itu tidak bisa dijalankan secara gampang. Membutuhkan dana yang besar, kemudian juga membutuhkan tenaga ahli yang banyak, membutuhkan juga dukungan-dukungan yang lainnya, serta juga perubahan-perubahan di dalam perekonomian itu sendiri.

Tetapi juga ada opportunity di dalam transisi menuju ekonomi rendah karbon ini. Contohnya adalah bagaimana dengan peralihan ke ekonomi rendah karbon dibutuhkan juga kendaraan bermotor yang sifatnya rendah karbon juga ya, seperti electric vehicle ataupun juga pembangunan sumber daya energi atau sumber daya listrik yang lebih bersih, lebih rendah karbon. Itu semua memang memberikan opportunity, memberikan kesempatan, terutama bagi negara-negara di kawasan ini. Tetapi kelihatannya sekarang, masing-masing di negara di ASEAN mempunyai ambisi sendiri-sendiri. Padahal mereka bisa menjadi lebih baik kalau memang kesempatan itu diambil bersama-sama. Berkolaborasi.

Kelihatan sekali misalnya untuk EV (electric vehicle). Paling tidak ada 4 negara di ASEAN ini yang ingin menjadi hub baru, yaitu Indonesia, Malaysia, kemudian juga Thailand dan Vietnam. Masing-masing bersaing. Padahal, yang namanya supply chain di kawasan ini bisa dibangun secara berbarengan supaya kemudian negara-negara ASEAN ini bisa saling mengisi satu sama lainnya. Itu yang saya pikir salah satu tantangan yang sifatnya mungkin lebih jangka panjang yang harus juga dibicarakan ataupun juga coba dicarikan semacam jalan keluarnya di Chairmanship Indonesia di ASEAN ini.

 

Bagaimana pentingnya kepemimpinan Indonesia di ASEAN Chairmanship 2023 ini?

Memang banyak sekali harapan yang ditaruh oleh berbagai pihak, termasuk negara-negara ASEAN yang lainnya kepada Indonesia untuk menawarkan sesuatu yang breakthrough. Biasanya keketuaan Indonesia itu selalu menawarkan sesuatu yang breakthrough. Misalnya di tahun 2003 ketika Indonesia menjadi Chairman dari ASEAN pada saat itu, Indonesia menawarkan konsep yang kita kenal sekarang ini sebagai ASEAN community, di mana ada ASEAN Economic Community, Social-Political community, serta juga culture community. Itu semua bermulanya merupakan inisiatif dari Indonesia dan dibahas ketika keketuaan Indonesia tahun 2003. Tahun 2011 juga ketika Indonesia memimpin, Indonesia keluar dengan ide untuk mempunyai Regional Partnership yang lebih kuat, bukan cuma di kawasan ASEAN, tetapi juga di kawasan yang lebih besar lagi sehingga kemudian kita mengenal apa yang disebut dengan RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) yang diselesaikan akhirnya pada tahun 2020 kemarin.

Itu semua datang ketika Chairmanship Indonesia. Oleh karena itu tentunya banyak sekali yang mengharapkan bahwa akan ada breakthrough, akan ada berbagai hal yang dibawa oleh Indonesia, termasuk salah satunya adalah dengan penyelesaian isu yang terjadi di Myanmar. Karena Myanmar ini sendiri, walaupun kelihatannya itu adalah isu dalam negeri, isu domestik yang mungkin bukan merupakan domain-nya dari ASEAN, karena biasanya ASEAN itu tidak mencampuri urusan-urusan domestik, tetapi ASEAN punya kepentingan yang besar sekali untuk menjaga ataupun juga untuk ikut menyelesaikan konflik Myanmar tadi.

Karena pertama, ASEAN itu poin utamanya mereka adalah stabilitas di kawasan ini. Stabilitas di kawasan yang sudah dibentuk selama 55 tahun ini akan menjadi berbahaya kalau ada instabilitas di dalam salah satunya, sehingga perlu stabilitas tersebut. Kemudian yang kedua, kita juga tidak mau bahwa di ASEAN atau di Asia Tenggara ini ada satu negara gagal, satu negara yang tidak lagi bisa deliver berbagai fungsinya sebagai negara dan menyebabkan banyak sekali kekacauan di negara tersebut. Secara ekstrem mungkin kita bisa bilang bahwa kita tidak mau punya Somalia misalnya di kawasan Asia Tenggara karena ini sangat riskan sekali. Itu akan bisa menjadi tempat untuk organized crime, international crime, bisa menjadi juga pusat terorisme di sana.

Yang ketiga juga, kita tidak mau tentunya punya Ukraina di Asia Tenggara, yang di mana negara tersebut menjadi proksi ataupun menjadi tempat di mana negara-negara besar major power itu berlomba-lomba. Karena dengan adanya negara gagal itu akan lebih banyak yang masuk ke sana, mungkin dari pihak Amerika, ataupun juga dari Tiongkok, ataupun juga dari pihak yang lain-lainnya, kemudian menjadikan tempat ini sebagai proksi power mereka. Ini yang ASEAN harus cegah itu. Dan Indonesia di dalam kepemimpinannya mempunyai potensi yang cukup tinggi sekali untuk itu, dan harusnya kita juga bisa memberikan berbagai breakthrough tadi.

 

Tetapi juga salah satu hal yang penting juga yang perlu kita ingat bahwa kerjasama di ASEAN ini mungkin akan bisa menjadi lebih bermakna dan juga lebih efektif ketika ASEAN juga mampu membawanya ke tingkatan yang lebih besar lagi, ke tingkatan yang lebih luas, misalnya di tingkat Asia Timur, bukan hanya antara negara-negara di Asia Tenggara saja. (Foto : Shobibur R.)

Terdapat tiga agenda prioritas ASEAN di bidang ekonomi ini yaitu recovery and building, digitaleconomy, dan sustainability. Apakah sudah cukup tepat untuk mengatasi ketidakpastian perekonomian?

Saya pikir memang ini merupakan satu hal yang cukup tepat ya, apalagi ini juga sangat mirroring dengan apa yang Indonesia bahwa di dalam G20 kemarin. Jadi ini bisa di-amplify kembali, menguatkan agenda-agenda Indonesia dan juga berbagai program yang Indonesia usung di sana. Walaupun tentunya berbagai agenda-agenda besar ini harus dituangkan atau diterjemahkan lagi ke dalam berbagai agenda yang lebih kecil.

Memang ada 16 priority deliverables yang Indonesia akan angkat dan akan coba bawa. Dan dari 16 ini kelihatannya mencakup berbagai aspek-aspek yang penting tadi, yang pada gilirannya harus mendukung juga kerja sama yang lebih kuat, kolaborasi yang lebih kuat. Tetapi juga salah satu hal yang penting juga yang perlu kita ingat bahwa kerjasama di ASEAN ini mungkin akan bisa menjadi lebih bermakna dan juga lebih efektif ketika ASEAN juga mampu membawanya ke tingkatan yang lebih besar lagi, ke tingkatan yang lebih luas, misalnya di tingkat Asia Timur, bukan hanya antara negara-negara di Asia Tenggara saja.

Jadi mungkin memang berbagai inisiatif-inisiatif ASEAN ini juga harus ditaruh di kawasan yang lebih luas lagi dan mendapatkan dukungan dari para partnernya sendiri, sambil menjaga sentralitas dari ASEAN itu sendiri sebagai driver dari perubahan-perubahan ataupun inisiatif yang dibawa.

 

Upaya apa lagi yang perlu dilakukan untuk percepatan ASEAN menjadi pusat pertumbuhan?

Salah satunya adalah ASEAN tidak bisa bekerja sendiri juga. Jadi harus mengundang rekan-rekannya yang lain, partner yang lain, untuk chip-in, untuk ikut berkontribusi dan membawa inisiatif ini bersama-sama. Yang kedua, tentunya bahwa ASEAN perlu memperkuat internalnya sendiri juga. Banyak sekali permasalahan-permasalahan yang ASEAN punyai yang terjadi secara internal, mulai dari bagaimana permasalahan pengambilan keputusan misalnya, ataupun masalah institusi di ASEAN, lalu juga masalah yang sifatnya keinginan dari para anggota-anggota ASEAN itu sendiri ya. Misalnya banyak inisiatif ASEAN itu sering sekali berjalan secara lama sekali karena keinginan dari tiap-tiap negara itu rendah atau keinginan untuk berkontribusi rendah.

Misalnya ada yang namanya ASEAN single window, yang di mana ini mengidamkan bahwa masalah fasilitasi perdagangan, prosedur perdagangan itu bisa dilakukan secara bersama-sama. Dan Ini sebenarnya sudah diinisiasi sejak belasan tahun yang lalu, tetapi sayangnya memang penerapannya agak tersendat-sendat. Jadi ini kelihatannya memang harus diperkuat dulu di dalam ASEAN itu sendiri.

Walaupun tadi juga saya sebutkan bahwa banyak inisiatif ASEAN yang berjalan kalau bisa mendapatkan dukungan juga dari partner-partner ASEAN. Jadi memang mungkin inisiatif yang banyak ini harus bisa dibawa juga ke tempat yang lebih besar lagi.

 

Apa harapan Bapak mengenai Asian Chairmanship Indonesia di 2023 ini?

Seperti yang tadi saya katakan bahwa Indonesia itu selalu dihadapkan breakthrough-nya, sesuatu yang besar ketika kepemimpinannya berlangsung. Semoga mudah-mudahan pemerintah Indonesia dan juga bangsa Indonesia sendiri juga bisa mewujudkan atau menjaga tradisi ini, menawarkan sesuatu yang luar biasa kepada ASEAN supaya juga ini tentunya menjaga momentum yang kita sudah punyai di G20 tahun kemarin, di mana Indonesia dianggap merupakan salah satu faktor penting bukan cuma untuk menyukseskan presidensi Indonesia di G20, tetapi bahkan juga tahun kemarin itu dianggap Indonesia mampu untuk menjaga G20 nya itu sendiri. Banyak yang bilang kalau bukan Indonesia, mungkin ini sudah bubar. Ini kan merupakan satu momentum yang sangat baik sekali dan ini mungkin bisa diteruskan juga di dalam keketuaan Indonesia di ASEAN.