Dinamika Pertemuan Kedua FMCBG G20

13 Mei 2022
OLEH: Dara Haspramudilla
Dinamika Pertemuan Kedua FMCBG G20
 

Tahun ini Indonesia mendapat kepercayaan untuk memegang presidensi atau menjadi tuan rumah Forum G20. Kegiatan ini akan berlangsung selama satu tahun. Salah satu pertemuan yang penting dalam rangkaian kegiatan G20 adalah pertemuan Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG).  Setelah pertemuan pertama digelar pada 17 dan 18 Februari 2022, pertemuan kedua dilaksanakan pada 20 April 2022 di IMF Headquarter, Washington DC.

Pertemuan kedua FMCBG G20 dihadiri oleh negara-negara anggota G20 dan juga negara undangan termasuk Ukraina serta perwakilan lembaga internasional dan regional. Selain itu, pertemuan tersebut adalah pertemuan pertama dari rangkaian G20 sejak konflik antara Rusia dan Ukraina dimulai. Tak ayal, pertemuan yang digelar di tengah konflik antara Rusia dan Ukraina ini pun sempat menimbulkan dinamika.

 

Dinamika global dan dampaknya jadi pembahasan

Pertemuan ini digelar di tengah kondisi yang menantang di mana sedang terjadi konflik antara Rusia dan Ukraina. Konflik yang tidak hanya berdampak bagi kedua negara, tetapi juga negara-negara di Eropa pun menjadi topik hangan yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Dalam konferensi pers FMCBG G20 pada Rabu, 20 April 2022 di Washington DC, Menteri Keuangan mengatakan bahwa negara-negara anggota G20 menyampaikan beberapa perspektif mereka terkait konflik tersebut beserta implikasi yang mengikutinya.

“Negara-negara anggota G20 menyampaikan pandangan yang mendalam terhadap krisis kemanusiaan serta dampak ekonomi dan finansial akibat perang. Mereka juga menginginkan agar perang segera dihentikan,” tutur Menkeu.

Negara-negara anggota G20 dalam pertemuan tersebut juga mengutuk perang yang sedang terjadi sebagai tindakan yang provokatif dan tidak bisa dibenarkan. Tidak hanya itu, mereka juga menilai bahwa perang merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional. Selain itu, beberapa anggota G20 juga menyampaikan pandangannya mengenai konsekuensi ekonomi dari sanksi yang dijatuhkan.

“Mereka berpendapat bahwa perang dan hal-hal terkait dengan perang akan terus menghambat proses pemulihan ekonomi global dan berdampak pada ketahanan pangan serta harga energi. Negara yang paling terdampak adalah negara berpenghasilan rendah dan rentan. Hal ini disebabkan mereka sudah menghadapi banyak tantangan dibanding negara lain, memiliki kapasitas finansial yang terbatas dan tingginya utang yang membuat semakin rentan,” jelas Menkeu.

Negara-negara anggota G20 mendukung adaptasi dari agenda pembahasan yang sedang berjalan agar dunia bisa kembali ke pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, inklusif, serta seimbang. Foto Istock

Peran G20 dalam ekonomi global

Meski terdapat dinamika dalam penyelenggaraan pertemuan kedua FMCBG, pertemuan level dunia tersebut tetap dapat berjalan dengan baik. Forum G20 sebagai forum utama dalam kerja sama ekonomi internasional pun disoroti oleh para negara anggota dalam situasi global yang penuh tantangan saat ini. Mereka berpendapat bahwa G20 memiliki peran yang signifikan dalam turut menangani permasalahan dan tantangan ekonomi global yang kompleks dan multi-dimensional.

“Negara-negara anggota G20 juga mendukung adaptasi dari agenda pembahasan yang sedang berjalan. Hal ini untuk memberi ruang bagi forum G20 agar dapat mengatasi dampak ekonomi dari perang sekaligus menjaga komitmen dalam mengatasi tantangan global yang sudah ada sebelum perang. Tujuannya, agar dunia bisa kembali ke pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, inklusif, serta seimbang,” ucap Menkeu.

Dalam konferensi pers yang sama, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo juga menyampaikan betapa pentingnya peran G20 dalam membawa kebijakan ke dalam ranah dunia. Terlebih lagi, saat ini setiap negara tidak lagi hanya berfokus pada dampak kebijakan secara domestik di negaranya, namun lebih luas terhadap proses pemulihan di negara lainnya.

“Dengan demikian,  proses normalisasi kebijakan yang dilakukan secara well-calibrated, well-planned, dan well-communicated oleh bank sentral menjadi semakin terfasilitasi terutama di kondisi saat ini,” tambah Perry.

Fleksibilitas pembahasan dalam pertemuan G20 yang kali ini juga berfokus pada dinamika geopolitik merupakan respon dari perspektif para negara anggota. Menurut mereka, perang sangat mempengaruhi kondisi ekonomi dan agenda prioritas lainnya seperti masalah perubahan iklim.

“Negara-negara anggota G20 juga berpendapat bahwa perang telah membuat pertumbuhan dan pemulihan ekonomi global menjadi lebih kompleks dan mengecilkan upaya-upaya untuk mengatasi pemulihan ekonomi global, tingginya tingkat utang negara-negara berkembang dan juga upaya mitigasi perubahan iklim,” terang Menkeu.

Negara-negara anggota juga menyampaikan kekhawatirannya mengenai tekanan inflasi yang lebih luas dan persisten yang menyebabkan beberapa bank sentral menaikkan suku bunga kebijakan mereka yang mengakibatkan pengetatan likuiditas global yang lebih cepat dari perkiraan.

“G20 menyatakan pentingnya memenuhi komitmen bersama pada bulan Februari mengenai exit strategy yang terencana, terkalibrasi, dan terkomunikasikan dengan baik. Hal ini untuk mendukung pemulihan ekonomi dan memitigasi potensi dampak spillover lanjutan,” lanjut Menkeu.

 

Arsitektur keuangan internasional dan keuangan berkelanjutan

Dalam pertemuan tersebut, negara-negara anggota G20 kembali menegaskan komitmennya untuk mendukung negara-negara berpendapatan rendah dan rentan terutama mereka yang memiliki risiko tinggi akibat tingginya utang yang dimiliki.

“G20 juga menyambut baik pembentukan Resilience and Sustainability Trust (RST) dan mendorong lebih lanjut pemenuhan ambisi global sebesar USD 100 miliar dari kontribusi sukarela untuk negara-negara yang membutuhkan. Mereka juga menantikan operasionalisasi badan tersebut pada pertemuan tahunan di tahun 2022 ini,” ungkap Gubernur BI.

Peran penting dari Multilateral Development Banks (MDB) juga disoroti oleh para negara anggota. Menurut mereka MDB berperan penting dalam mendukung pembiayaan pembangunan di negara-negara yang rentan dan dalam meningkatkan partisipasi sektor swasta. Anggota G20 juga berbagi pandangan tentang langkah ke depan untuk meningkatkan ketahanan dan mendukung pemulihan volatilitas aliran modal serta menegaskan kembali komitmen untuk penguatan dan efektivitas Jaring Pengaman Keuangan Global dengan meletakkan IMF sebagai pusatnya.

Gubernur BI juga menyampaikan adanya kekhawatiran dari negara-negara anggota G20 terhadap progres yang lamban dari implementasi Kerangka Kerja Bersama G20 dan menyerukan langkah-langkah berikutnya agar kerangka tersebut dapat terlaksana lebih tepat waktu, terkoordinasi dan terprediksi. Selain itu, para anggota G20 juga menginginkan kesepakatan terhadap pendirian komite kreditor untuk Zambia secara tepat waktu.

Di samping agenda arsitektur keuangan internasional, pertemuan juga membahas agenda keuangan berkelanjutan. Negara-negara anggota G20 kembali menegaskan bahwa keuangan berkelanjutan sangat penting untuk pemulihan ekonomi global yang hijau, tangguh, dan inklusif serta pencapaian agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan sejalan dengan konvensi kerangka kerja PBB tentang perubahan iklim (UNFCCC) dalam Paris Agreement.

“Para anggota juga berbagi panduan strategis mereka dalam mengembangkan hasil keuangan berkelanjutan. Terdapat dukungan yang luas bahwa high-level framework untuk transisi final harus mencakup berbagai pendekatan dan penyelarasan yang inklusif, praktis, berbasis ilmu pengetahuan dan melihat ke depan untuk memastikan bahwa hal itu dapat memungkinkan pasar keuangan memfasilitasi transisi iklim,” jelas Menkeu.

Pertemuan kedua FMCBG G20 tersebut juga membahas komitmen yang dicapai pada bulan Februari untuk memastikan implementasi dari Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan G20. Hal ini termasuk mengembangkan kerangka kerja sukarela dan tidak mengikat untuk transisi keuangan, meningkatkan kredibilitas komitmen lembaga keuangan, dan mengembangkan alat kebijakan demi meningkatkan instrumen keuangan berkelanjutan dengan fokus pada peningkatan aksesibilitas dan keterjangkauan. Konsensus ini akan sangat mendukung salah satu target utama Presidensi G20 Indonesia dalam melakukan transisi energi yang adil dan terjangkau.

Negara-negara anggota G20 masih akan terus membahas agenda-agenda prioritas lanjutan pada pertemuan berikutnya. Pertemuan ketiga FMCBG akan diadakan pada 15 – 16 Juni 2022 di Bali. Pada Juni mendatang, agenda terkait dukungan untuk usaha kecil dan menengah (UKM) dan sejumlah kebijakan lain akan dibahas. Harapannya, Presidensi G20 ini akan dapat terus mendorong pemulihan ekonomi yang lebih kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif.