Fintech Syariah Bantu Puluhan Ribu UMKM Indonesia

17 April 2023
OLEH: Reni Saptati D.I.
Fintech Syariah Bantu Puluhan Ribu UMKM Indonesia
 

Kehadiran financial technology (fintech) di Indonesia belum genap satu dasawarsa. Di tanah air, perkembangan fintech baru mulai tampak sekitar tahun 2015. Namun, dalam waktu singkat fintech telah menjadi favorit masyarakat Indonesia karena banyaknya keunggulan. Bagi pengguna layanan, fintech memberikan kemudahan dan kecepatan, juga menawarkan efisiensi dan ekonomis. Bagi pemberi layanan, fintech mampu menekan biaya dan menyederhanakan transaksi. Diperkirakan, pasar fintech Indonesia di masa depan akan makin meningkat seiring penggunaan teknologi informasi yang kian masif dan merata di seluruh penjuru tanah air.

Bank Indonesia (BI) menyusun definisi fintech sebagai hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang akhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat, yang awalnya dalam membayar harus bertatap muka dan membawa sejumlah uang kas, kini dapat melakukan transaksi jarak jauh dengan melakukan pembayaran yang dapat dilakukan dalam hitungan detik saja. Bagi Indonesia sebagai suatu negara, fintech telah meningkatkan kecepatan perputaran uang di masyarakat. Dengan kata lain, fintech berperan meningkatkan ekonomi masyarakat.

Keberadaan fintech mendapat atensi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui diterbitkannya Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016. OJK pun menyiapkan sejumlah regulasi untuk mengatur dan mengawasi perkembangan jenis usaha sektor jasa keuangan yang menggunakan kemajuan teknologi tersebut, terutama terkait layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.

Dunia fintech Indonesia makin ramai dengan kehadiran fintech syariah yang memberikan layanan dan produk keuangan menggunakan teknologi dengan basis skema syariah. Pada tahun 2017, Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) dibentuk di Jakarta. Asosiasi ini dibentuk untuk menyatukan potensi kekuatan fintech syariah di Indonesia dalam memberikan pelayanan jasa keuangan alternatif yang bebas riba bagi masyarakat.

Ronald menyebut penerima pembiayaan fintech syariah didominasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Ia menjelaskan masyarakat umum juga dapat berpartisipasi dalam platform fintech syariah dengan menjadi lender. Saat menjadi lender, secara tidak langsung masyarakat umum turut membantu UMKM yang terdaftar di platform untuk mendapatkan pembiayaan. (Foto: iStock)

Laju pertumbuhan sangat tinggi

Ketua Umum AFSI Ronald Yusuf Wijaya menerangkan bahwa asosiasi yang dipimpinnya beranggotakan beberapa jenis fintech, yaitu pembayaran, peer to peer lending (peminjaman), securities crowdfunding (pembiayaan), dan inovasi keuangan digital. Secara singkat, Ronald menjelaskan apa perbedaan antara fintech konvensional dengan fintech syariah.

“Fintech konvensional berbasis bunga, sedangkan fintech syariah berbasis bagi hasil. Tetapi, sebenarnya tidak sesederhana itu karena platform fintech syariah ini menggunakan akad-akad dan compliance syariah. Kita tidak bisa membiayai sektor yang haram. Selain itu, kita tidak hanya berbagi potensi keuntungan, tetapi juga potensi kerugian, asalkan benar-benar akuntabel,” terang Ronald.

Baik fintech syariah maupun fintech konvensional sama-sama memberikan layanan keuangan, tetapi akad pembiayaan fintech syariah harus mengikuti prinsip syariat Islam. Terdapat tiga prinsip syariat yang harus dipatuhi, yaitu tidak boleh maisir (bertaruh), garar (ketidakpastian), dan riba (jumlah bunga melebihi ketetapan). Akad pada pembiayaan syariah juga harus digunakan untuk keperluan tertentu, sedangkan hal tersebut tidak diwajibkan untuk dinyatakan dalam transaksi pembiayaan konvensional.

Ronald menyebut penerima pembiayaan fintech syariah didominasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Ia menjelaskan masyarakat umum juga dapat berpartisipasi dalam platform fintech syariah dengan menjadi lender. Saat menjadi lender, secara tidak langsung masyarakat umum turut membantu UMKM yang terdaftar di platform untuk mendapatkan pembiayaan.

“Jumlah UMKM yang dibantu oleh fintech syariah terus bertumbuh, hingga puluhan ribu,” Ronald menjelaskan.  Nominal pembiayaan yang diberikan pun bervariasi.

Platform fintech syariah pun tidak hanya ditujukan untuk masyarakat muslim saja. Pengguna layanan dapat berasal dari berbagai kalangan, baik muslim maupun nonmuslim, begitu pula dengan lender yang berpartisipasi dalam platform dapat berasal dari kalangan mana saja.

Ia menyebut jumlah dana dari fintech syariah yang sudah disalurkan kepada UMKM sampai dengan awal April 2023 sudah mencapai Rp9 triliun. Namun, angka tersebut relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah dana yang sudah disalurkan melalui gabungan fintech, baik syariah maupun konvensional, yang mencapai Rp540 triliun.

“Jumlah dana fintech syariah masih kecil, tetapi pertumbuhannya sangat tinggi. Jumlah pemainnya pun masih sedikit, hanya tujuh dari total 102 fintech,” lanjut Ronald. Tren pertumbuhan fintech year on year pada tiga tahun terakhir sangat tinggi, bahkan pada tahun 2021 mencapai 440 persen. Hal tersebut menunjukkan peluang industri fintech syariah di Indonesia sangat besar.

Pada tahun 2022 lalu, Indonesia masuk ke dalam kategori leaders ekosistem fintech syariah global. Berdasarkan Global Islamic Fintech Report 2022, Indonesia meraih peringkat ketiga dengan skor indeks sebesar 65. Arab Saudi menduduki posisi kedua dengan skor 80 dan Malaysia menduduki peringkat pertama dengan skor 81. Kenaikan peringkat Indonesia tersebut didukung oleh perkembangan infrastruktur dan ekosistem ekonomi dan keuangan digital syariah. Berbagai lembaga juga menunjukkan komitmen kuat terhadap pertumbuhan ekonomi syariah yang tampak dari kebijakan dan program yang dijalankannya.

Literasi masih rendah

Ronald melihat isu utama yang menjadi kendala dalam perkembangan fintech syariah di Indonesia adalah rendahnya literasi masyarakat. Menurutnya, masyarakat belum tahu apa beda fintech syariah dan fintech konvensional. Rendahnya literasi masyarakat tentang ekonomi dan keuangan syariah menjadi fenomena yang perlu dipecahkan melalui kerja keras berbagai pihak, baik melalui edukasi, sosialisasi, maupun kolaborasi banyak pihak. Survei Bank Indonesia pada tahun 2022 menyebutkan indeks literasi ekonomi dan keuangan syariah nasional baru mencapai 23,3 persen.

“Kami juga bertugas untuk mengedukasi dan meliterasi masyarakat apa saja keuntungan menggunakan fintech syariah, dan model akad bisnisnya seperti apa yang cocok untuk mereka,” ungkap Ronald.

Untuk turut serta mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia, Ronald menyatakan AFSI memiliki dua inisiatif besar dalam bidang fintech syariah. Pertama, bekerja sama dengan banyak kementerian/lembaga. Kedua, Bekerja sama dengan banyak perguruan tinggi.

“Kami membuat program AFSI Academic Partner, kami bekerja sama dengan kampus-kampus dan membuat workshop untuk para dosen. Mereka diajari tentang fintech, bagaimana lanskap fintech di Indonesia, bagaimana melaksanakan digital marketingnya, regulasinya apa saja, bahkan kami mengajari teknologinya,” tutur Ronald.

Kegiatan tersebut diharapkan mampu meningkatkan literasi masyarakat seputar fintech syariah serta menyiapkan sumber daya manusia yang mampu berperan aktif dalam pengajaran dan penelitian seputar fintech syariah.

“AFSI Academic Partner juga diselenggarakan untuk mendorong pertumbuhan sumber daya manusia untuk masuk ke fintech syariah,” pungkas Ronald. Dengan makin banyaknya sumber daya manusia yang memahami industri keuangan syariah, Indonesia makin berpotensi menjadi yang terdepan di level global.


Reni Saptati D.I.