G20 JFAMM, Kolaborasi Atasi Kerawanan Pangan

Laporan Utama
1 November 2022
OLEH: Resha Aditya Pratama
G20 JFAMM, Kolaborasi Atasi Kerawanan Pangan

 

Dunia sedang tidak baik-baik saja. Pandemi Covid-19 mulai terkendali namun dunia kembali dihadapkan pada kerawanan pangan global yang diperparah juga oleh dinamika konflik geopolitik Rusia–Ukraina serta risiko resesi global di tahun 2023. Menurut data Food Agriculture Organization (FAO), saat ini, indeks harga tahunan pangan global 2022 sebesar 146,9 naik 22,62% dibandingkan tahun 2021. Beragam faktor menyebabkan naiknya harga pangan global diantaranya yaitu perubahan iklim, dampak perang, serta pelarangan ekspor yang mempengaruhi pasokan supply dan demand pasar global.

Beranjak dari situ, Indonesia sebagai Presidensi G20 berinisiatif menyelenggarakan Pertemuan G20 Joint Finance and Agriculture Ministers (JFAMM) yang pertama di Washington D.C. pada tanggal 11 Oktober 2022 lalu. Dalam perhelatan ini, para Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian G20 berkumpul membahas permasalahan kerawanan pangan global.

Kondisi pangan global

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan peningkatan angka kemiskinan global. Menurut laporan dari World Bank, tingkat kemiskinan global menjadi sekitar 9,3% pada tahun 2020, naik dari 8,4% pada tahun 2019. Data dari Agricultural Market Information System (AMIS) yang dirilis Oktober 2022, harga energi yang tinggi, kondisi cuaca buruk di negara-negara produsen utama, dan risiko geopolitik  telah menyebabkan inflasi harga pangan domestik yang tinggi, dengan sebagian besar negara mengalami peningkatan harga pangan antara 10% sampai 30% dibandingkan tahun 2021.

Permasalahan pangan sudah menjadi isu global yang patut diwaspadai. Perubahan iklim menjadi penyebab utama dari kerawanan pangan global. Naiknya suhu, curah hujan yang tidak dapat diprediksi, frekuensi cuaca ekstrim, dan naiknya serangan hama dan serangga adalah bentuk perubahan drastis iklim yang berdampak terhadap produksi pangan. Perubahan iklim menjadi ancaman nyata yang telah mengurangi 21% produktivitas pertanian global sejak tahun 1961. Berbanding terbalik dengan produktivitas pertanian global, jumlah penduduk dunia justru mengalami peningkatan sebanyak 80 juta penduduk setiap tahunnya. Artinya jumlah pertumbuhan penduduk dunia tidak diiringi oleh pertumbuhan produktivitas pangan. Jutaan orang terancam kelaparan. Secara global pada tahun 2021 terdapat 828 juta orang terkena dampak kelaparan, atau 46 juta orang lebih banyak dari tahun 2020 dan 150 juta lebih banyak dibanding tahun 2019.

Per Oktober 2022, sudah ada 21 negara yang menerapkan pelarangan ekspor produk pangan demi mengamankan kebutuhan domestik negaranya. Hal ini menyebabkan terganggunya keseimbangan supply dan demand di pasar global yang juga memicu naiknya harga pangan pada tahun 2022 ini. Tak hanya itu, dampak ekonomis dari perang Rusia–Ukraina telah terasa.  Kenaikan harga komoditas sejak Maret 2022 lalu berdampak pada naiknya harga pupuk yang memperparah kondisi harga pangan global. Lebih lanjut, data dari FAO menunjukkan harga pangan minyak sayur dan serealia mengalami kenaikan tertingginya sebesar 35,65% dan 24,33% dibandingkan tahun 2021. Dunia sedang tidak baik-baik saja, perlunya solusi bersama antar negara untuk menyelesaikan masalah kerawanan pangan yang sudah mendunia ini.

Kolaborasi cari solusi

Pangan merupakan kebutuhan primer yang sangat penting bagi semua orang. Pangan adalah hak asasi yang harus dijaga supaya tidak ada  kelaparan di dunia. Perlu kolaborasi bersama dari setiap negara agar masalah ini tak kelak menimbulkan masalah yang lebih pelik di masa mendatang. Indonesia sebagai Presidensi G20 menginisiasi sebuah forum khusus yang bernama G20 JFAMM untuk membahas isu kerawanan pangan global ini.

G20 JFAMM menjadi pertemuan pertama dari para Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian negara G20  untuk merespon ancaman kerawanan pangan global. Permasalahan kerawanan pangan telah menjadi perhatian forum G20, sebagaimana isu tersebut telah diangkat dalam High-Level Seminar: Strengthening Global Collaboration for Tackling Food Insecurity serta Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) ketiga pada Juli 2022 lalu. Para pemimpin dunia yang tergabung dalam G20 menyadari bahwa hulu dari permasalahan kerawanan pangan bertumpu pada sektor pertanian.

Dalam konferensi pers G20 JFAMM pada tanggal 11 oktober 2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, “Presidensi G20 Indonesia telah menegaskan kembali komitmennya untuk menggunakan semua perangkat kebijakan yang tepat untuk mengatasi tantangan ekonomi dan keuangan saat ini, termasuk risiko kerawanan pangan. G20 siap untuk mengambil tindakan kolektif yang cepat tentang kerawanan pangan dan gizi, termasuk dengan bekerja sama dengan inisiatif lain.”

Beberapa inisiatif global telah diluncurkan oleh organisasi regional, internasional, dan bahkan secara mandiri oleh beberapa negara untuk menghadapi permasalahan kerawanan pangan, seperti the UN Global Crisis Response Group (GCRG), the G7 Global Alliance for Food Security (GAFS), the Global Agriculture and Food Security Program (GAFSP), International Finance Institutions Action Plan, dan Global Development Initiative. G20 siap mendukung dan bekerja sama dengan beberapa gerakan inisiatif kerawanan pangan tersebut.

Selain itu, Bank Dunia telah berkomitmen untuk menyediakan 30 juta USD dalam pendanaan baru atau yang sudah ada untuk proyek terkait kerawanan pangan dan nutrisi untuk beberapa tahun ke depan. FAO pun turut menyediakan perkembangan kondisi pasar pangan, termasuk melalui G20 AMIS.

“Sebagai sebuah forum yang efektif dalam menjawab tantangan global dalam hal kerawanan pangan, Presidensi G20 Indonesia menerapkan strategi untuk meningkatkan kapasitas produksi guna menstabilkan harga pangan, menekan inflasi, menurunkan impor dan meningkatkan ekspor pangan. Strategi ini diterapkan pada  beberapa komoditas pangan strategis dengan kegiatan operasional untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam sistem agribisnis pangan, agar tercapai efisiensi dan peningkatan daya saing,” tutur Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di konferensi pers yang sama.

Pertemuan JFAMM pertama ini menjadi dasar koordinasi erat yang diperlukan di masa depan untuk menentukan cara terbaik dalam menghadapi tantangan kerawanan pangan. (Foto: Shobibur RG)

Hadirkan solusi bersama

Kondisi perekonomian global di tahun depan sangat sulit untuk dipastikan. Pertemuan JFAMM pertama ini menjadi dasar koordinasi erat yang diperlukan di masa depan untuk menentukan cara terbaik dalam menghadapi tantangan kerawanan pangan. Para Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian G20 telah berkomitmen untuk menghadirkan solusi bersama dalam bentuk skema pendanaan global untuk penanganan tiga isu prioritas sektor pertanian dan pangan.

Ketiga isu tersebut adalah yang pertama, mempromosikan sistem pertanian dan pangan yang tangguh dan berkelanjutan. Kedua, mempromosikan perdagangan pertanian yang terbuka, adil, dapat diprediksi, transparan, dan non-diskriminatif untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi semua. Dan yang terakhir, mempromosikan kewirausahaan pertanian inovatif melalui pertanian digital untuk meningkatkan penghidupan petani di pedesaan.

Mentan menjelaskan ketiga isu prioritas tersebut saling berkaitan dan dibutuhkan sentuhan teknologi serta inovasi dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. "Dalam konteks implementasinya, kita yakini bahwa teknologi dan inovasi menjadi kunci utama dalam upaya pengembangan sistem pertanian dan pangan yang berkelanjutan," ungkap Syahrul Yasin Limpo.

Lalu, Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian G20 juga setuju untuk mendelegasikan tugas kepada organisasi internasional FAO dan Bank Dunia dalam pemetaan respons kebijakan global terhadap kerawanan pangan yang akan dikonsolidasikan dimasa mendatang dengan masukan dari pakar teknis dan organisasi internasional terkait lainnya untuk kemudian dilaporkan pada Spring Meeting 2023. Momentum terkait upaya G20 dalam mengatasi permasalahan kerawanan pangan akan terus dibangun menjelang KTT G20.

Ketahanan pangan nasional

Ketahanan pangan merupakan salah satu sektor pembangunan yang menjadi perhatian pemerintah Indonesa setiap tahunnya. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk bertahan dari kerawanan pangan global. Dalam RAPBN 2023, pemerintah menyediakan anggaran ketahanan pangan sebesar Rp95,0 triliun.

Anggaran ketahanan pangan ini diarahkan untuk peningkatan ketersediaan, akses, dan kualitas pangan, baik pertanian maupun perikanan. “Indonesia telah menyusun strategi untuk mengatasi risiko kerawanan pangan, strategi tersebut berupa peningkatan kapasitas produksi utamanya komoditas pangan yang berdampak inflasi, penurunan importasi, substitusi impor, dan meningkatkan ekspor pangan,” jelas Syahrul Yasin Limpo.

Berbagai kebijakan pembangunan bidang ketahanan pangan telah disusun untuk tahun 2023, diantaranya untuk meningkatkan produktivitas komoditas pangan strategis, mendorong terciptanya SDM pertanian dan perikanan yang berdaya saing, mendorong pemanfaatan teknologi dan data, serta pengembangan iklim inovasi, memperkuat sistem logistik pangan nasional dan transformasi sistem pangan yang berkelanjutan serta mengakselerasi penyelesaian pembangunan infrastruktur sistem irigasi. Dengan memanfaatkan momentum Presidensi G20 Indonesia, kolaborasi antara strategi pembangunan ketahanan pangan nasional serta strategi ketahanan pangan global melalui inisiasi JFAMM diharapkan membawa indonesia mampu untuk mengatasi kerawanan pangan dan energi.

G20 berkomitmen untuk mempertimbangkan segala hal yang diperlukan untuk mengatasi kerawanan pangan dan energi serta tekanan biaya hidup yang dialami di banyak negara. Inisiatif dalam mengatasi permasalahan kerawanan pangan global yang dihasilkan dari Presidensi G20 Indonesia akan terus dijalankan dan dikawal hingga Presidensi selanjutnya pada tahun 2023 di bawah kepemimpinan India.