Ini Dia Strategi Kebijakan Fiskal Tahun 2023

1 Juni 2022
OLEH: Reni Saptati D.I.
Ini Dia Strategi Kebijakan Fiskal Tahun 2023
 

Suasana hiruk pikuk mudik di Hari Raya Idul Fitri yang dua tahun lalu menghilang ditelan pandemi, tahun ini telah kembali. Lebih dari 84 juta masyarakat berbondong-bondong mudik ke kampung halamannya untuk berjumpa dengan keluarga. Pencapaian ini tak lepas dari keberhasilan Indonesia dalam mengendalikan Covid-19. Masifnya mobilitas masyarakat turut menggerakkan roda ekonomi. Pemulihan ekonomi nasional terus berlanjut di jalur yang tepat.

Dalam pidatonya di depan sidang paripurna DPR pada 20 Mei 2022 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan keberlanjutan proses penguatan pemulihan ekonomi nasional perlu terus dijaga. Indonesia perlu memperkuat fondasi ekonomi dan mengakselerasi tingkat pertumbuhan ekonomi. Upaya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif juga sangat penting agar Indonesia dapat keluar dari jebakan kelas menengah atau middle income trap.

“Oleh karena itu, struktur perekonomian nasional dan tingkat produktivitas nasional perlu diperkokoh melalui percepatan transformasi ekonomi,” tegas Sri Mulyani Indrawati saat menyampaikan pidato Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2023.

Peningkatan produktivitas nasional menjadi kunci bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar visi Indonesia Maju 2045 dapat tercapai. Fokus pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dituangkan dalam arah kebijakan ekonomi dan fiskal sebagaimana termuat di dokumen KEM PPKF Tahun 2023. Dalam dokumen tersebut, tema yang dipilih sebagai nyawa kebijakan ekonomi dan fiskal tahun depan ialah “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”.

Sri Mulyani Indrawati juga menyebutkan dua strategi yang akan ditempuh pemerintah pada 2023 berdasarkan tema kebijakan fiskal tersebut. Pertama, memfokuskan anggaran untuk penguatan kualitas SDM, akselerasi pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi dan regulasi, revitalisasi industri dan mendorong pembangunan ekonomi hijau.

“Kedua, meningkatkan efektivitas transformasi ekonomi didukung dengan reformasi fiskal yang holistik melalui mobilisasi pendapatan untuk pelebaran ruang fiskal, konsistensi penguatan spending better untuk efisiensi dan efektivitas belanja, serta terus mendorong pengembangan pembiayaan yang kreatif dan inovatif,” jelas wanita yang telah beberapa kali dinobatkan sebagai Menkeu Terbaik di Asia Pasifik tersebut.

Postur APBN tahun depan masih akan defisit, tambahnya. Namun, ia memastikan pengelolaan pembiayaan untuk menutup financing gap akan dilakukan secara efisien, hati-hati, dan berkelanjutan. Defisit dan rasio utang pun akan tetap dikendalikan dalam batas aman. Defisit diarahkan kembali di bawah 3 persen, antara -2,61 persen sampai dengan 2,90 persen. Sementara itu, rasio utang diatur di kisaran 40,58 persen sampai dengan 42,42 persen.

Kembali ke jalur awal

Penentuan arah kebijakan ekonomi dan fiskal tahun 2023 telah melewati proses panjang. Tak dapat dipungkiri, pandemi selama lebih dari dua tahun terakhir sudah memberi dampak luar biasa pada perekonomian nasional. Oleh sebab itu, penentuan arah kebijakan pada masa transisi dilakukan dengan pertimbangan matang.

Menengok ke belakang, pertumbuhan ekonomi nasional menyentuh angka 5,1 persen dan 5,2 persen pada tahun 2017-2018. Pada periode itu, seluruh sektor lapangan usaha mampu tumbuh positif. Laju inflasi pun relatif rendah. Terjadinya perang dagang Amerika Serikat-Tiongkok pada tahun 2019 serta proses pemilu di Indonesia menyebabkan ekonomi tumbuh melambat menjadi 5,0 persen pada 2019. Lalu, kemunculan pandemi Covid-19 mengakibatkan pertumbuhan ekonomi makin melambat bahkan mengalami kontraksi 2,1 persen. Kontraksi ini merupakan yang pertama kali terjadi sejak krisis ekonomi 1997-1998.

Analis Kebijakan Madya Badan Kebijakan Fiskal Roni Parasian mengatakan, restriksi mobilitas yang diterapkan pemerintah selama pandemi telah berdampak negatif dan meninggalkan scarring effect bagi perekonomian nasional.

Ketika tahun 2023 nanti bergulir, kita memahami bahwa ada suatu kondisi yang harus kita sesuaikan, yaitu kita akan memasuki masa dari pandemi berpindah menjadi endemi. Ini tentunya mengubah jalur awal kita, dari pembatasan mobilitas kepada peningkatan mobilitas masyarakat,” ujar Roni.

Dengan meredanya pandemi, Indonesia mencoba untuk mengejar target yang sudah disiapkan sebelum pandemi, yaitu Indonesia Maju 2045. Untuk itu, menurut Roni perlu dilakukan langkah yang lebih progresif dan agresif lagi agar Indonesia dapat kembali kepada track sebelumnya.

“Ketika berjuang untuk kembali kepada track, kita membutuhkan kerja keras, tidak lagi hanya dalam upaya untuk menyehatkan masyarakat, tetapi juga untuk meningkatkan produktivitas,” tegasnya.

Peningkatan produktivitas yang diinginkan pun bukan yang biasa-biasa saja, melainkan yang harus mampu melakukan transformasi ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan. Strategi pembangunan ke depan harus mendorong sumber-sumber pertumbuhan baru yang lebih berkualitas dan investasi berwawasan lingkungan. Transformasi ekonomi inklusif diharapkan mampu memberikan dampak positif, baik terhadap aspek ekonomi, sosial, distribusi pendapatan, maupun lingkungan.

Roni mendukung pemanfaatan berbagai sektor potensial untuk menjadi sumber pertumbuhan baru di masa depan. Ia menilai pandemi Covid-19 turut berkontribusi dalam memunculkan tren baru yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pertumbuhan baru. “Penerapan pola hidup new normal yang permanen, potensi perubahan pola perdagangan dan investasi dunia, peningkatan minat pada sektor-sektor yang ramah lingkungan, serta urgensi ketahanan energi dan pangan,” urai Roni.

Terkait dengan transformasi ekonomi, ia menyebutkan perlunya beberapa upaya penguatan pada beberapa sektor, antara lain digitalisasi ekonomi, penguatan sektor pariwisata dan perdagangan, transisi energi, hilirisasi sumber daya alam, penguatan kualitas sumber daya manusia, serta pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Selain itu, Roni menilai amanat yang dipegang Indonesia sebagai presidensi G-20 pada tahun 2022 bermanfaat untuk mengembalikan target pertumbuhan dan pembangunan ke jalur awal.

Pentingnya memperkuat kembali kesehatan APBN melalui konsolidasi fiskal agar mampu berperan optimal sebagai instrumen shock absorber saat terjadi gejolak pada masa mendatang.

Hati-hati di masa transisi

Selama periode 2020-2022, Indonesia telah menjaga momentum pertumbuhan agar tidak terlalu lama jatuh. Hal itu tak lepas dari peran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan langkah merelaksasi defisit APBN di atas 3 persen. Namun, Roni mengingatkan amanat undang-undang hanya memperbolehkan relaksasi tersebut hingga 2022.

“Kita mulai turunkan tingkat defisit melalui upaya-upaya optimalisasi pendapatan negara, penguatan belanja yang berkualitas (spending better), serta pembiayaan yang kreatif, efisien, dan berkelanjutan. Jadi konsolidasi fiskal ini mutlak harus kita lakukan,” papar Roni. Dengan demikian, upaya konsolidasi fiskal dilakukan tanpa mengganggu peran APBN.

Upaya mengembalikan defisit fiskal menjadi maksimal 3 persen pada tahun 2023 dilakukan dengan hati-hati. Optimalisasi pendapatan ditempuh antara lain melalui reformasi perpajakan dengan penerbitan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

“Sistem perpajakan lebih sehat dan lebih adil dengan implementasi undang-undang itu. Kita harapkan rasio perpajakan akan meningkat,” harap Roni.

Dari sisi belanja, pemerintah mendorong pengelolaan belanja negara lebih efisien dan produktif, terutama dalam mendukung pembangunan nasional. Dari sisi pembiayaan, dengan kondisi APBN yang memiliki keterbatasan, pemerintah mencari sumber pembiayaan yang kreatif dan inovatif.

“Misalnya kita melihat bahwa kebutuhan anggaran infrastruktur cukup besar. Perlahan-lahan ternyata kita mampu untuk memenuhi kebutuhan anggaran tersebut dengan berbagai kebijakan, seperti pembangunan infrastruktur dengan KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha),” terang Roni.

Penentuan usulan kisaran indikator ekonomi makro sebagai asumsi dasar penyusunan RAPBN 2023 juga dilakukan dengan hati-hati serta mempertimbangkan berbagai risiko dan potensi pemulihan ekonomi nasional di tahun depan.

Dalam KEM PPKF tahun 2023, pemerintah mengusulkan pertumbuhan ekonomi 5,3 hingga 5,9 persen, inflasi 2,0 hingga 4,0 persen, nilai tukar Rupiah Rp14.300 hingga Rp14.800 per USD, tingkat suku bunga SBN 10 Tahun 7,34 persen hingga 9,16 persen, harga minyak mentah Indonesia USD80 - USD100 per barel, lifting minyak bumi 619 ribu - 680 ribu barel per hari dan lifting gas 1,02 juta hingga 1,11 juta barel setara minyak per hari.

Memperkuat kesehatan APBN

Sebagai pihak yang terlibat langsung dalam penyusunan KEM PPKF, Roni menceritakan tiga hal utama yang membedakan penyusunan arah kebijakan fiskal tahun 2023 dengan tahun-tahun sebelumnya. Pertama, kebijakan fiskal tahun 2023 disusun saat pandemi Covid-19 telah menginjak tahun ketiga dan diyakini memasuki tahap transisi ke endemi. Oleh karena itu, rancangan kebijakan fiskal didesain searah dengan tahapan transisi tersebut.

“Kedua, ekonomi global sedang dalam gejolak dan ketidakpastian tinggi. Kita melihat ada dua tantangan besar yang sedang dihadapi saat ini, yaitu lonjakan inflasi global yang tinggi, terutama akibat perang Rusia-Ukraina, dan percepatan penetapan kebijakan moneter global, khususnya di Amerika Serikat,” papar Roni.

Ketiga, KEM PPKF tahun 2023 disiapkan sebagai baseline baru kebijakan fiskal pascaimplementasi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020. Pemerintah harus mengembalikan defisit ke batas di bawah 3 persen. Kemudian, dukungan pembiayaan dari Bank Indonesia dalam bentuk skema burden sharing juga berakhir tahun ini. Roni menilai hal-hal tersebut sangat krusial dan mempengaruhi penyusunan arah kebijakan fiskal tahun depan.

Di depan DPR, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penyusunan KEM PPKF tahun 2023 telah mempertimbangkan dinamika perekonomian, tantangan, dan agenda pembangunan. Ia juga menggarisbawahi pentingnya memperkuat kembali kesehatan APBN melalui konsolidasi fiskal agar mampu berperan optimal sebagai instrumen shock absorber saat terjadi gejolak pada masa mendatang.

“Suatu keniscayaan jika suatu perekonomian akan menghadapi siklus ekonomi (business cycle), episode makmur (boom) dan episode paceklik (resesi). Oleh karena itu, sangat krusial untuk menyiapkan bantalan kebijakan (policy buffer) untuk menghadapi situasi sulit (masa resesi),” tegas Sri Mulyani Indrawati.


Reni Saptati D.I.