Kewajiban Bendahara Memotong PPh Final UMKM

Opini
2 Mei 2023
OLEH: Josua Tommy Parningotan Manurung, Pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kewajiban Bendahara Memotong PPh Final UMKM

 

UMKM sebagai salah satu pembayar pajak di Indonesia, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah kelompok usaha yang memiliki andil sebagai pembayar pajak dengan jumlah  besar. Selain itu, kelompok UMKM adalah salah satu kelompok usaha  yang masih mampu bertahan dalam kondisi wabah Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19. 

Pada kondisi saat ini, Pelaku UMKM harus lebih memahami kewajiban pembayaran pajak agar tercipta tertib administrasi perpajakan yang sesuai dengan peraturan. 

Apa Itu UMKM?

UMKM ialah usaha produktif yang dikelola oleh badan usaha atau perorangan baik dalam sektor perdagangan maupun jasa yang merujuk pada usaha ekonomi produktif sesuai dengan kriteria yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. 

 PPh Final UMKM, Bayar Sendiri atau Dipotong?

Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final. Sesuai dengan pasal ini, maka UMUM juga dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final.

UMKM yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak dikenakan tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5% (nol koma lima persen).

Namun, bila UMKM tersebut merupakan wajib pajak orang pribadi, terdapat fasilitas khusus yaitu bila wajib pajak orang pribadi UMKM memiliki peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, maka ia tidak dikenai Pajak Penghasilan. Aturan tersebut sesuai dengan pasal 60 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022.

Jumlah peredaran bruto tersebut dihitung dari usaha yang dihitung secara kumulatif sejak Masa pajak pertama dalam suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak. 

PPh Final UMKM termasuk dalam PPh Pasal 4 ayat 2. Pajak Penghasilan dapat dilunasi dengan 2 (dua) cara. Yang pertama disetor sendiri oleh wajib pajak dan yang kedua dipotong oleh pemotong atau pemungut pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak. Pemotong atau pemungut ialah pihak pemberi penghasilan dan wajib pajak UMKM adalah pihak penerima penghasilan.

 Setor sendiri

Bila pemberi penghasilan bukan termasuk kategori pemotong atau pemungut pajak, maka wajib pajak yang menerima penghasilan melakukan penyetoran PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final secara mandiri. Wajib pajak dapat membuat kode billing dengan kode jenis pajak 411128 (PPh Final) dan jenis setoran 420 (Final UMKM bayar sendiri). Batas waktu pembayaran paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat 2 adalah tanggal 20 bulan berikutnya. 

Namun terdapat pengecualian bagi wajib pajak yang melakukan penyetoran PPh Final Pasal 4 ayat 2 melalui bank persepsi atau kantor pos persepsi dengan sistem pembayaran secara online dan Surat Setoran Pajak (SSP)-nya telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Pembayaran Negara (NTPN), maka SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat 2 dianggap telah disampaikan ke KPP sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.

 Dipotong atau dipungut

Bila pemberi penghasilan termasuk kategori pemotong atau pemungut pajak, maka wajib pajak pemotong atau pemungut membuat kode billing dengan kode jenis pajak 411128 (PPh Final) dan jenis setoran 423 (Final UMKM pemotongan atau pemungutan), kemudian pilih subjek pajak npwp lain/non npwp dan masukkan identitas wajib pajak UMKM tersebut. Batas waktu penyetoran paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, kecuali ditentukan lain oleh Menteri Keuangan. Setelah melakukan pembayaran PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final,  pemotong atau pemungut juga wajib melaporkan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat 2 paling lambat  tanggal 20 bulan berikutnya dan memberikan bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat 2 kepada wajib pajak UMKM tersebut. 

 Pemotong atau pemungut PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final 

PPh Pasal 4 ayat 2 dipotong atau dipungut oleh pihak pemberi penghasilan. Wajib pajak badan seperti koperasi, penyelenggara kegiatan, dan otoritas bursa ditunjuk untuk memotong atau memungut PPh Pasal 4 ayat 2, sedangkan wajib pajak orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong atau memungut PPh Pasal 4 ayat 2. Begitu pula dengan bendaharawan termasuk pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut PPh Pasal 4 ayat 2.

Contoh kasus:

Pak Bambang memiliki usaha elektronik. Penghasilan bruto dari usaha elektronik bambang dari Juni 2022 s.d  September 2022 sudah melebihi 500 juta. Di bulan oktober, usaha elektronik Pak Bambang menghasilkan penghasilan 100 juta. 100 juta tersebut berasal dari lawan transaksi Dinas Pendidikan kabupaten Magelang sebesar 80 juta, dan 20 juta dari orang pribadi biasa. Atas penghasilan 100 juta tersebut Pak bambang dipotong PPh Final UMKM sebesar 0.5% x Rp. 80 Juta = Rp. 400 ribu yang akan disetor oleh Bendahara Dinas Pendidikan kabupaten Magelang. Sedangkan sisa penghasilan sebesar Rp.20 Juta, maka Pak Bambang menyetor sendiri sebesar 0.5% x Rp. 20 Juta = Rp. 100 ribu.

 Surat Keterangan PP 23

Bila terjadi transaksi dengan pemotong atau pemungut PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final, penerima penghasilan wajib memiliki Surat Keterangan memenuhi kriteria sebagai wajib pajak . Setiap transaksi penyerahan barang atau jasa yang merupakan objek pemotong atau pemungutan PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final, wajib pajak UMKM harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dimaksud kepada pemotong atau pemungut pajak. Wajib pajak  yang memiliki Surat Keterangan tersebut tidak akan dilakukan pemotong atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 saat terjadi transaksi pembelian barang atau jasa.

UMKM sebagai salah satu pembayar pajak di Indonesia, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah kelompok usaha yang memiliki andil sebagai pembayar pajak dengan jumlah  besar. Selain itu, kelompok UMKM adalah salah satu kelompok usaha  yang masih mampu bertahan dalam kondisi wabah Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19. 

Pada kondisi saat ini, Pelaku UMKM harus lebih memahami kewajiban pembayaran pajak agar tercipta tertib administrasi perpajakan yang sesuai dengan peraturan. 

Apa Itu UMKM?

UMKM ialah usaha produktif yang dikelola oleh badan usaha atau perorangan baik dalam sektor perdagangan maupun jasa yang merujuk pada usaha ekonomi produktif sesuai dengan kriteria yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. 

 PPh Final UMKM, Bayar Sendiri atau Dipotong?

Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final. Sesuai dengan pasal ini, maka UMUM juga dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final.

UMKM yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak dikenakan tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5% (nol koma lima persen).

Namun, bila UMKM tersebut merupakan wajib pajak orang pribadi, terdapat fasilitas khusus yaitu bila wajib pajak orang pribadi UMKM memiliki peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, maka ia tidak dikenai Pajak Penghasilan. Aturan tersebut sesuai dengan pasal 60 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022.

Jumlah peredaran bruto tersebut dihitung dari usaha yang dihitung secara kumulatif sejak Masa pajak pertama dalam suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak. 

PPh Final UMKM termasuk dalam PPh Pasal 4 ayat 2. Pajak Penghasilan dapat dilunasi dengan 2 (dua) cara. Yang pertama disetor sendiri oleh wajib pajak dan yang kedua dipotong oleh pemotong atau pemungut pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak. Pemotong atau pemungut ialah pihak pemberi penghasilan dan wajib pajak UMKM adalah pihak penerima penghasilan 

 Setor sendiri

Bila pemberi penghasilan bukan termasuk kategori pemotong atau pemungut pajak, maka wajib pajak yang menerima penghasilan melakukan penyetoran PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final secara mandiri. Wajib pajak dapat membuat kode billing dengan kode jenis pajak 411128 (PPh Final) dan jenis setoran 420 (Final UMKM bayar sendiri). Batas waktu pembayaran paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat 2 adalah tanggal 20 bulan berikutnya. 

Namun terdapat pengecualian bagi wajib pajak yang melakukan penyetoran PPh Final Pasal 4 ayat 2 melalui bank persepsi atau kantor pos persepsi dengan sistem pembayaran secara online dan Surat Setoran Pajak (SSP)-nya telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Pembayaran Negara (NTPN), maka SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat 2 dianggap telah disampaikan ke KPP sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.

 Dipotong atau dipungut

Bila pemberi penghasilan termasuk kategori pemotong atau pemungut pajak, maka wajib pajak pemotong atau pemungut membuat kode billing dengan kode jenis pajak 411128 (PPh Final) dan jenis setoran 423 (Final UMKM pemotongan atau pemungutan), kemudian pilih subjek pajak npwp lain/non npwp dan masukkan identitas wajib pajak UMKM tersebut. Batas waktu penyetoran paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, kecuali ditentukan lain oleh Menteri Keuangan. Setelah melakukan pembayaran PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final,  pemotong atau pemungut juga wajib melaporkan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat 2 paling lambat  tanggal 20 bulan berikutnya dan memberikan bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat 2 kepada wajib pajak UMKM tersebut. 

 Pemotong atau pemungut PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final 

PPh Pasal 4 ayat 2 dipotong atau dipungut oleh pihak pemberi penghasilan. Wajib pajak badan seperti koperasi, penyelenggara kegiatan, dan otoritas bursa ditunjuk untuk memotong atau memungut PPh Pasal 4 ayat 2, sedangkan wajib pajak orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong atau memungut PPh Pasal 4 ayat 2. Begitu pula dengan bendaharawan termasuk pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut PPh Pasal 4 ayat 2.

Contoh kasus:

Pak Bambang memiliki usaha elektronik. Penghasilan bruto dari usaha elektronik bambang dari Juni 2022 s.d  September 2022 sudah melebihi 500 juta. Di bulan oktober, usaha elektronik Pak Bambang menghasilkan penghasilan 100 juta. 100 juta tersebut berasal dari lawan transaksi Dinas Pendidikan kabupaten Magelang sebesar 80 juta, dan 20 juta dari orang pribadi biasa. Atas penghasilan 100 juta tersebut Pak bambang dipotong PPh Final UMKM sebesar 0.5% x Rp. 80 Juta = Rp. 400 ribu yang akan disetor oleh Bendahara Dinas Pendidikan kabupaten Magelang. Sedangkan sisa penghasilan sebesar Rp.20 Juta, maka Pak Bambang menyetor sendiri sebesar 0.5% x Rp. 20 Juta = Rp. 100 ribu.

 Surat Keterangan PP 23

Bila terjadi transaksi dengan pemotong atau pemungut PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final, penerima penghasilan wajib memiliki Surat Keterangan memenuhi kriteria sebagai wajib pajak . Setiap transaksi penyerahan barang atau jasa yang merupakan objek pemotong atau pemungutan PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final, wajib pajak UMKM harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dimaksud kepada pemotong atau pemungut pajak. Wajib pajak  yang memiliki Surat Keterangan tersebut tidak akan dilakukan pemotong atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 saat terjadi transaksi pembelian barang atau jasa.

UMKM sebagai salah satu pembayar pajak di Indonesia, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah kelompok usaha yang memiliki andil sebagai pembayar pajak dengan jumlah  besar. Selain itu, kelompok UMKM adalah salah satu kelompok usaha  yang masih mampu bertahan dalam kondisi wabah Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19. 

Pada kondisi saat ini, Pelaku UMKM harus lebih memahami kewajiban pembayaran pajak agar tercipta tertib administrasi perpajakan yang sesuai dengan peraturan. 

Apa Itu UMKM?

UMKM ialah usaha produktif yang dikelola oleh badan usaha atau perorangan baik dalam sektor perdagangan maupun jasa yang merujuk pada usaha ekonomi produktif sesuai dengan kriteria yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. 

 PPh Final UMKM, Bayar Sendiri atau Dipotong?

Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final. Sesuai dengan pasal ini, maka UMUM juga dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final.

UMKM yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak dikenakan tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5% (nol koma lima persen).

Namun, bila UMKM tersebut merupakan wajib pajak orang pribadi, terdapat fasilitas khusus yaitu bila wajib pajak orang pribadi UMKM memiliki peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, maka ia tidak dikenai Pajak Penghasilan. Aturan tersebut sesuai dengan pasal 60 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022.

Jumlah peredaran bruto tersebut dihitung dari usaha yang dihitung secara kumulatif sejak Masa pajak pertama dalam suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak. 

PPh Final UMKM termasuk dalam PPh Pasal 4 ayat 2. Pajak Penghasilan dapat dilunasi dengan 2 (dua) cara. Yang pertama disetor sendiri oleh wajib pajak dan yang kedua dipotong oleh pemotong atau pemungut pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak. Pemotong atau pemungut ialah pihak pemberi penghasilan dan wajib pajak UMKM adalah pihak penerima penghasilan 

 Setor sendiri

Bila pemberi penghasilan bukan termasuk kategori pemotong atau pemungut pajak, maka wajib pajak yang menerima penghasilan melakukan penyetoran PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final secara mandiri. Wajib pajak dapat membuat kode billing dengan kode jenis pajak 411128 (PPh Final) dan jenis setoran 420 (Final UMKM bayar sendiri). Batas waktu pembayaran paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat 2 adalah tanggal 20 bulan berikutnya. 

Namun terdapat pengecualian bagi wajib pajak yang melakukan penyetoran PPh Final Pasal 4 ayat 2 melalui bank persepsi atau kantor pos persepsi dengan sistem pembayaran secara online dan Surat Setoran Pajak (SSP)-nya telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Pembayaran Negara (NTPN), maka SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat 2 dianggap telah disampaikan ke KPP sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.

 Dipotong atau dipungut

Bila pemberi penghasilan termasuk kategori pemotong atau pemungut pajak, maka wajib pajak pemotong atau pemungut membuat kode billing dengan kode jenis pajak 411128 (PPh Final) dan jenis setoran 423 (Final UMKM pemotongan atau pemungutan), kemudian pilih subjek pajak npwp lain/non npwp dan masukkan identitas wajib pajak UMKM tersebut. Batas waktu penyetoran paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, kecuali ditentukan lain oleh Menteri Keuangan. Setelah melakukan pembayaran PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final,  pemotong atau pemungut juga wajib melaporkan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat 2 paling lambat  tanggal 20 bulan berikutnya dan memberikan bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat 2 kepada wajib pajak UMKM tersebut. 

 Pemotong atau pemungut PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final 

PPh Pasal 4 ayat 2 dipotong atau dipungut oleh pihak pemberi penghasilan. Wajib pajak badan seperti koperasi, penyelenggara kegiatan, dan otoritas bursa ditunjuk untuk memotong atau memungut PPh Pasal 4 ayat 2, sedangkan wajib pajak orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong atau memungut PPh Pasal 4 ayat 2. Begitu pula dengan bendaharawan termasuk pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut PPh Pasal 4 ayat 2.

Contoh kasus:

Pak Bambang memiliki usaha elektronik. Penghasilan bruto dari usaha elektronik bambang dari Juni 2022 s.d  September 2022 sudah melebihi 500 juta. Di bulan oktober, usaha elektronik Pak Bambang menghasilkan penghasilan 100 juta. 100 juta tersebut berasal dari lawan transaksi Dinas Pendidikan kabupaten Magelang sebesar 80 juta, dan 20 juta dari orang pribadi biasa. Atas penghasilan 100 juta tersebut Pak bambang dipotong PPh Final UMKM sebesar 0.5% x Rp. 80 Juta = Rp. 400 ribu yang akan disetor oleh Bendahara Dinas Pendidikan kabupaten Magelang. Sedangkan sisa penghasilan sebesar Rp.20 Juta, maka Pak Bambang menyetor sendiri sebesar 0.5% x Rp. 20 Juta = Rp. 100 ribu.

 Surat Keterangan PP 23

Bila terjadi transaksi dengan pemotong atau pemungut PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final, penerima penghasilan wajib memiliki Surat Keterangan memenuhi kriteria sebagai wajib pajak . Setiap transaksi penyerahan barang atau jasa yang merupakan objek pemotong atau pemungutan PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat Final, wajib pajak UMKM harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dimaksud kepada pemotong atau pemungut pajak. Wajib pajak  yang memiliki Surat Keterangan tersebut tidak akan dilakukan pemotong atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 saat terjadi transaksi pembelian barang atau jasa.

*Disclaimer: tulisan ini adalah opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi tempat penulis bekerja saat ini


Josua Tommy Parningotan Manurung, Pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan