Kinerja APBN 2023 Luar Biasa, Capai Target Lebih Cepat dan Sehatkan Ekonomi Nasional

2 Januari 2024
OLEH: Reni Saptati D.I.
Kinerja APBN 2023 Luar Biasa, Capai Target Lebih Cepat dan Sehatkan Ekonomi Nasional. Foto oleh Andi Al Hakim.
Kinerja APBN 2023 Luar Biasa, Capai Target Lebih Cepat dan Sehatkan Ekonomi Nasional. Foto oleh Andi Al Hakim.  

Hari kerja pertama tahun 2024, puluhan juru pena mendatangi kantor pusat Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sri Mulyani Indrawati sang Menteri Keuangan Republik Indonesia, mengabarkan siap menyampaikan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang baru saja berakhir. Ia menjelaskan angka-angka realisasi APBN 2023 sudah lengkap tetapi bersifat sementara, karena nanti akan ada proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan pada bulan Maret hingga Juni. Dengan tegas dan yakin, Menkeu menyebut kinerja APBN 2023 luar biasa. APBN 2023 berhasil menyehatkan dirinya, serta menyehatkan perekonomian nasional.

Mengawali pemaparannya, Menkeu menerangkan kondisi perekonomian yang perlu menjadi perhatian lantaran penuh disrupsi. Situasi geopolitik 2023 relatif kurang ramah lantaran terjadi eskalasi konflik dan perang di berbagai belahan dunia. Konflik geopolitik ini mempengaruhi rantai pasok dan meningkatkan volatilitas harga komoditas. Pertumbuhan ekonomi di berbagai negara di dunia juga cenderung lemah dan tidak merata. Ekonomi Amerika Serikat masih resilien, sedangkan Asia tetap menjadi penopang pertumbuhan global di tengah tren ekonomi Eropa yang melemah.

“Indonesia dengan pertumbuhan Q1, Q2, Q3 selalu di atas atau sekitar 5 persen itu menunjukkan sebuah pertama, resiliensi, daya tahan dan kedua adalah level kinerja yang jauh lebih baik dibandingkan banyak negara lain,” tuturnya.

Ekonomi Indonesia 2023 mampu tumbuh 5,05 persen pada kuartal 1 hingga kuartal 3 dengan tingkat inflasi yang terjaga dan mengalami tren menurun sepanjang tahun. Selama 43 bulan berturut-turut, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus. Tak hanya itu, PMI manufaktur Indonesia berada di zona ekspansif selama 28 bulan berturut-turut.

“Dari sisi regional juga kita lihat, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi itu tumbuh semuanya di sekitar 5 persen, bahkan di atas 6 persen untuk Sulawesi, Maluku, dan Papua,” ungkap Menkeu.

Di tengah terjadinya gejolak global pasar keuangan, kondisi pasar keuangan domestik relatif resilien. Apresiasi nilai tukar rupiah masih terjaga meski cenderung melambat pada semester dua 2023. Menkeu menerangkan Rupiah mengalami apresiasi sekitar 2 persen, di saat banyak mata uang negara lain mengalami koreksi.

Pasar SBD domestik hingga 28 Desember 2023 mencatatkan capital inflow hingga Rp80,4 triliun. Di sisi lain, pasar saham sepanjang Desember tepatnya sampai dengan 29 Desember 2023 mencatatkan inflow Rp7,67 triliun, namun secara ytd outflow Rp6,19 triliun. Yield SBN 10 tahun menurun ke 6,74 persen (eop) dan secara ytd 6,68 persen dibandingkan awal tahun. Sebagai perbandingan, posisi yield surat berharga Amerika Serikat di angka 3,78 persen.

“Itu menunjukkan confidence terhadap ekonomi, currency, dan Surat Berharga Negara kita masih terjaga kuat. Ini hal yang positif. Ini terjadi pada saat dunia sedang gonjang-ganjing dan tidak baik-baik saja. Kemampuan kita untuk menjaga stabilitas, confidence, kredibilitas itu menjadi salah satu pertanda kinerja dari pengelolaan APBN dan ekonomi yang cukup dipercaya dan baik,” ujar Menkeu.

Belanja negara 2023 juga mengalami akselerasi sebagai wujud dukungan APBN terhadap peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat, percepatan pembangunan infrastruktur dan konektivitas, pelaksanaan kebutuhan agenda Pemilu 2024, serta meredam dampak El Nino dan stabilisasi harga.

infografis: Tubagus P.

Pendapatan lampaui target

Menkeu mengatakan APBN memberikan dukungan yang sangat kuat terhadap belanja negara, bahkan realisasinya di atas 100 persen. Namun, karena realisasi pendapatan negara bagus, penerimaan pajak tumbuh kuat, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) naik signifikan, pada tahun 2023 ini pemerintah mampu menurunkan defisit APBN.

Melihat perjalanan APBN selama beberapa tahun ke belakang, Menkeu mengambil kesimpulan bahwa APBN sudah menyelesaikan perjalanannya pascapandemi. Pemerintah berhasil menyelesaikan dan mengatasi pandemi dengan baik. Saat ini, ekonomi sudah kembali pulih, masyarakat makin diperkuat, pun dengan APBN yang sudah semakin kuat. Menurut Menkeu, kondisi ini yang menjadi modal bagi Indonesia untuk memasuki tahun 2024 dan seterusnya.

“Dalam satu kata, APBN kita sudah ahead of the curve. Pencapaian kita jauh lebih cepat dari yang kita perkirakan atau kita desain. Bahkan semenjak tahun 2022, 2023 ini. Jadi APBN dua tahun berturut-turut sudah ahead of the curve, mampu untuk menyehatkan dirinya, namun bisa pada saat yang bersamaan, menyehatkan ekonomi dan melindungi masyarakat,” kabar Menkeu.

Ia memaparkan realisasi pendapatan negara mencapai Rp2.774,3 triliun (112,6 persen terhadap APBN 2023 atau 105,2 persen dari Perpres 75/2023) atau tumbuh 5,3 persen dibandingkan realisasi tahun 2022. Dari total realisasi pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp2.155,4 triliun melampaui target APBN 2023 (106,6 persen terhadap APBN atau 101,7 persen terhadap Perpres 75/2023), tumbuh kuat sebesar 5,9 persen dari realisasi tahun 2022. Yang perlu kembali dicatat, angka tersebut diraih di tengah gejolak perekonomian global yang sangat dinamis dan termoderasi harga komoditas.

Selanjutnya, penerimaan perpajakan didukung realisasi penerimaan pajak sebesar Rp1.869,2 triliun melampaui target APBN 2023 (108,8 persen terhadap APBN atau 102,8 persen terhadap Perpres 75/2023). Di sisi lain, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp286,2 triliun (94,4 persen dari APBN 2023 atau 95,4 persen dari Perpres 75/2023).

PNBP mencapai Rp605,9 triliun (137,3 persen dari APBN 2023 atau 117,5 persen dari Perpres 75/2023), atau tumbuh 1,7 persen dibandingkan realisasi tahun 2022. Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan Pendapatan Kekayaan Negara yang Dipisahkan, yang berasal dari dividen BUMN dan penerimaan SDA Non Migas, meskipun Pendapatan SDA Migas mengalami kontraksi akibat moderasi harga komoditas terutama minyak bumi.

“Bayangkan penerimaan pajak yang drop ke Rp1.072 triliun (pada 2020), kemudian merambat naik dan sekarang di Rp1.869 triliun. Kenaikan berturut-turut 2021, 2022, 2023 itu tiga kali growth yang tidak mudah dipertahankan. Karena 2021, 2022 itu pertumbuhannya itu sangat tinggi di atas 3 persen. Jadi kalau tahun ini kita masih bisa tumbuh 8,9 persen untuk penerimaan pajak, ini adalah sebuah upaya yang luar biasa dari teman-teman Pajak kita,” ujar Menkeu.

Belanja tembus Rp3.000 T

“Dengan pendapatan yang kuat ini, kita mampu untuk mendanai belanja negara yang tetap terjaga. Kita lihat target belanja kita di APBN 2023 adalah Rp3.061 triliun. Itu menembus angka 3.000 sejak tahun 2022. Realisasinya di Rp3.121 triliun, jadi lebih tinggi dari APBN dan Perpres,” terang Menkeu.

Tercatat, Belanja Negara mencapai Rp3.121,9 triliun melampaui alokasi APBN 2023 (102,0 persen dari APBN 2023 atau 100,2 persen dari Perpres 75/2023). Peningkatan tersebut dipengaruhi antara lain oleh pemanfaatan automatic adjustment K/L serta optimalisasi alokasi belanja guna melanjutkan berbagai proyek prioritas.

Realisasi belanja K/L yang merupakan komponen dari Belanja Pemerintah Pusat mencapai sebesar Rp1.153,5 triliun (115,2 persen dari APBN 2023 dan Perpres 75/2023). Peningkatan pagu belanja K/L antara lain untuk penebalan bansos, percepatan penanganan infrastruktur jalan daerah, pembangunan IKN dan persiapan pelaksanaan Pemilu. Sementara itu, Realisasi belanja non-K/L mencapai Rp1.087,2 triliun (87,3 persen dari APBN atau 83,5% dari Perpres 75/2023).

Realisasi Transfer ke Daerah tahun 2023 mencapai Rp881,3 triliun (108,2 persen dari Pagu APBN 2023 dan Perpres 75/2023), meningkat sebesar 8,0% dibandingkan pada tahun 2022. Peningkatan tersebut antara lain dipengaruhi oleh kinerja pemerintah daerah, peningkatan alokasi DBH dan pembayaran kurang bayar DBH s.d. tahun 2022 dan peningkataan penyaluran DAK.

“Transfer ke Daerah realisasi sementaranya Rp881 triliun, ini juga tertinggi dalam sejarah Transfer kita. Lebih tinggi dari (target) APBN awal yang Rp814 triliun, yaitu 108 persen dari APBN maupun Perpres 75. Transfer jauh lebih tinggi terutama untuk Dana Bagi Hasil. Jadi, ini cerita APBN 2023 yang kita sebutkan tadi, the end of the journey semenjak pandemi, akhir dari perjalanan semenjak shock pandemi terjadi, ditutup dengan husnul khotimah kalau orang mengatakan cukup baik,” sampai Menkeu.

infografis: Tubagus P>

Defisit lebih kecil

Realisasi defisit anggaran 2023 mencapai Rp347,6 triliun atau 1,65 persen terhadap PDB, sejalan dengan kebijakan konsolidasi fiskal oleh Pemerintah di tengah tantangan ketidakpastian global. Menkeu menerangkan, dibandingkan defisit tahun 2022 yang mencapai Rp460 triliun, nominal defisit 2023 juga lebih rendah. Jadi, baik dari sisi persentase GDP maupun nominal, defisit 2023 lebih rendah.

“Dibandingkan 2022, 2021 tentu jauh lebih rendah karena itu adalah situasi pandemi. Kalau dibanding periode pre-Covid level yaitu 2019, kita lihat ya nominalnya hampir sama. Tahun 2019 defisitnya di Rp348 triliun, tahun ini Rp347 triliun. Namun, persentase terhadap GDP jauh lebih kecil karena GDP kita sudah naik selama 5 tahun terakhir. Jadi kalau tahun 2019 defisit Rp348 triliun itu 2,2 persen dari GDP. Tahun 2023 yang baru kita tutup, defisit Rp347,6 triliun itu 1,65 persen dari GDP,” Menkeu memaparkan panjang lebar.

Sementara itu, realisasi pembiayaan anggaran tahun 2023 mencapai Rp359,5 triliun (60,1 persen dari target APBN 2023 atau 74,9 pesen dari target Perpres 75/2023). Pembiayaan utang di tahun 2023 Rp407,0 triliun (58,4 persen dari target APBN TA 2023 atau 96,6 persen dari Perpres 75/2023). Pembiayaan APBN dilaksanakan dengan prudent dan mampu menjaga efisiensi biaya utang.

Pemerintah melanjutkan kebijakan pembiayaan investasi sebesar Rp90,1 triliun melalui antara lain penyertaan modal negara kepada BUMN dan investasi kepada BLU. Kebijakan tersebut ditempuh antara lain guna mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas SDM, perlindungan lingkungan hidup, dan meningkatkan peran serta Indonesia di dunia internasional.

Struktur APBN juga mencantumkan keseimbangan primer, yaitu selisih total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembiayaan bunga utang. Tahun ini, keseimbangan primer mengalami surplus sebesar Rp92,2 triliun.

“Keseimbangan primer kita tahun ini pertama kali surplus sejak 2012, dan surplusnya itu nggak kecil, Rp92 triliun. Saat kenaikan (pendapatan) yang luar biasa tahun lalu, keseimbangan primer masih negatif Rp74 triliun. Dan defisit (tahun 2023) kita jauh lebih kecil jauh di bawah 2 persen, yaitu 1,65 persen dari GDP. Dengan demikian, rasio utang kita dan utang kita insyaallah bisa terus terjaga dan dalam hal ini bisa dikelola dari sisi risiko maupun kinerjanya. Kinerja APBN 2023 yang sangat positif ini tentu akan menjadi bekal yang baik untuk menyongsong pelaksanaan APBN 2024,” terang Menkeu.

Pada akhir pemaparannya, Menkeu menggarisbawahi bahwa kinerja ekonomi Indonesia masih terjaga dengan pertumbuhan di kisaran lima persen. Pelaksanaan APBN 2023 mencatatkan kinerja positif, mampu memperbaiki pemerataan ekonomi dan kesejahteraan, juga tetap memberikan perlindungan bagi masyarakat, terutatama kelompok paling rentan.

“Jaga perekonomian 2024, situasi siklus politik dan geopolitik tidak akan menurun. Sekarang geopolitik seluruh dunia meningkat. Lebih dari 74 negara di dunia akan Pemilu, dan suasana ekonomi masih sangat lemah secara global. Indonesia harus bisa menjaga diri. Risiko global, regional, maupun domestik harus kita kelola dengan baik,” pungkas Menkeu.


Reni Saptati D.I.