Lindungi Indonesia dari Kejahatan Pencucian Uang

31 Juli 2022
OLEH: Reni Saptati D.I.
Lindungi Indonesia dari Kejahatan Pencucian Uang
 

Tahun ini Indonesia memegang presidensi G20. Satu fakta yang mungkin belum banyak diketahui khalayak, Indonesia ternyata satu-satunya negara anggota G20 yang belum menjadi anggota organisasi anti pencucian uang internasional yang bernama Financial Action Task Force (FATF).

Upaya-upaya agar Indonesia dapat masuk menjadi anggota FATF telah dilakukan sejak 2016. Namun, bukan suatu proses yang mudah dan singkat agar upaya tersebut mencapai tujuan. Sejak Juni 2019, Indonesia baru tercatat memiliki status sebagai observer FATF.

Pentingnya menjadi anggota FATF

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada acara penandatanganan Nota Kesepemahaman antara Kementerian Keuangan dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 22 Oktober 2021 pernah menyebutkan bahwa upaya untuk menjadi anggota FATF membutuhkan kesiapan secara nasional dari seluruh kelembagaan. Tak hanya itu, seluruh anggota FATF juga perlu memberikan  persetujuan dan dukungan.

“Keanggotaan Indonesia dalam FATF memiliki makna yang sangat penting guna meningkatkan persepsi positif terhadap sistem keuangan Indonesia dan perekonomian nasional. Yang tentu ujungnya adalah pada meningkatnya confidence serta trust dalam bisnis internasional dan iklim investasi di Indonesia,” tegas Menteri Keuangan kala itu.

Urgensi lain dari bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh FATF juga menjadikan Indonesia dapat memberikan kontribusi pada penentuan kebijakan strategis global terkait Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT).

“Sebagai salah satu kekuatan ekonomi besar dunia, sudah selayaknya bagi Indonesia berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan-kebijakan global strategis yang tentu dapat menentukan sistem keuangan internasional,” ujar Menteri Keuangan.

Gerakan memerangi tindak kejahatan ekonomi pencucian uang dan pendanaan terorisme mendapat perhatian besar dari pemerintah Indonesia. Dalam acara Peringatan 20 Tahun Gerakan Anti Pencucian Uang-Pencegahan Pendanaan Terorisme di Istana Presiden pada 18 April 2022, Presiden Joko Widodo menekankan tiga poin penting yang perlu dilakukan pemerintah.

“Pertama, kita perlu terus-menerus melakukan terobosan. Secepatnya melakukan transformasi digital yang mengadopsi regulatory technology, menemukan terobosan hukum atas berbagai permasalahan-permasalahan yang fundamental,” tekan Presiden.

Kedua, Presiden menyebut PPATK sebagai lembaga negara yang berwenang dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme juga perlu terus meningkatkan layanan digital.

“Caranya dengan mengembangkan platform-platform pelayanan baru, menyempurnakan terobosan layanan digital yang sudah dimiliki, mengembangkan pusat pelayanan digital yang lengkap terintegrasi dan real time, serta mampu melayani para pemangku kepentingan dengan cepat mudah tepat dan akurat,” terang Presiden.

Ketiga, seluruh Kementerian dan Lembaga termasuk PPATK sebagai focal point dan financial intelegence unit harus jeli dan mampu bergerak cepat. Instansi-instansi tersebut juga perlu memiliki kemampuan dan perangkat untuk menangani modus-modus baru tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme yang telah melewati batas-batas negara serta telah menjadi kejahatan internasional.

Untuk memastikan penegakan hukum yang berkeadilan, Presiden menilai perlu ada sinergi dan dukungan dari seluruh pihak, baik pemerintah, industri keuangan, maupun seluruh masyarakat. Sinergi juga dibutuhkan untuk meningkatkan upaya penyelamatan pengembalian dan pemulihan keuangan negara, memberikan kepastian hukum kepada investor baik dalam dan luar negeri, serta membangun sistem keuangan Indonesia yang lebih kuat, berintegritas, dan berkelanjutan.

Jalani proses penilaian

Pada 18 Juli hingga 4 Agustus 2022, Indonesia menjalani serangkaian proses penilaian atas kepatuhan terhadap penerapan prinsip APUPPT. Proses penilaian tersebut dikenal dengan istilah Mutual Evaluation Review (MER) dan dilakukan oleh FATF. Dalam siaran pers PPATK yang terbit 18 Juli 2022, PPATK menyebut sejumlah tim asesor FATF telah datang ke Indonesia dan siap menguji kepatuhan Indonesia.

Dalam acara pembukaan MER, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD selaku Ketua Komite Koordinasi Nasional Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme mengungkapkan berbagai persiapan dan konsolidasi tingkat nasional telah dilakukan oleh Indonesia baik di level tertinggi, yaitu menteri dan pimpinan lembaga, maupun di level teknis.

Ia berharap kepatuhan Indonesia terhadap rekomendasi FATF akan terus berdampak pada peningkatan efektivitas pencegahan dan pemberantasan TPPU, Pendanaan Terorisme, dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal di Indonesia.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Ivan Yustiavandana selaku Sekretaris Komite TPPU juga menegaskan Indonesia selalu berpedoman dan mematuhi seluruh rekomendasi FATF dan prinsip-prinsip APUPPT.

“Koordinasi, kolaborasi, serta sinergi antar pemangku kepentingan baik pihak pelapor, regulator, penegak hukum serta masyarakat selalu kami tegakkan untuk membangun sebuah gerakan APUPPT yang masif dan kuat,” ujar Ivan.

Terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui Indonesia dalam proses MER. Tahapan tersebut diawali dengan Mutual Evaluation (ME), yakni pengisian kuesioner pertanyaan dari FATF serta pengumpulan bukti dukung untuk meyakinkan tim asesor bahwa Indonesia telah menerapkan 40 rekomendasi FATF dan efektivitas implementasi.

Tahap berikutnya yaitu tim asesor akan berkunjung secara langsung (onsite visit) untuk bertemu dengan perwakilan dari Kementerian/Lembaga, Pihak Pelapor (Penyedia Jasa Keuangan, Penyedia Barang dan Jasa, Profesi), dan Non-profit Organizations (NPO) untuk mengkonfirmasi jawaban dalam kuesioner serta meminta dokumen tambahan bila diperlukan.

PPATK menerangkan fase onsite visit merupakan tahapan yang sangat penting karena Indonesia dapat menjelaskan dan meyakinkan tim asesor mengenai bagaimana komitmen dan upaya Indonesia dalam memperkuat implementasi anti pencucian uang, pendanaan terorisme, dan proliferasi senjata pemusnah massal.

Selanjutnya, tim asesor akan merangkum seluruh jawaban dan dokumen pendukung lalu menetapkan rating sementara dari hasil penilaian. Kemudian, mereka akan mengirimkan draf pertama hasil ME Indonesia serta memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk memberikan pendapat atas hasil penilaian sementara dimaksud. Proses ini akan terus berlanjut hingga draf kedua dan kemudian hasil ME FATF Indonesia direviu oleh negara-negara anggota FATF yang lain dan dibahas di sidang pleno FATF pada awal tahun 2023.

Ivan berharap selain mendapat penilaian yang baik dan patuh, Indonesia juga dapat diterima menjadi anggota penuh FATF. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk membangun langkah-langkah yang kuat dan komprehensif untuk melindungi integritas sistem keuangan dan perekonomian Indonesia.


Reni Saptati D.I.