Memperjuangkan Sang Makanan Harapan
Tempe. Sebongkah kacang-kacangan, umumnya dari kedelai, disatukan oleh jaringan cendawan putih. Bahan makanan yang merakyat. Seorang doktor ahli pangan muda, Amadeus Driando Ahnan-Winarno, PhD., tertarik mengangkat nama tempe agar tidak diremehkan dan bisa naik setinggi manfaatnya. Didukung kakek dan ibunya, Dr. F.G. Winarno dan Wida Winarno, PhD., generasi ketiga dari keluarga ahli pangan ini membentuk “Tempe Movement”. Simak petikan obrolan kami dengan Dr. Ando tentang advokasi tempe bersama gerakan yang ia rintis berikut ini:
Bagaimana latar belakang terbentuknya Tempe Movement yang diinisiasi oleh tiga generasi ahli pangan ini?
Tahun 2014 saya terobsesi dengan bodybuilding. Saya mencoba berbagai macam protein dan sebagai mahasiswa bioteknologi pangan, saya mencari alternatif (sumber protein) lain. Dari tumpukan artikel ilmiah yang saya baca, tempe punya potensi. Saya kaget juga. Tempe ada terus di sekitar kita dan malah dianggap makanan rendahan. Padahal, tempe menciptakan dampak baik untuk masyarakat. Sebuah pilihan makanan yang lebih sehat terjangkau dan ramah lingkungan.
Saat itu ibu saya mengambil S2 di tempat yang sama. Kakek saya dosen di sana. Suatu hari kami ngobrol di meja makan membahas keunggulan tempe yang didukung bukti ilmiah menggunung. Kami memutuskan bertindak. Terselenggaralah “International Conference of Tempe” pada Februari 2015. Ternyata dukungannya banyak sekali, tidak hanya dari pihak ilmiah. Akhirnya kami memutuskan untuk mewadahi kolaborasi ini. Nah, itulah cikal bakal Tempe Movement.
Apa keunggulan tempe yang belum banyak disadari oleh masyarakat?
Kalau kita bandingkan dengan daging sapi, kadar protein dan energi tempe bisa sama atau lebih tinggi. Seratnya jauh lebih tinggi, begitu juga kandungan kalsiumnya. Lemak jenuh dan garam di dalamnya jauh lebih rendah. Sedangkan kandungan zat besinya itu sama.
Keunggulan lain adalah proses produksi tempe ramah lingkungan. Satu megajoule energi menghasilkan kurang lebih 4 gram daging sapi. Sementara tempe empat kali lipat lebih efisien, menghasilkan 17 gram. Untuk keluaran gas rumah kaca dalam satuan kilogram karbondioksida, menghasilkan sekitar 7 gram protein daging sapi. Pada tempe terjadi 20 kali penghematan dan menghasilkan 160 gram. Harga, bisa 8 kali lebih murah.
Apa saja kegiatan yang dilakukan “Tempe Movement”?
Awalnya adalah edukasi masyarakat melalui sosial media. Kami lalu mengadakan pelatihan pembuatan tempe ramah lingkungan dengan mengurangi konsumsi air, waktu pemasakan, dan menggunakan hasil fermentasi lokal untuk mempersingkat waktu. Selain itu, ada pembinaan produksi tempe ke lembaga pemasyarakatan, rehabilitasi narkoba dan anak-anak putus sekolah. Harapannya agar masyarakat bisa membuat makanan sendiri dan menjadi lahan bisnis.
Kami juga mendukung pemanfaatan bahan baku lokal untuk pembuatan tempe, contohnya dari petani lokal di Grobogan. Banyak diplomasi pangan yang kami lakukan. Kami telah berkolaborasi dengan sekitar 13 negara. Kami menunjukkan bahwa tempe ini Indonesia banget. Alangkah baiknya kalau tempe digunakan sebagai salah satu identitas bangsa. Sekaligus, memposisikan Indonesia sebagai tempat asal makanan yang bisa menjawab kebutuhan era ini.
Apa bukti yang mendukung klaim tempe itu asli Indonesia. Lalu, bagaimana cara menjual produk tradisional ini di pasar global?
Dokumen tertua tempe ada dalam Serat Centhini yang disusun Pakubuwono V berdasarkan kisah kehidupan masyarakat Jawa di abad ke-17. Di situ disebut hidangan dari daerah Tembayat (Klaten, Jawa Tengah). Sambal lethok namanya, atau sambal tumpang yang bahan pembuatannya dari tempe.
Ada empat poin yang bisa kita tonjolkan saat “menjual” tempe. Satu, rasa. Kita sesuaikan apa yang mereka suka dan apa yang mereka belum tahu. Kedua, manfaat kesehatan. Tempe sebagai makanan nabati mengandung zat bioaktif yang memiliki manfaat kesehatan untuk penurunan risiko terkena penyakit kronis misalnya diabetes, alzheimer, jantung, paru, pencernaan dan lainnya, Ketiga, faktor ramah lingkungan, apalagi masyarakat kini lebih peduli lingkungan. Keempat, harganya murah.

Jadi, manfaat tempe ini karena bahan bakunya atau fermentasinya? Apakah penelitian untuk disertasi Anda juga membahas itu?
Dua-duanya betul bahan bakunya memberikan semacam modal lalu setelah difermentasi manfaat (tempe) ini meningkat. Proses fermentasi tempe membuat zat bioaktif ini semakin aktif, lebih banyak yang bisa diserap tubuh. Hal ini berlaku di berbagai macam kacang tidak hanya kedelai. Teknologi fermentasi tempe ini melipat gandakan khasiat kesehatan dalam suatu bahan pangan apapun.
Untuk disertasi, saya meneliti pengaruh tempe ke sel kanker dari hewan, tikus, dan manusia. Sel-sel tersebut di laboratorium saya bandingkan dengan diberi makan ekstrak kedelai dan ekstrak tempe. Hasilnya konsisten bahwa setelah jadi tempe, ekstrak ini semakin kuat untuk menghambat pertumbuhan sel kanker.
Apa harapan Anda untuk Tempe ke depan?
Kami sangat mengupayakan agar tempe terpilih menjadi UNESCO Intangible Heritage Asset dari Indonesia. Saat ini pengusulan tempe berada pada prioritas kedua setelah gamelan. Ini perjuangan kami dengan PATPI (Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia) dan juga dengan Forum Tempe Indonesia.
Kami berjuang bersama, supaya dibalik layar tetap ada yang melobi pemerintah. Di depan layarnya, kita harus mencerminkan bahwa tempe itu populer dan sangat dibutuhkan masyarakat, ada urgensinya. Dari beberapa warisan budaya kita, berapa banyak yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup atau keselamatan hidup orang? Tempe ini selain warisan budaya juga menjadi makanan yang bisa membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat lebih sehat .