Pengawasan Cukai di Negeri 5 Dimensi

16 Juli 2024
OLEH: Irfan Bayu Pradhana
Pengawasan Cukai di Negeri 5 Dimensi
 

Palu adalah ibukota provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Kota Palu yang terkenal dengan sebutan “Negeri 5 Dimensi” ini mempunyai banyak cerita. Kementerian Keuangan hadir untuk melayani masyarakat di seluruh Indonesia, tak terkecuali di bumi Sulteng, salah satunya adalah instansi bea cukai dengan Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai tipe madya Pabean C Pantoloan sebagai perwakilannya.

FotoKecilPotKanJuli24V1.JPG

Bentang Wilayah Layanan dan Pengawasan

Sulawesi tengah adalah provinsi wilayah terluas di antara provinsi yang ada di pulau Sulawesi. Dengan luas 61.841,29 km², sulteng juga menjadi provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua setelah provinsi Sulawesi Selatan. Bea cukai hadir melayani lewat Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai (KPPBC) tipe madya Pabean C Pantoloan. Wilayah kerjanya tak main-main. “Ini sebetulnya seluruh wilayah Sulawesi Tengah, kecuali Luwuk dan Morowali. Saya membawahi ada 7 kabupaten kota di sini, mulai dari kota Palu sendiri, kemudian Donggala, Parigi, Sigi, kemudian Tolitoli dan Buol. Itu wilayahnya kurang lebih 35.000km2, mungkin seluas Jawa Timur kali ya. Tapi ini hanya diawasi oleh satu kantor pelayanan tipe C di BC. Tapi itu merupakan satu hal yang harus saya lakukan dengan penugasan di sini,” kata Kepala KPPBC Pantoloan, Krisna Wardana.

Dengan wilayah kerja yang cukup luas, Krisna, sapaannya, memiliki 33 anggota, 4 orang kepala seksi, 9 fungsional, dan 19 pelaksana, yang membantu melaksanakan tugasnya. Suatu tantangan tersendiri bagi Krisna untuk bisa memanfaatkan anggotanya secara efektif. Bayangkan saja, untuk ke Buol butuh 15 jam perjalanan dari kantor, dan untuk ke daerah Parigi atau Sigi dan sekitarnya butuh waktu 4 sampai 5 jam. Krisna menggunakan taktik meletakkan informan-informan terpercayanya di daerah yang sulit dan jauh dan itu cukup membantu anggotanya dalam melakukan pengawasan.

Sedangkan untuk ekspor impor hanya ada di dua tempat yaitu di Pelabuhan Pantoloan dan Pasang Kayu. Uniknya, Pasang Kayu adalah wilayah yang masuk ke Sulawesi Barat. “Itu sedikit berbeda karena di Sulawesi Barat hanya ada kantor BC Pare Pare dan jarak dari Pasang Kayu ke Pare-Pare mungkin sekitar 8 jam sedangkan ke Pantoloan hanya 3 jam sehingga pengguna jasa di Pasang Kayu memilih untuk dilayani oleh BC Pantoloan. Kebetulan di sana ada ekspor CPO sehingga itu menjadi salah satu penerimaan kita buat BC Pantoloan,” terang Krishna yang sebelumnya mengemban tugas di daerah Bogor itu.

FotoKecilPotKanJuli24V2re.jpg

Narkotika dan Zero Tolerance

Sama halnya dengan daerah lainnya, di Sulteng sendiri ada dua pelanggaran yang sangat masif terjadi yaitu cukai hasil tembakau rokok serta narkotika. Krishna tegas memberikan arahan pada anggotanya untuk zero telorance terhadap semua pelanggaran tersebut. “Di sini banyak sekali beredar rokok polos dan rokok saltuk (salah peruntukan) dan salson (salah personalisasi),” ucapnya.

Untuk narkotika sendiri, Sulawesi Tengah menduduki urutan ke-empat dalam hal tingkat pelanggaran dan penggunaan narkotika di Indonesia. Jika dilihat posisi Sulawesi Tengah yang tidak berbatasan langsung dengan wilayah luar negeri menjadi hal yang tak terduga dengan tingginya tingkat pelanggaran narkotikanya. “Tapi kami Alhamdulillah teman-teman di unit pengawasan-penindakan bisa melakukan penindakan sampai 7 kali di tahun ini saja, tahun 2024. Dan itu suatu prestasi yang membanggakan menurut saya. Kinerja dengan anggota penindakan dan pengawasan yang mungkin hanya 7 orang, tapi kita bisa melakukan tindakan dengan baik terhadap narkotika,” kata Krishna dengan bangga.

FotoKecilPotKanJuli24V3.JPG

Merawat Sejarah

Sebelum Kantor bea cukai (BC) saat ini berada di Pantoloan, bea cukai memiliki kantor inspeksi tipe B yang berada di daerah Donggala. Wilayah tanjung Donggala merupakan titik terluar pulau Sulawesi jika berbatasan dengan Tawau di Malaysia. Sejak tahun 60-an, kantor inspeksi Bea Cukai telah eksis mengawasi perlintasan barang antar pulau, sebelum sekarang BC hanya mengawasi ekspor-impor, dulunya kantor tersebut mengawasi juga pergerakan antar pulau. “Nah, makanya kantor Bea Cukai Donggala atau dulu disebut KINSP Donggala (kantor inspeksi Donggala) itu ada di kota Donggala sampai dengan tahun 84 (1984),” cerita Krishna.

Setelahnya, Donggala dianggap kurang bagus untuk perekonomian, sejalan dengan Provinsi Sulteng yang makin berkembang. Pada akhirnya kantor tersebut ditutup dan dipindahkan oleh pemerintah ke Pantoloan dan dibangun juga Pelabuhan Pantoloan. “Waktu itu namanya kantor Bea Cukai Pratama. Masih tipe D, waktu itu dipimpin oleh kepala seksi eselon 4. Kemudian kemarin ketika perubahan nomenklatur (2013), (ada) perubahan kantor menjadi Tipe C,” ungkap sosok yang sudah setahun menjabat tersebut.

Pemerintah Belanda membangun kantor itu sebagai salah satu kantor untuk mengawasi perdagangan antar pulau. Dahulu Bea Cukai disebut dengan istilah “Douane” atau bea cukai dalam bahasa Belanda. Krishna tak langsung melupakan bangunan yang sudah dibuat sejak masa kependudukan Belanda tersebut. Krishna menempatkan anggotanya untuk rutin membersihkan dan merawat “heritage” tersebut. Gedung itu juga menjadi tempat singgah anggota yang akan bertugas ke daerah Pasang Kayu, salah satu daerah pengawasan BC Pantoloan. Kantor BC Donggala itu juga jadi saksi bisu ketika terjadi tsunami besar yang menghantam daerah teluk Palu pada 2018 silam. Bencana hebat yang langsung meruntuhkan sebagian besar pesisir Sulawesi tengah itu juga menghantam bangunan tua itu. Namun, bangunan itu tetap berdiri dengan kokohnya sampai saat ini walaupun jaraknya hanya beberapa meter saja dari bibir pantai. Krishna berharap bangunan itu bisa direvitalisasi dan dimanfaatkan. “Mungkin nanti bisa jadi salah satu icon Provinsi Sulawesi Tengah ya sebagai salah satu bangunan heritage,” harap Krishna.

FotoKecilPotKanJuli24V4.JPG

Jalinan Sister Office

Lingkup daerah pengawasan yang luas serta SDM yang terbatas membukakan pintu KPPBC Pantoloan untuk melakukan banyak sinergi. Saudara dekatnya, Pangkalan Sarana Operasi (Pangsarops) Bea Cukai Pantoloan, yang berlokasi tak jauh dari kantor jadi tempat bekerja sama. Kedua kantor tersebut saling bersinergi dan membantu. Pangsarops yang memiliki jumlah pegawai jauh lebih banyak seringkali membantu dalam proses pengawasan.

“Ketika turun patroli biasanya ada jeda waktu 2 minggu, kadang 3 minggu di darat. Nah, itu saya mencoba komunikasi dengan Pak Kapang (Kepala Pangkalan), mencoba komunikasi dengan Pak Kanwil (Kepala Kantor Wilayah), dan diizinkan untuk meminta bantuan tenaga mereka. Itu luar biasa,” jelas Krishna. Namun karena jenis pekerjaan yang berbeda, teman-teman Pangsarops harus dibekali ilmu teknis terlebih dahulu sehingga dapat bekerja dengan baik.

Peningkatan kompetensi antar anggota KPPBC dan Pangsarops menjadi program yang sangat bermanfaat. “Dan itu mudah-mudahan ke depan bisa jadi role model kantor-kantor BC lain yang kekurangan pegawai atau mungkin kantor-kantor lain di Kementerian Keuangan yang kekurangan pegawai jika ada sister office, saudara kantor di dalam satu kota. Apalagi kita sekarang cross function, jadi bisa saling membantu. Tapi syaratnya satu: harus ditingkatkan dulu kompetensinya, dikenalkan dulu, setelah itu bisa menjalankan tugas. Ya itu win win solution,” jelas kepala KPPBC Pantoloan.

Selain dengan Pangsarops, sinergi juga dilakukan dengan kantor vertikal lain yang berada di Sulteng, khususnya kota Palu. Penyiapan materi perkembangan perekonomian daerah selalu dilakukan bersama yang kemudian dilanjutkan dengan konferensi pers untuk membagikan informasi tentang perkembangan ekonomi daerah khususnya provinsi Sulteng. “Bahwa ini loh kinerja Kementerian Keuangan di provinsi ini, berapa penerimaan kita, berapa mungkin yang nanti bisa menjadi bagi hasil untuk daerah provinsi itu, kemudian penyerapan anggaran dan lain sebagainya. Itu rutin kita lakukan secara formal dua minggu sekali,” terang Krishna. Selain hal yang berbentuk formal, sinergi juga tetap terjaga antar pegawai dengan sering dilakukannya kegiatan seperti olahraga bersama dan kegiatan lainnya.

Dalam internal kantornya, Krishna berharap seluruh pegawainya terus meningkatkan kemampuannya, dengan program “Ruang Belajar” yang dia buat. Secara rutin Ruang Belajar diadakan dengan mengumpulkan seluruh pegawai untuk bersama mempelajari hal baru, mulai dari perpajakan, perdagangan internasional hingga kehumasan, dengan berbagai narasumber baik dari internal pegawai maupun dari profesional. “Keinginan saya adalah anggota yang ada sekarang ini mereka mau meningkatkan kompetensinya masing-masing dengan cara apa pun,” pungkasnya.