Pungutan Cukai Kendalikan Impak Negatif

18 Maret 2024
OLEH: CS. Purwowidhu
Ilustrasi oleh Aditya Wirananda
Ilustrasi oleh Aditya Wirananda  

Cukai merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai.

Cukai tidak hanya berfungsi sebagai penghimpun penerimaan negara, namun juga menjadi instrumen fiskal dalam mengendalikan eksternalitas negatif.

Untuk itu, cukai diterapkan pada barang-barang tertentu yang konsumsinya perlu dikendalikan atau peredarannya perlu diawasi karena dapat berpengaruh buruk bagi kesehatan maupun lingkungan, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Saat ini, secara umum kita mengenal tiga jenis barang kena cukai yang terdiri dari etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau. Ke depan, dimungkinkan bertambahnya objek cukai baru seperti cukai plastik dan cukai minuman berpemanis dalam kemasan.

Dengan adanya pungutan cukai, masyarakat diharapkan akan melakukan pertimbangan lebih matang sebelum melakukan konsumsi. Pembatasan akses barang kena cukai juga akan mengurangi keterjangkauan anak-anak di bawah umur untuk memperoleh barang tersebut.  

Dalam setiap perumusan kebijakan tarif cukai, pemerintah memperhatikan beberapa aspek antara lain aspek kesehatan, keberlangsungan tenaga kerja, penerimaan negara, dan dampak peredaran barang kena cukai ilegal.

Pengenaan cukai diperlukan untuk menurunkan prevalensi konsumsi barang kena cukai, rokok misalnya. Sebagaimana dipahami, kebiasaan merokok menjadi faktor risiko kematian terbesar kedua di Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat terdapat sekitar 225.700 orang meninggal setiap tahunnya di Indonesia akibat merokok atau penyakit yang berhubungan dengan zat-zat yang terkandung di dalam rokok.  

Cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok merupakan pungutan negara terhadap rokok dan hasil pengolahan tembakau lainnya, termasuk sigaret, cerutu, rokok daun, dan tembakau iris.

Di samping pungutan cukai, pemerintah juga mengenakan pungutan pajak untuk produk rokok. Berbeda dengan cukai rokok, pajak rokok adalah pungutan berdasar pada cukai rokok yang dipungut pemerintah. Objek cukai rokok adalah hasil olahan tembakau sedangkan objek pajak rokok adalah konsumsi rokok.

Terdapat dua jenis tarif cukai yang dikenakan pada rokok, yakni tarif berupa jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan barang atau gram hasil tembakau (spesifik) dan tarif berupa persentase dari harga dasar (ad valorem).

Adapun berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 Tahun 2022 dan PMK 192 Tahun 2022, tarif CHT untuk rokok ditetapkan naik rata-rata sebesar 10% pada 2023 dan 2024, sementara CHT rokok elektronik rata-rata 15%, dan hasil pengolahan tembakau lainnya rata-rata 6%.

Pemanfaatan penerimaan CHT salah satunya dituangkan dalam bentuk dana bagi hasil (DBH) yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau tembakau. Alokasi DBH CHT digunakan utamanya untuk bidang kesejahteraan khususnya buruh tani tembakau dan peningkatan kualitas maupun kuantitas layanan kesehatan masyarakat di daerah.

Penerapan kenaikan cukai rokok merupakan langkah tegas pemerintah dalam mengendalikan konsumsi dan produksi rokok. Kenaikan cukai rokok yang berimplikasi pada peningkatan harga rokok diharapkan dapat menurunkan keterjangkauan masyarakat terhadap rokok. Sehingga konsumsi rokok maupun prevalensinya juga akan menurun.


CS. Purwowidhu