Terapkan NLE, Tekan Biaya Logistik

1 Maret 2023
OLEH: Reni Saptati D.I.
Terapkan NLE, Tekan Biaya Logistik
 

Besaran biaya logistik menjadi salah satu tolak ukur daya saing ekonomi suatu negara. Sayangnya, fakta menunjukkan biaya logistik Indonesia lebih tinggi dibanding negara tetangga, bahkan menjadi yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Alarm kencang pun berbunyi bagi negara kita. Perlu terobosan besar untuk menekan biaya logistik, antara lain melalui penerapan National Logistics Ecosystem (NLE).

Data World Bank mencatat rasio biaya logistik terhadap PDB Indonesia pada 2020 menyentuh 24 persen. Sementara itu, pada tahun yang sama tercatat Vietnam 20 persen, Thailand 15 persen, Filipina 13 persen, dan Singapura hanya 8 persen. Berdasarkan data Bahagia SN, pada tahun 2013 Vietnam memiliki rasio biaya logistik terhadap PDB sebesar 25 persen, sedangkan Indonesia 27 persen. Tujuh tahun kemudian, Vietnam mampu melakukan efisiensi hingga besaran biaya logistik menjadi 20 persen.

“Sebagai negara kepulauan, by default biaya logistik Indonesia pasti akan lebih tinggi,” tutur Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Rudy Rahmaddi yang juga menjabat sebagai Ketua Pelaksana Harian Tim Teknis Pengembangan NLE kepada Media Keuangan. Namun demikian, Rudy menjelaskan ada beberapa penyebab lain sehingga biaya logistik Indonesia lebih tinggi dibanding negara tetangga.

Ia menyebutkan infrastruktur di Indonesia masih perlu terus dibangun. Di sisi lain, terjadi duplikasi dalam proses bisnis layanan pemerintah sehingga perlu dilakukan penyederhanaan proses bisnis. Faktor lainnya yakni adanya asimetris informasi terkait kebutuhan dan penyediaan jasa logistik.

“Ternyata semua bottle neck tadi akhirnya terakumulasi ke dalam biaya logistik Indonesia terhadap PDB yang ternyata paling tinggi di antara negara-negara tetangga. Nah, itu yang menjadi alarm untuk kemudian membuat langkah terobosan berbentuk /NLE,” tegas Rudy.

NLE merupakan ekosistem logistik yang menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen internasional sejak kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang. Penerapan NLE berfokus pada pertukaran data, penyederhanaan proses, serta penghapusan repetisi dan duplikasi. Upaya efisiensi tersebut didukung oleh sistem teknologi informasi yang mencakup seluruh proses logistik dan menghubungkan sistem logistik yang telah ada.

Instansi yang memberikan layanan di bidang logistik berkolaborasi dan memberikan satu wajah pemerintah kepada pelaku usaha. NLE mewujudkan kolaborasi lebih dari 15 kementerian/lembaga, lebih dari 50 platform logistik, perbankan, dan BUMN.

Kerja sama instansi pemerintah dan swasta melalui kehadiran NLE diharapkan mampu mendorong efisiensi logistik dan menunjang pembentukan iklim logistik nasional yang kompetitif.  Tak hanya itu, NLE juga diharapkan mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi berbagai daerah.

Langkah meningkatkan kinerja logistik nasional untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan daya saing perekonomian nasional melalui NLE tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2022 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional. (Foto:Humas Bea Cukai)

Mengubah tantangan jadi peluang

Langkah meningkatkan kinerja logistik nasional untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan daya saing perekonomian nasional melalui NLE tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2022 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional. Selama tiga tahun terakhir, pembenahan demi pembenahan terus dilakukan untuk menyempurnakan NLE.

Selanjutnya untuk masa 2023-2024, penyempurnaan NLE akan berfokus pada tiga aspek, yakni akselerasi penyelesaian target rencana aksi Inpres 5/2020, room for improvement, dan perluasan target pelabuhan implementasi NLE.

Saat ini, NLE telah diimplementasikan di 14 pelabuhan, yaitu Belawan, Pekanbaru, Batam, Pontianak, Balikpapan, Samarinda, Kendari, Palembang, Lampung, Merak, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, dan Makassar. Selain itu, Bandara Djuanda juga telah menjadi piloting bandara untuk penerapan NLE. Ke depannya, penerapan NLE akan diperluas dengan menambahkan 34 bandara dan 12 pelabuhan.

Dalam perjalanannya, penerapan NLE menemui sejumlah tantangan. Misalnya, tingkat implementasi teknologi yang tidak sama antarkementerian/lembaga. Sebagian ada yang manual, sebagian lainnya semi otomatis dan otomatis. Proses bisnis lintas kementerian/lembaga pun ada yang tidak sama sehingga perlu diselaraskan.

“Dalam konteks simplifikasi proses bisnis, kita perlu penyesuaian penyusunan regulasi. Kita identifikasi proses bisnis mana yang bisa kita efisienkan. Contohnya dari sepuluh menjadi tiga tahapan, mana yang pemeriksaan harus dilakukan, atau tidak dilakukan secara menunggu tetapi bisa paralel. Kalau disediakan tempat untuk pemeriksaan bersama, berarti kita bicara pembangunan infrastruktur,” terang Rudy panjang lebar.

Rudy mengakui sebagian infrastruktur serta sarana prasarana pelabuhan dan bandara masih belum ideal, baik di dalam kawasan pelabuhan/bandara maupun di luar kawasan yang menghubungkan antara sentra-sentra produksi dengan seaport/airport. Untuk itu, pembangunan infrastruktur juga menjadi salah satu poin yang terus dibenahi.

“Tantangan berikutnya adalah membangunkan pelaku usaha, kementerian/lembaga, juga DPR bahwa keterlibatan seluruh pihak di dalam rantai pasok logistik nasional dalam satu sistem ekosistem itu akan menguntungkan semuanya,” ujar Rudy.

Saat ini, NLE telah berkolaborasi dengan berbagai pihak, mulai dari kementerian/lembaga, platform logistik perbankan, serta badan usaha milik negara. Program NLE juga terdiri atas empat pilar, yakni simplifikasi proses layanan pemerintahan, kolaborasi platform logistik, kemudahan pembayaran, dan tata ruang. Seluruh pihak yang terlibat diyakini akan mampu mengubah tantangan menjadi peluang.

“Misalnya, ternyata ada ruang untuk memanfaatkan financing dari yang sebelumnya hanya menyediakan kemudahan pembayaran B to B. Jadi ini yang kita sebut sebagai mengubah tantangan menjadi peluang,” jelas Rudy.

Meskipun data menunjukkan efisiensi tercapai melalui NLE, Rudy mengatakan Kementerian Keuangan menargetkan efisiensi yang dihasilkan mampu mencapai 60-80 persen. Rudy berharap, biaya logistik mampu ditekan tidak hanya menjadi lebih efisien dibanding masa lalu, tetapi juga lebih kompetitif dibanding negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. (Infografis: Tubagus P)

Upayakan di bawah 20 persen

Untuk mengetahui bagaimana gambaran awal efektivitas penerapan NLE, pada tahun 2022 NLE bekerja sama dengan tim survei independen dari Prospera. Secara umum, persepsi pengguna jasa menilai adanya efisiensi program NLE. Berdasarkan laporan survei, efisiensi waktu dan biaya yang tercipta berkisar antara 24,6 persen hingga 49,5 persen. 

Berdasarkan data Lembaga National Single Window (LNSW) pada 2023, estimasi penurunan biaya timbun dan biaya penarikan untuk behandle/pemeriksaan mulai dari awal implementasi SSm Pabean Karantina pada bulan Juni 2020 sampai dengan Desember 2022 yaitu sebesar Rp191,32 miliar atau 33,48 persen. Sementara itu, rata-rata efisiensi waktunya mencapai 22,37 persen.

Meskipun data menunjukkan efisiensi tercapai melalui NLE, Rudy mengatakan Kementerian Keuangan menargetkan efisiensi yang dihasilkan mampu mencapai 60-80 persen. Rudy berharap, biaya logistik mampu ditekan tidak hanya menjadi lebih efisien dibanding masa lalu, tetapi juga lebih kompetitif dibanding negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.

“Kalau kita bicara angka, tentunya di bawah 20 persen, mungkin di kisaran 15 persen menurut saya sudah sangat kompetitif,” harap Rudy.

Selain target angka biaya logistik, Rudy menjelaskan dalam jangka pendek NLE juga diharapkan mampu dimanfaatkan oleh lebih banyak pelaku usaha. Menurutnya, meningkatkan utilisasi NLE oleh pelaku logistik atau platform akan mendorong manfaat dan peluang yang lebih besar baik bagi pelaku logistik maupun ekonomi nasional. Semakin banyak yang terlibat dari sektor swasta, semakin turun cost of fund, sehingga efisiensi yang terjadi akan semakin banyak diperoleh.

Rudy juga menjelaskan, selain mempermudah dan memperlancar arus barang, NLE akan diarahkan untuk mempermudah dan memperlancar pergerakan orang, misalnya dengan melibatkan pihak Ditjen Imigrasi. Untuk jangka menengah, penataan infrastruktur dan sarana prasarana pelabuhan/bandara akan dilaksanakan sehingga bisa mendorong efisiensi pergerakan logistik barang dan orang. Dengan demikian, NLE diharapkan benar-benar mampu menciptakan efisiensi logistik serta iklim logistik nasional yang sehat dan kompetitif.


Reni Saptati D.I.