Benih Devisa di Utara Pulau Dewata

16 Maret 2023
OLEH: Dimach Putra
Benih Devisa di Utara Pulau Dewata
 

Sorot mata Suitra nampak tajam memandang hamparan kolam-kolam di sekelilingnya. Di siang yang terik itu, pria berusia 63 tahun ini duduk santai berteduh di gubuk sederhana yang menjulang di antara kolam-kolam indukan bandeng miliknya. Tangan kanannya sesekali menyerokkan gayung ke dalam bak berisi pelet (pakan ikan). Sedetik kemudian, ia lemparkan isi gayung tersebut ke penjuru kolam tambak. Di dalam kolam, ratusan bandeng yang semula berenang lincah seketika meluncur dan berebut menuju titik di mana makan siang mereka mendarat di permukaan air kolam. Rutinitas tersebut ia ulang lagi dan lagi di siang yang cerah itu.

Awal yang sederhana

Pria bernama I Nyoman Suitra ini telah menjadi petambak nener, benih bandeng, hampir separuh hidupnya. Ia terlahir di sebuah desa pesisir bernama Penyabangan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. Meski kini sukses menjadi pengusaha tambak dan bahkan menempati posisi Ketua Perhimpunan Pembudidaya Perikanan Pantai Buleleng (P4B), latar belakang pria ini sangatlah sederhana.

”Saya cuma lulusan SD,” ungkapnya memulai cerita. Selepas menamatkan pendidikan dasar, Suitra tidak melanjutkan studinya ke tingkat lanjutan. Saat itu di desanya hanya ada SD saja. Sekolah lanjutan terdekat terletak di Singaraja, ibukota Kabupaten Buleleng. Suitra remaja lalu memulai petualangannya menjadi kernet. Beberapa tahun berlalu, ia pun banting setir menjadi supir.

”Di kampung dulu saking susahnya, kami cuma makan nasi jagung. Waktu itu saya cuma ingin makan enak, bisa makan nasi beras” jelasnya mengenai motivasinya menjadi raja jalanan. Seiring berkembangnya zaman, daerahnya kemudian banyak dilalui kendaraan ke Jawa. Hal ini membuatnya tertarik untuk menjadi supir angkutan ke Jawa. Rute antarpulau ini ia tekuni selama kurang lebih 5 tahun.

Bosan di jalanan

Setelah bertahun-tahun menjelajahi jalanan Bali hingga Jawa, Suitra kembali ingin mengubah nasibnya menjadi lebih baik lagi. Ia tertarik melihat potensi budidaya penetasan telur untuk benih ikan bandeng. Padahal, pria tamatan SD ini tidak memiliki dasar keilmuan maupun pengalaman dalam membuat dan mengelola tambak. Meski asli putra pesisir, Suitra sama sekali tidak familiar dengan dunia budidaya perikanan. Kedua orang tuanya merupakan petani yang berasal dari Karangasem. Daerah ini dulunya memang bukanlah kampung nelayan maupun lokasi budidaya perikanan seperti sekarang.

Justru karena inisiatif Suitra, daerah ini kelak berubah menjadi  penghasil utama benih ikan bandeng di pulau dewata. Di tahun 1995, Suitra memulai usaha kecilnya. ”Untung ada balai penelitian (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut) di daerah Gondol. Belajar dari situ ternyata bisa hidup, lalu kami kembangkan lagi,” kisahnya bersemangat. Saat memulai usahanya itu ia mengajak beberapa kerabatnya.

Suitra bertekad untuk membantu orang-orang terdekatnya dulu. Setelah memastikan keluarga dan kerabatnya bisa merasakan manfaat dari usahanya, ia bergerak lagi. Kali ini ia merangkul tetangga-tetangganya dan masyarakat sekitar. Baginya, berkat akan terasa makin nikmat jika dapat dirasakan bersama-sama. ”Yang penting bisa makan, bisa hidup semua, bisa bantu yang lain lagi,” tuturnya.

Kegigihan dan kerja keras tersebut kini berbuah manis. Sejak 2012  usaha yang dirintisnya bersama sang istri itu berstatus dan bernama CV Dewata Laut. Perusahaan ini mempekerjakan sekitar 150 tenaga kerja langsung dan bekerjasama dengan 500 petambak rumahan yang merupakan masyarakat setempat. (Foto: Resha A.P)

Perlahan berkembang

Diakui Suitra, pengembangan usahanya ini tidaklah semudah saat ia bermanuver di jalanan. Ia mengawali segalanya dari nol. Tanpa modal, ia hanya punya tekad untuk berusaha. Ia benar-benar harus terjun ke dalam kolam mengurusi segalanya. Lelah, pasti. Tak perlu lagi diucap. Tujuannya hanya untuk bertahan hidup dengan memastikan juga  apa yang dibudidayakannya bisa bertahan hidup juga. Perlahan tambak-tambaknya pun mulai menghasilkan rupiah.

Meski sudah bisa meraup keuntungan, Suitra tidak serta merta menghamburkannya. Sedikit demi sedikit pundi-pundi tersebut ia kumpulkan untuk kemudian dapat digunakan mengembangkan usaha untuk menyambung hidup lebih banyak nyawa. Atau, sekadar hanya sebagai cadangan jikalau usahanya sedang surut layaknya air laut yang tak selalu pasang. ”Namanya usaha, kadang ada anjloknya. Makanya kita harus siap,” pesannya serius.

Kegigihan dan kerja keras tersebut kini berbuah manis. Sejak 2012  usaha yang dirintisnya bersama sang istri itu berstatus dan bernama CV Dewata Laut. Perusahaan ini mempekerjakan sekitar 150 tenaga kerja langsung dan bekerjasama dengan 500 petambak rumahan yang merupakan masyarakat setempat. CV Dewata Laut bahkan masuk jajaran lima besar eksportir benih bandeng terbesar di Bali. Sekira 80% benih hasil budidaya tambaknya diekspor ke Filipina, Taiwan, Cina, India. Sedangkan sisanya dipasok ke pembudidaya bandeng lokal.

Untuk lokal yang mendunia

Suitra mengaku kebutuhan akan benih bandeng untuk dikirim ke pasar global sangatlah tinggi. ”Saat ini kita kekurangan terus. Permintaannya bisa sampai 50 juta benih per hari,” sebutnya membeberkan. Kebutuhan yang sangat tinggi itu bahkan belum bisa dipenuhi oleh Suitra dan teman-teman pembudidaya lain. Di musim yang bagus saja, tambak-tambaknya hanya mampu menghasilkan 5 juta benih. Sementara itu, rata-rata kapasitas produksi benih perhari CV Dewata Laut saat ini hanya satu juta saja.

Dalam usahanya memenuhi kebutuhan pasar, Suitra akhirnya berani mengambil bantuan pembiayaan. Salah satunya berasal dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Bantuan tersebut ia gunakan untuk belanja modal pengembangan usahanya. Secara bertahap ia menambah peralatan pendukung, pakan, pembuatan kolam-kolam baru dan lain sebagainya. ”Produksinya jadi meningkat dua kali lipat dari sebelumnya. Sangat-sangat membantu sekali!” ungkapnya penuh syukur.

Suitra berharap bahwa langkahnya ini dapat ditiru pengusaha-pengusaha budidaya benih bandeng lainnya. Menurutnya, tidak perlu takut mengambil bantuan pembiayaan seperti dirinya. Bagi Suitra, kuncinya adalah jujur dan ulet. Dana tersebut diputar sebagai modal meningkatkan produksi, bukan untuk kepentingan pribadi. Ia menyayangkan jika buyer akan berlari ke pemasok dari negara lain jika permintaannya tidak terpenuhi. Selama ini kepuasan mereka cukup tinggi, terbukti permintaan benih bandeng ini terus memiliki peningkatan potensi permintaan.

Penugasan khusus

Bukan hanya Suitra saja pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang mendapat suntikan pembiayaan dari LPEI atau Indonesia Eximbank. Ia hanyalah satu contoh dari ratusan kisah sukses penerima manfaat uang kita yang disalurkan ke pelaku UKM. LPEI adalah salah satu special mission vehicle (SMV) Kementerian Keuangan atau agen khusus yang menjalankan mandat untuk mendorong daya saing pelaku usaha, produk maupun jasa Indonesia ke pasar global.

Pemerintah memberikan penugasan Khusus Ekspor (PKE) kepada LPEI untuk menyediakan pembiayaan, penjaminan dan/atau asuransi untuk transaksi yang secara komersial sulit dilaksanakan tapi dianggap penting untuk mendukung kebijakan program ekspor nasional. Tak hanya untuk proyek strategis saja, dukungan kepada pelaku UKM sebagai tulang punggung perekonomian nasional yang berorientasi ekspor juga dilakukan sejak tahun 2020. Tugas tersebut berlandaskan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.409/KMK.08/2021 tentang Perubahan Atas KMK 372/KMK.08/2020 tentang Penugasan Khusus Kepada LPEI dalam Rangka Mendukung Sektor Usaha Kecil dan Menengah Berorientasi Ekspor.

LPEI bertugas menyalurkan pembiayaan ke pelaku UKM ekspor. Tidak ada batasan sektor ekonomi, komoditas (produk atau jasa), dan destinasi ekspornya terkecuali ke beberapa negara yang masuk daftar perhatian khusus. Hingga Januari 2023, LPEI telah menyalurkan pembiayaan PKE UKM sebesar Rp723 milyar kepada lebih dari 100 UKM berorientasi ekspor.

Selain bekal ilmu dan pengalaman, Suitra menekankan pentingnya pembentukan mental yang kuat bagi generasi muda. Hal ini dirasa penting untuk menciptakan pengusaha yang ulet, jujur dan mau bekerja keras. (Foto: Resha A.P)

Harapan untuk terus berjaya

Di usianya yang tak lagi muda ini, Suitra menitipkan harapan pada generasi penerusnya. Dengan terbuka, ia mau menerima siapa saja yang ingin datang belajar. Tak sedikit mahasiswa dan mahasiswi fakultas perikanan dari perguruan tinggi lokal yang datang padanya untuk berguru. Menurutnya itu perlu, sebab ilmu yang mereka peroleh dari buku-buku dan kelas juga perlu didukung pengalaman langsung di lapangan.

Selain bekal ilmu dan pengalaman, Suitra menekankan pentingnya pembentukan mental yang kuat bagi generasi muda. Hal ini dirasa penting untuk menciptakan pengusaha yang ulet, jujur dan mau bekerja keras. Bapak dua anak ini mengingatkan bahwa anak-anak muda harus mau hemat dan cermat. ”Jangan sampai baru dapat untung sedikit langsung dihambur-hamburkan, secukupnya saja,” pesan Suitra.

Ketua P4B ini berharap agar lebih banyak lagi masyarakat sekitar yang juga terciprat manfaat dan bisa hidup dari budidaya perikanan. Tak hanya dari benih bandeng saja, ia memiliki rencana  2-3 tahun ke depan dapat membuka kolam-kolam pembesaran bandeng untuk konsumsi. Selama ini kebutuhan akan komoditas tersebut dipasok dari Jawa. Potensi nya pun tak kalah menggiurkan dengan permintaan yang cukup besar.  ”Selama pasarnya luas, kita akan terus kembangkan. Biar semuanya bisa hidup, supaya nanti ada Suitra-Suitra lain yang lahir di Gerokgak ini,” tutupnya mengakhiri perbincangan hangat siang itu.


Dimach Putra