Gapai Visi Jadi Pusat Ekonomi Syariah Dunia

Wawancara
24 Desember 2021
OLEH: Dara Haspramudilla
Gapai Visi Jadi Pusat Ekonomi Syariah Dunia

 

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk adalah muslim, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Kepala Sekretariat Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Wempi Saputra mengenai strategi dan langkah KNEKS dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia.

Saat ini salah satu fokus pemerintah adalah menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah terkemuka di dunia. Apa alasan yang melatarbelakanginya?

Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar memiliki potensi pasar yang besar, tetapi tidak tergarap optimal. Padahal, itu bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Contohnya dalam konteks industri produk halal. Untuk teman-teman ketahui, eksportir besar produk halal di dunia itu justru Brazil dan negara-neagra lain yang populasi muslimnya tidak sebesar Indonesia. Selain itu, saat ini inisiatif pembangunan global berfokus pada yang sifatnya sustainable development goals (SDG). Ekonomi syariah sebenarnya juga memiliki nilai-nilai yang konsisten untuk SDG, hanya saja kembali lagi perkembangannya belum tergarap optimal.

Nah, inilah kemudian yang mendorong Indonesia untuk bisa mengoptimalkan peran dari kegiatan ekonomi syariah dan membentuk KNEKS. Bukan hanya sekedar menjadi salah satu pilihan, tetapi menjadi arus utama atau mainstream yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di ekonomi global dengan memanfaatkan populasi atau demand potential yang begitu besar di Indonesia maupun dunia.

Apa saja program-program yang disiapkan oleh KNEKS dalam upaya mencapai target Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah terbesar di dunia?

KNEKS memiliki Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI). Ini adalah pedoman lanskap ekonomi syariah nasional yang paling terkini. Nah, ada empat pilar yang diturunkan dari MEKSI yakni Pengembangan Industri Produk Halal, Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Pengembangan Dana Sosial Syariah, serta Pengembangan dan Perluasan Kegiatan Usaha Syariah.

Untuk pilar pertama yakni Pengembangan Industri Produk Halal diturunkan menjadi empat program. Pertama, Kodifikasi Data Industri Produk Halal, ini sebenarnya adalah bagaimana statistik dari produk halal di Indonesia bisa terkuantifikasi dan terintegrasi dengan transaksi perdagangan atau ekspor-impor. Kedua, Masterplan Industri Produk Halal, ini untuk rencana jangka menengah dan panjang dari rencana pembangunan nasional. Dengan demikian, afirmasi kebijakan di K/L akan semakin solid. Ketiga, Pembentukan Taskforce Lintas K/L untuk Percepatan Implementasi Sertifikasi Halal dengan fokus pada usaha menengah kecil (UMK). Kita mendorong UMK mendapat sertifikat halal sehingga dapat meningkatkan kapasitas dan penetrasi pasar dari UMKM. Keempat, Riset dan Inovasi produk Halal Berbasis Teknologi, contohnya riset terkait vaksin. Kita upayakan betul inovasi dan riset ini, bukan sekedar gaya-gayaan dan ini akan menjadi terobosan di tahun 2022.

Lalu, ada dua program yang diturunkan dari pilar kedua Pengembangan Industri Keuangan Syariah. Program pertama adalah Layanan Syariah Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang kemarin diluncurkan di Aceh. Ini merupakan kerja sama BP Jamsostek dengan Pemda Aceh dan dibantu oleh Dewan Syariah Nasional MUI. Jadi, ini adalah cabang dari layanan sosial yang ada dikembangkan untuk untuk pembiayaan di bisnis-bisnis syariah. Program kedua adalah Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Syariah. Pilotingnya untuk jalan lintas timur (Jalintim) di Sumatera Selatan dan Riau. Dalam kerja sama ini prinsip-prinsip syariah untuk jaminan dan pembiayaan diterapkan dan ini bisa juga digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang lain, misalnya rumah sakit atau sekolah.

Untuk pilar ketiga, Pengembangan Dana Sosial Syariah, ada dua program yaitu Transformasi Pengelolaan Wakaf Uang Nasional dan Transformasi Digital & Sustainabilitas. Pada 25 Januari 2021, diluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang yang merupakan platform alternatif untuk membuka dana sosial bagi masyarakat. Jadi, bukan untuk pemerintah, tetapi dari masyarakat untuk masyarakat. Lalu, untuk Transformasi Digital ini untuk industri keuangan mikro syariah seperti koperasi syariah, Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dan juga Bank Perkreditan Syariah (BPRS). Kita kembangkan transformasi digital agar lebih berdaya, mencari pasar yang lebih besar, dan mencari peluang investasi.

Pilar keempat yakni Pengembangan dan Perluasan Kegiatan Usaha Syariah memiliki lima program. Pertama, Sinergi Akselerasi Pengembangan UMKM Industri Halal di mana dibentuk cluster-cluster bisnis dan akan melibatkan pemda untuk mengembangkan UMKM. Kedua, Percepatan Ekspor UKM Industri Halal. Saat ini KNEKS sudah memiliki 16 negara tujuan ekspor produk halal potensial yang akan dipercepat dan dikembangkan bersama KADIN, Kemenkeu, Kemendag, Kemen BUMN, dan BI. Ketiga, Pusat Data Ekonomi Syariah (PDES) yakni pengembangan arsitektur agar data keuangan syariah lebih solid. Saat ini semua memiliki data, tetapi tidak terintegrasi. PDES ini akan menjadi backbonde dari data ekonomi syariah nasional. Keempat, Zona Kuliner Halal, Aman dan Sehat (Zona Khas) yang merupakan terobosan dalam kerja sama dengan kegiatan-kegiatan expo. Zona Khas ini juga berpotensi dikaitkan dengan kebijakan pemda dengan dukungan DAK Fisik sehingga akan ada zona kuliner spesifik yang bisa dikembangkan pemda. Kelima, Kelembagaan Ekonomi Syariah Tingkat Daerah yang sudah terbentuk task forcenya sebagai fasilitator program dan masuk kelembagaannya di dalam pemda. Dari sini kita akan mengetahui rekomendasi dari pembentukan task force tadi itu juga dikonfirmasi oleh Pemda sehingga nanti kegiatan untuk pengembangan ekonomi syariah di tingkat daerah menjadi lebih solid. 

Dari 13 program tersebut, apa saja capaian yang sudah dirasakan?

Kalau dari sisi riset ekonomi keuangan syariah, KNEKS berkontribusi dalam pembentukan Bank Syariah Indonesia (BSI). Peran KNEKS cukup aktif dalam konstelasi riset ekonomi bank syariah dan dampak dari penggabungan bank-bank syariah yang sudah ada. Jadi BSI itu, KNEKS memberikan kontribusi pemikiran dan juga ikut dalam berbagai pembahasan.

Lalu, kodifikasi produk halal. Ini datanya dimasukkan ke dalam pemberitahuan ekspor barang di Bea Cukai. Jadi, nanti kalau kita ekspor ke luar negeri, itu mereka sudah bisa identifikasi ini memang produk halal sebab sudah ada angka untuk kodifikasinya.

Kemudian ada juga pembentukan penyelenggara crowd funding. Ini adalah untuk fasilitatornya UMKM. Untuk pembiayaan. Crowd funding di bidang ini sudah dapat izin OJK sehingga nanti bisa menggantikan sukuk ataupun saham syariah khusus untuk pendanaan UMKM. Kemudian tadi yang sertifikasi halal sudah dilakukan, walaupun masih belum optimal, tapi sudah di-launching dan kemudian sekarang sedang disosialisasikan secara masif untuk sertifikasi produk halal.

Untuk piloting KPBU syariah di Jalan Lintas Timur Sumatera dan Riau juga sudah direalisasikan. Nilainya bisa sampai Rp1 triliun. Gerakan Nasional Wakaf Uang itu menjadi inisiatif pengembangan wakaf uang yang sekarang sudah berjalan di masyarakat. Itu juga core-nya ada di KNEKS.

Untuk kolaborasi program ini melibatkan banyak pihak dari kementerian, lembaga dan bahkan pemda. Apa saja strategi KNEKS dalam bersinergi?

Di sini, fokus sinergi yang ada untuk programnya KNEKS yang 13 program tadi. Jadi 13 program prioritas KNEKS itu sudah ada sinerginya secara spesifik kepada kementerian dan lembaga. Jadi, kalau misal kita lihat industri produk halal, itu kira-kira Kementerian Lembaga mana saja yang terlibat untuk memberikan bantuan, itu sudah kita mapping. Untuk kodifikasi, ada Kementerian Keuangan, Kementerian Lembaga. Keduanya nanti akan membantu untuk kode HS di dalam dokumentasi. Kemudian sistem informasi yang ada di LNSW. Lalu pelaporan data produk halal ekspor-impor juga terkodifikasi di DJBC, termasuk di BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal).

Secara industri, kita akan meminta bantuan BI, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan, sedangkan untuk yang sosialisasi pencatatan sertifikasi halal di dalam ekspor-impor, itu masuk ke dalam Kementerian Perdagangan, juga Kementerian Agama, dan ada di Kementerian BUMN.

Jadi memang sudah kita mapping bagian-bagian dukungan dari K/L dan mereka sangat suportif. Jadi K/L itu sangat banyak membantu bagaimana merealisasikan program ekonomi keuangan syariah secara nasional. Khusus pemda, baru 2 baik terkait task force untuk programnya maupun kelembagaannya sendiri untuk ekonomi di daerah. Ini masih banyak room for improvement yang akan digarap bersama dari KNEKS.

Berbicara soal ekonomi syariah banyak masyarakat yang mempersepsikan bahwa ini untuk masyarakat muslim saja. Apakah program-program tersebut inklusif untuk semua lapisan masyarakat?

 

Dalam konstelasi penyusunan program ekonomi syariah nasional secara platform ataupun tujuan sangat terkait dengan maqashid syariah. Prinsip-prinsip Syariah yang sifatnya umum yang disebut dengan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Jadi, dia tidak hanya kepada umat muslim, tetapi juga kepada umat lainnya. Kalau sifatnya secara khusus maqashid syariah itu juga perlindungan terhadap jiwa, terhadap harta, terhadap keturunan. Itu bagian kehidupan kita sebagai manusia harus memberikan manfaat setiap upaya, setiap pekerjaan, dan perilaku dengan hablumminannas. Ini tidak dibatasi hanya untuk kepada muslim saja. Jadi secara universal juga kepada nonmuslim. Selama ini, KNEKS itu mencoba meningkatkan literasi dan edukasi kepada masyarakat sehingga pengertian ekonomi syariah itu bukan hanya untuk muslim, tetapi untuk siapapun.

Terkait pariwisata halal, ada beberapa tantangan dalam implementasinya. Salah satunya bahwa pariwisata halal tidak sesuai dengan kearifan lokal mereka. Bagaimana KNEKS menyikapinya?

Di KNEKS kita memang sudah mendiskusikannya yakni ketika kita menggunakan label halal atau syariah maka akan muncul tantangan. Padahal, itu bukan untuk memberi labelisasi, tetapi lebih kepada nilai-nilai kebaikan dari ekonomi keuangan syariah. Jadi, dibandingkan label pariwisata halal mungkin (ke depan) bisa diganti dengan pariwisata ramah muslim. Penting sekali labelisasi halal atau syariah itu kita ganti untuk memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa yang kita tonjolkan adalah nilai-nilai, bukan labelisasinya. Jadi siapapun bisa menghargai dari jasa pariwisata yang sudah ditawarkan.     

Apa saja tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia?

Dalam menjadikan ekonomi dan keuangan syariah sebagai arus utama atau mainstream tantangannya sangat besar, terutama dari sisi literasi atau membangun awareness masyarakat. Meski populasi muslim di Indonesia besar, tetapi Indonesia bukan negara agama melainkan negara demokrasi. Maka, peran pemuka agama menjadi sangat penting untuk membantu literasi ke masyarakat.

Kedua, tantangan dari sisi kapasitas sumber daya manusia (SDM). Kita fair saja, mana yang lebih menarik lowongan di bank konvensional atau bank syariah? Tentu saja bank konvensional. Ini kemudian membuat SDM untuk jasa perbankan syariah menjadi second class. Kapasitas SDM penting bukan hanya pada rekrutmen di awal, tapi juga pada saat pengembangan. Ini berkaitan dengan riset-riset syariah, produk syariah, atau pengembangan strategi dari ekonomi syariah yang di UMKM atau database.

Kemudian, dari sisi regulasi dan tata kelola yang merupakan bagian penting dalam meyakinkan adanya afirmasi kebijakan terhadap pengembangan ekonomi keuangan syariah. Oleh karena itu, dari 13 program prioritas kita usulkan agar terkoneksi dengan program-program yang ada di K/L sehingga tercipta sinergi agar tantangan regulasi dan tata kelola ini bisa sinkron.