Jalan Gelap Perbatasan

1 April 2022
OLEH: Aditya Wirananda
Jalan Gelap Perbatasan
 

Didirikan pada 1951, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Bengkalis telah melewati sejumlah perubahan organisasi. Terakhir, pada 2017, kantor ini naik kelas dari tipe Pratama menjadi Madya. Kantor ini berada 200 kilometer di sisi timur laut Pekanbaru dan 130 kilometer di sisi selatan Malaka. Rentang jarak yang tak seberapa ini memicu Bengkalis tumbuh menjadi salah satu jalur penting bagi pergerakan barang dari Indonesia menuju Malaysia atau sebaliknya.

Sudut Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Bengkalis. Sumber foto dok. KPPBC Bengkalis

Si Nona Muda

Ihwal mobilitas barang, terdapat istilah angkutan multimoda. Merujuk pada Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Bea dan Cukai, angkutan multimoda adalah angkutan barang dengan setidaknya dua moda angkutan dalam satu kontrak. Dalam metode ini, pihak pengirim barang dan pihak sarana angkut merupakan satu entitas. Sebaliknya, dalam metode non-angkutan multimoda, pihak pengirim barang dan pihak sarana angkut merupakan entitas terpisah. Secara singkat, metode non-angkutan multimoda berimbas pada mekanisme pelaporan barang yang akan dikirim. Selain pengirim mesti melaporkan sejumlah dokumen, barang itu juga akan diperiksa sebelum berpindah ke sarana angkut untuk memastikan kesesuaian barang yang dikirim dan barang yang diangkut.

Di Bengkalis, prosedur ini menjadi tantangan bagi pihak pengirim barang- -dalam hal ini, eksportir. Ony Ipmawan, kepala KPPBC Bengkalis menuturkan bahwa selama ini di wilayah Bengkalis, pengiriman dokumen administrasi kerap menjadi kendala. “Biasanya teman-teman (eksportir) itu ekspornya itu daftarnya di Pekanbaru tapi muatnya ada di Bengkalis,” tutur Ony. “Itu harus bawa dokumen dari daratan Sumatera,” ia melanjutkan, “dia kan harus nyebrang ke pulau Bengkalis,” tuturnya. Dari Pekanbaru, eksportir harus menuju Pakning dengan waktu tempuh kisaran lima jam. Dari Pakning, mereka masih perlu menyeberang ke Bengkalis yang akan menandaskan waktu satu sampai dua jam perjalanan. Setidaknya ditinjau dari jarak dan waktu yang mesti dilalui oleh pihak eksportir, situasi ini cukup merepotkan.

Sebagai respons atas kendala geografis yang ada, KPPBC Bengkalis mengembangkan aplikasi Si Nona Muda, Sistem Non-angkutan Multimoda. Melalui keberadaan Si Nona Muda ini, eksportir tidak perlu mengantar dokumen ke Bengkalis. Dokumen dapat diserahkan melalui KPPBC Pekanbaru untuk kemudian diunggah ke peladen. Setelah dokumen terunggah, pihak KPPBC Bengkalis dapat mengunduh dokumen yang diperlukan untuk pengawasan.

Ony mengatakan, saat ini intensitas ekspor melalui angkutan non multimoda di Bengkalis masih terbilang besar. “Paling enggak setiap minggu pasti ada,” ia melanjutkan, “secara jumlah, Bengkalis saat ini meliputi hasil perkebunan dan kelautan. “Ada kelapa, ada pinang, terus sagu, udang, ikan juga kadang ada,” pungkas Ony.

Peluncuran aplikasi Sistem Non-angkutan Multimoda atau disebut Si Nona Muda. Sumber foto Dok. KPPBC Bengkalis

Jalan gelap perbatasan

Tak lagi rahasia, wilayah perbatasan adalah wilayah yang rentan bagi menyusupnya barang-barang ilegal. Demikian pula yang terjadi dengan Bengkalis. Bentang jarak yang sepelemparan batu dengan negara tetangga, mau tak mau berimbas pada tugas yang lebih berat menghalangi wara-wiri barang gelap. Pria kelahiran Pasuruan ini mengamini lara itu. “Ya memang ini ya, fakta memang ya,” tuturnya.

Ony berkisah, “Kalau nangkep narkoba di bandara itu kan, paling sepuluh gram, sekilo, kalau di sini ratusan, gitu. Saking masifnya seperti itu.” Ia mengatakan bahwa pesisir timur Sumatera adalah jalur yang dijadikan sebagai jalur masuk narkoba. Dari segi jumlah, barang haram yang masuk via jalur ini juga terbilang besar. Dalam beberapa bulan terakhir, KPPBC Bengkalis telah berhasil mengamankan puluhan kilogram narkoba. “Desember (2019) itu dapat 10 kilogram sabu, di bulan Februari (2020) itu 19 kilogram,” Ony mengisahkan, “Terakhir yang kemarin ada liputannya juga, ganja malah itu.” 

Situasi semacam itu tentu menjadi tugas berat bagi Ony dan tim sebagai salah satu pasukan benteng perbatasan. Sinergi dengan berbagai pihak tentu jadi prasyarat mutlak. Dalam operasi narkoba, KPPBC bermitra dengan Kepolisian dan BNN. “Kalau memang informasi bersama, misalnya dari BNN, kita bareng sama BNN. Kadang kita bareng dengan Polres sini (Bengkalis) atau juga dengan Bareskrim Jakarta ya,” tutur Ony.

KPPBC Bengkalis telah berhasil mengamankan puluhan kilogram narkoba. Sumber foto Dok. KPPBC Bengkalis

Tak hanya barang terlarang seperti narkoba, Ony mengatakan bahwa peredaran barang ilegal lain juga cukup masif terjadi di wilayahnya. Barang ilegal ini umumnya golongan barang elektronik dan tekstil. “Yang sering ditangkap kan HP, terus tekstil, pakaian bekas, nah itu. Ya seperti itulah,” tuturnya. Bahkan selama pandemi, alih-alih berkurang, pergerakan barang ilegal justru meningkat. “Mereka enggak libur, jadi di saat semua orang berlindung, dia (penyelundup) malah keluar gitu kan,” tuturnya. Pun, operasi saat pandemi juga lebih merepotkan petugas bea dan cukai. Sebab, mereka tetap harus gesit kendati dalam balutan APD (alat pelindung diri) lengkap. Ony bersyukur sebab operasi yang dijalankan selama pandemi ini tidak menjumpai resistensi yang berarti. “Kalau sampai ada perlawanan, lempar kembang api atau bom molotov, ya bahaya banget itu,” tutur Ony.

Ony berharap, KPPBC Bengkalis dapat ditopang dengan infrastruktur yang lebih memadai. “Contoh membangun radar atau apa gitu. Itu juga sangat kami perlukan,” katanya. Ia mengatakan bila radar itu sudah ada, nantinya dapat digunakan bersama dengan kantor bea dan cukai di sekitar wilayah Riau. Selain itu, Ony juga berharap adanya pelatihan rutin untuk menunjang pegawainya di lapangan.