Menjaga Keberlanjutan Pemulihan Ekonomi

Laporan Utama
14 Mei 2021
OLEH: CS. Purwowidhu
Menjaga Keberlanjutan Pemulihan Ekonomi

 

Pemulihan ekonomi nasional kian menguat. Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada kuartal I-2021 ekonomi tumbuh -0,74 persen (yoy). Penguatan ini sejalan dengan peningkatan pergerakan masyarakat. Perubahan mobilitas cukup tinggi terjadi di tempat belanja kebutuhan sehari-hari, dari -5,8 persen pada Februari 2021 menjadi 1,8 persen pada Maret. Namun menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, peningkatan mobilitas yang sudah hampir menyamai kondisi pra-pandemi tersebut belum sebanding dengan peningkatan konsumsinya.

Konsumsi rumah tangga selama ini menyumbang hingga 57 persen PDB. Secara agregat, didominasi konsumsi makanan dan minuman sebesar rata-rata 41 persen. Faisal memaparkan konsumsi masyarakat masih agak melambat. Berdasarkan Indeks Penjualan Riil (IPR) Bank Indonesia (BI), konsumsi ritel masyarakat kuartal I-2021 utamanya ritel barang tercatat masih terkontraksi cukup dalam -17,2 persen (yoy). Sementara, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengungkapkan daya beli masyarakat menengah bawah masih lemah terkonfirmasi dari tingkat pembelanjaan di jaringan ritel seperti Alfamart dan Indomaret. “Masyarakat yang belanja di harga produk-produk di bawah Rp50.000 itu makin lemah,” klaim Hariyadi.

Kendati demikian konsumsi rumah tangga sebagai kontributor utama pertumbuhan diprediksi akan jauh lebih baik pada kuartal selanjutnya. Faisal dan Hariyadi mengamini lonjakan pertumbuhan pada kuartal II-2021. Seiring dengan tren positif pertumbuhan ekonomi dan bertolak dari baseline kuartal II-2020 yang secara statistik terkontraksi sangat dalam. “Saya perkirakan sih di kisaran 4 persen di kuartal kedua,” kata Faisal.

 

Fokus jangka panjang

Untuk menjaga komponen konsumsi, Faisal berpendapat, upaya mengungkit daya beli sebaiknya diarahkan pada efek jangka panjang. Di samping tetap menjalankan program perlindungan sosial, pemerintah juga perlu menggalakkan sektor padat karya tunai yang berkelanjutan bagi masyarakat menengah bawah. Sehingga mereka bisa memperoleh pendapatan tetap. Padat karya tunai sektor perkebunan yang masif di hulu misalnya, dapat meningkatkan produksi dan menciptakan multiplier effect perluasan lapangan kerja hingga ke hilir. Tak hanya penciptaan lapangan kerja, program peningkatan keahlian untuk para pekerja menengah bawah juga diperlukan agar kualifikasi mereka bisa memenuhi standar pasar tenaga kerja. “Itu yang akan mendorong nanti income mereka bertambah,” ujar Faisal.

Sementara stimulus konsumsi yang diberikan untuk kalangan menengah atas menurut Faisal hanya akan berefek sementara. “Nggak banyak simulus yang cukup elastis untuk bisa mendorong konsumsi kalangan atas,” ucap Faisal. Karena penyebab utama tertahannya konsumsi menengah atas terletak pada pembatasan sosial dan faktor kepercayaan konsumen. Ia mengakui diskon PPnBM cukup ampuh mendongkrak penjualan kendaraan bermotor hingga 11 persen pada maret 2021. Meski begitu apabila diskon tersebut berakhir, penjualan mobil diprediksi akan kembali menurun. Faisal menganjurkan akan lebih efektif apabila stimulus diberikan dalam bentuk dorongan terhadap peningkatan ekspor agar produktivitas sektor otomotif lebih berkelanjutan. “Sebelum pandemi saja sudah lesu penjualan (mobil), jadi ada masalah di situ yang kita harus pecahkan terobosannya, untuk mendorong ekspor,” tuturnya.

 

Stimulus untuk usaha mikro misalnya harus dikawal lebih efektif karena UMKM didominasi oleh usaha mikro.

Tepat guna dan tepat sasaran

Tahun ini pemerintah mengalokasikan anggaran penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi (PC-PEN) senilai Rp699,43 triliun yang berfokus pada kesehatan, perlindungan sosial, program prioritas, dukungan UMKM dan korporasi, serta insentif usaha. Faisal menyarankan implementasi pemberian stimulus lebih tepat sasaran. Stimulus untuk usaha mikro misalnya harus dikawal lebih efektif karena UMKM didominasi oleh usaha mikro. Sejalan, Hariyadi menganjurkan pengamanan pasar dalam negeri dari produk impor yang tidak terverifikasi dapat lebih diperketat. Sehingga produk lokal bisa berjaya dan peluang pasar UMKM juga lebih besar.

Terkait pemberian stimulus antarsektor, Faisal menerangkan, tidak dapat disama ratakan, melainkan harus ada yang diprioritaskan. Karena intensitas imbas pandemi masing-masing sektor berbeda-beda. “Sektor pariwisata atau bisnis-bisnis yang terkait dengan pariwisata harus dapat stimulus lebih karena mereka yang paling susah pulih,” imbuhnya. Ia memandang langkah pemerintah memprioritaskan Bali untuk vaksinasi COVID-19 sudah tepat.

Hariyadi mengungkapkan hal serupa. Pemberian insentif sebaiknya disesuaikan kondisi sektor terdampak. Ia mencontohkan, insentif PPh 21 hanya berpengaruh positif bagi pekerja yang perusahaannya tidak terdampak pandemi. “Tetapi kalau untuk pariwisata misalnya, kayak di Bali itu gimana mau (menikmati) itu, orang mereka dijadwal mungkin satu minggu hanya masuk kerja satu hari,” katanya. Seraya menambahkan tantangan terbesar yang dihadapi dunia usaha terdampak pandemi yang perlu intervensi lebih dari pemerintah adalah terkait restrukturisasi kredit.

 

Tegakkan protokol kesehatan

Kunci pemulihan ekonomi menurut Faisal terletak pada konsistensi pengendalian penyebaran wabah COVID-19, bukan semata pada kecepatan dan masifnya vaksinasi. “Oke vaksinasi is a game changer agar herd immunity tercapai, tapi sebelum herd immunity-nya tercapai, ini perlu hati-hati,” lugasnya.

Pelonggaran mobilitas tanpa perhitungan yang tepat bisa berdampak pada terjadinya second wave pandemi laiknya yang terjadi di India, Brazil, dan Turki. Ia mengingatkan jangan sampai ada kebijakan-kebijakan termasuk stimulus yang justru kontraproduktif terhadap upaya penyebaran wabah tersebut. “Jadi harus tetap menjaga kehati-hatian. Nah, stimulus yang diberikan itu adalah dengan tidak melanggar prinsip itu tadi,” ujar Faisal.

Senada, Hariyadi menganjurkan penanganan COVID-19 lebih strategis agar masyarakat confident beraktivitas ekonomi kembali. Vaksinasi menurutnya perlu dipercepat dengan membuka peluang vaksin gotong royong. Di samping itu, ia juga berharap adanya pengendalian mobilitas yang lebih terarah dan terukur. Salah satunya melalui perluasan tes COVID-19 misalnya dengan GeNose di sentra-sentra ekonomi. “Dengan testing yang diperluas, itu akan memberikan peluang untuk pergerakan masyarakat,” pungkasnya.


CS. Purwowidhu