Optimalkan Peran Keuangan Sosial Syariah

Laporan Utama
15 April 2021
OLEH: Reni Saptati D.I.
Optimalkan Peran Keuangan Sosial Syariah

 

Pada tahun 2008, Indonesia memulai sebuah langkah besar. Untuk pertama kalinya, pemerintah menerbitkan instrumen pembiayaan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau juga biasa dikenal dengan sukuk negara. Sejak awal, penerbitan ini tidak hanya ditujukan sebagai sumber pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lebih penting lagi, sukuk negara merepresentasikan kehadiran pemerintah dalam mendukung perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dan pasar global. Bahkan, lebih jauh lagi, penerbitan sukuk negara merupakan langkah penting untuk mewujudkan transformasi sektor keuangan syariah di negeri kita.

“Saat ini sukuk negara telah menjadi salah satu instrumen pembiayaan dan investasi yang sangat signifikan,” ungkap Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Dwi Irianti Hadiningdyah. Berbagai lembaga keuangan syariah seperti perbankan syariah dan asuransi syariah telah menjadikan sukuk negara sebagai outlet investasi. Di pasar internasional, Indonesia menorehkan catatan sebagai frequent sovereign sukuk issuer.

Wanita lulusan University of Delaware tersebut menambahkan, sampai dengan 1 April 2021, total penerbitan SBSN telah mencapai Rp1.697,96 triliun dengan outstanding saat ini mencapai Rp1.048,18 triliun, baik melalui metode penerbitan dengan cara lelang, bookbuilding, maupun private placement.

Tak bisa dipungkiri, Indonesia memiliki potensi pengembangan ekonomi dan industri keuangan syariah yang sangat besar. Menjadi negara mayoritas muslim terbesar dan jumlah institusi keuangan syariah terbanyak di dunia, Indonesia memiliki modal besar untuk menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama institusi lain aktif terlibat sejak lama dalam penyusunan masterplan untuk pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Pengembangan instumen pembiayaan syariah merupakan salah satu bagian diantaranya.

Dalam aspek keuangan negara, berbagai inisiatif juga telah dilakukan oleh Kemenkeu untuk meningkatkan daya saing industri keuangan syariah, antara lain melalui penetapan kebijakan pembebasan perpajakan untuk pengelolaan keuangan Haji bagi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), penunjukan bank umum syariah sebagai bank operasional dalam pelaksanaan APBN, termasuk pembentukan rekening khusus SBSN Proyek yang juga dilakukan di bank umum syariah,” terang Dwi panjang lebar.

Dorong penguatan ekosistem syariah

Sukuk negara memiliki andil besar dalam pembangunan di Indonesia. Sejak 2013, telah diterbitkan project based sukuk untuk membiayai langsung berbagai proyek pembangunan. Dengan kata lain, sukuk tersebut langsung diarahkan untuk berbagai jenis proyek sehingga lebih jelas peruntukannya. Dwi menyatakan upaya inovasi terus dilakukan untuk mengembangkan sukuk negara agar pasarnya makin meluas, diantaranya penerbitan perdana Green Sukuk di pasar perdana internasional dan Green Sukuk Ritel untuk pembiayaan proyek pelestarian lingkungan hidup.

“Penerbitan Green Sukuk di global market tersebut merupakan penerbitan pertama di dunia oleh entitas negara, dan telah mendapatkan penghargaan internasional sebanyak 9 awards,” ujar Dwi.

Ia mengungkapkan, pada tahun 2018 pihaknya juga mengeluarkan inovasi penjualan sukuk negara ritel melalui mekanisme online. Melalui mekanisme tersebut, sukuk negara berhasil menjangkau lebih dari 472.802 investor individu di 34 provinsi dengan total investasi mencapai Rp243,59 triliun.

“Inovasi terbaru dari instrumen sukuk negara ialah Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), yang bertujuan untuk membantu otoritas wakaf, dalam hal ini Badan Wakaf Indonesia (BWI), untuk memasyarakatkan wakaf uang dan menyediakan pilihan investasi bagi nazir dalam mengelola dana wakaf uang,” Dwi menjelaskan.

Skema CWLS bukan muncul tiba-tiba. Pada event IMF-World Bank Annual Meeting yang diselenggarakan Oktober 2018, skema ini telah diluncurkan. Sekitar 1,5 tahun kemudian, pemerintah berupaya untuk mewujudkan komitmennya dalam langkah nyata. Penerbitan seri pertama CWLS dilakukan pada 2020 lalu melalui private placement dan berhasil mengumpulkan total investasi 1.052 wakif. Kemudian, pada 9 April 2021 lalu, pemerintah kembali membuka penawaran CWLS Ritel seri SWR002 kepada wakif individu dan institusi. Masa penawaran instrumen ini berlangsung hingga 3 Juni 2021.

“Melalui CWLS Ritel tersebut, pemerintah juga mendorong penguatan kelembagaan dan pengembangan ekosistem pengelolaan wakaf uang di tanah air, yaitu melalui optimalisasi peran kelembagaan BWI, nazir, dan lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang,” kata Dwi.

Nazir akan mengelola wakaf yang diinvestasikan di CWLS. Mereka telah membuat daftar proyek atau kegiatan sosial di bidang pendidikan seperti beasiswa, di bidang kesehatan seperti penyediaan sarana dan prasarana kesehatan gratis untuk duafa, serta pemberdayaan UMKM. Dwi mengharapkan instrumen CWLS ini akan terus berkemang dan menjadi salah satu instrumen utama untuk mendukung pemulihan ekonomi.

Aspek literasi masyarakat merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dalam pengembangan ekonomi syariah.

Kembangkan keuangan sosial syariah

Kepala Sekretariat Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Suminto menuturkan pemerintah menyadari adanya urgensi untuk mengembangkan sektor keuangan sosial syariah yang meliputi zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf). “Pengembangan tersebut terutama difokuskan untuk memperbaiki tata kelola keuangan sosial syariah agar dana sosial syariah tersebut dapat dikelola secara lebih efektif,” ungkapnya.

Menurut Suminto, sektor filantropi Islam ini berpotensi untuk terus dikembangkan karena sektor ini juga sangat strategis dalam mengurangi kesenjangan ekonomi di masyarakat, meningkatkan produktivitas ekonomi, serta menunjang pembangunan infrastruktur ekonomi dan keuangan syariah. Hal tersebut senada dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat acara peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang pada 25 Januari 2021 lalu. “Sektor dana sosial memiliki potensi besar dalam rangka mendukung upaya besar masalah pembangunan, kemiskinan, dan kesejahteraan masyarakat,” tutur Menkeu kala itu.

Momentum peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang diharapkan dapat meningkatkan literasi dan kesadaran masyarakat untuk berwakaf. Aspek literasi masyarakat merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dalam pengembangan ekonomi syariah. Hal tersebut juga diakui oleh Dwi Irianti Hadiningdyah, “Tingkat pemahaman masyarakat akan ekonomi keuangan syariah masih sangat terbatas, sehingga partisipasi belum optimal dan sangat mudah untuk terpengaruh dari adanya isu, baik itu pemberitaan maupun opini yang tidak benar terkait ekonomi keuangan syariah.”

Peningkatan literasi keuangan syariah merupakan salah satu syarat menuju keberhasilan peningkatan peran ziswaf di tengah masyarakat. Menurut Suminto, upaya peningkatan literasi keuangan syariah dapat dilakukan melalui penyelarasan kurikulum ekonomi syariah di perguruan tinggi dan berbagai bentuk sosialisasi.

“Dengan demikian, diharapkan peran sektor keuangan sosial syariah sebagai Islamic Social Safety Net pada level masyarakat dapat semakin optimal dalam mendukung dan komplementer dengan program-program pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi,” pungkasnya.


Reni Saptati D.I.