Benahi Sektor Logistik dengan Implementasi NLE

1 Maret 2023
OLEH: CS. Purwowidhu
Benahi Sektor Logistik dengan Implementasi NLE
 

Biaya logistik sangat berdampak pada daya saing, baik pengusaha maupun perekonomian negara secara keseluruhan. Bagi pengusaha, biaya logistik mempengaruhi ongkos produksi sehingga akan menentukan harga jual produk akhir. Sementara biaya logistik agregat akan mempengaruhi pasar ekspor dan impor di suatu negara.

Data Logistics Performance Index (LPI) yang dirilis oleh Bank Dunia sebagai indikator kinerja logistik antarnegara di dunia menempatkan Indonesia pada peringkat 46 dari 160 negara di tahun 2018. Posisi Indonesia masih jauh di bawah Singapura yang berada di peringkat 7, Vietnam di peringkat 39 dan Thailand di peringkat 41. Indonesia mendapat skor 3,15 dari skor tertinggi 5.

Biaya logistik Indonesia pada kuartal pertama tahun 2021 mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini relatif tinggi dibandingkan dengan biaya logistik di negara-negara kawasan ASEAN, seperti Malaysia yang hanya mencapai 13% dari PDB.

Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus mengatakan tingginya biaya logistik menjadi beban tersendiri khususnya bagi industri manufaktur. Hal tersebut akan mempengaruhi daya saing industri dalam memproduksi barang atau jasa. Lebih jauh, juga berdampak pada performa kinerja ekonomi secara makro.

“Nah, kalau dilihat dari komponen logistik itu sendiri yang paling besar adalah transportasi. Jadi biaya transportasi itu dominan ya dalam struktur logistik,” ucap Heri.

Sementara Wakil Ketua Asosiasi Logistik Indonesia Beny Syamrizal memprediksi pertumbuhan bisnis logistik Indonesia bisa mencapai 5-8% pada tahun 2023 sejalan dengan tren pertumbuhan ekonomi.

Tantangan sektor logistik

Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Capt. Hendri Ginting memaparkan beberapa kendala yang menjadi tantangan khususnya pada sektor transportasi dan logistik Indonesia.

Tantangan paling mendasar pada arus distribusi logistik di Indonesia yaitu kondisi geografis dan karakteristik lingkungan yang beragam. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan karakteristik dan kedalaman pelabuhan yang sangat bervariasi. Hal ini menyebabkan beberapa pelabuhan hanya dapat disinggahi oleh kapal-kapal dengan gross tonnage (GT) terbatas.

Kendala lain lanjut Capt. Hendri yakni belum meratanya pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana. Mengatasi disparitas tersebut, Kementerian Perhubungan menurut Capt. Hendri terus mengoptimalkan penataan pelabuhan dengan berkolaborasi bersama Badan Usaha Pelabuhan serta menerapkan skema pendanaan kreatif pada beberapa pelabuhan melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Senada, Heri dan Beny sama-sama mengungkapkan salah satu tantangan besar sektor logistik adalah belum meratanya infrastruktur konektivitas. Indonesia bagian barat dan timur misalnya memiliki kebutuhan maupun sumber produksi yang berbeda-beda. Sehingga upaya memperlancar arus barang dan jasa dari dan ke seluruh penjuru nusantara, melalui pembangunan konektivitas infrastruktur dengan mengedepankan efisiensi biaya logistik menjadi sangat penting.

Sebagai contoh apabila kapal gitu ya. Mereka mengirim barang ke Indonesia timur muatannya penuh. Tapi ketika kembali ke Indonesia barat (misalnya) ke Jakarta belum tentu muatannya penuh. Kenapa? Karena di Indonesia timur atau di daerah tujuannya itu mungkin belum ada hasil-hasil produksi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau oleh pasar di daerah Indonesia barat. Nah, inilah yang jadi tantangan ya. Sehingga ya tadi biayanya kan jadi lebih besar. Mereka hanya mengantar barang. Ketika kembali tidak menjual atau tidak mengirim barang yang ditujukan untuk dijual kembali,” papar Heri.

Sementara Beny memandang pembangunan infrastruktur yang memadai seperti Tol Trans Jawa dan Trans Sumatera misalnya sangat membantu dalam mengatasi kendala logistik multimoda.

Pemerataan pembangunan infrastruktur konektivitas diharapkan mampu memberikan kemudahan akses pengadaan bahan baku, barang modal, dan akses pemasaran, sehingga dapat mendorong efisiensi biaya logistik.

Pembenahan tata kelola sektor logistik juga membutuhkan sinergi antarpemangku kepentingan. Birokrasi berbelit, proses bisnis yang panjang, serta tumpang tindih aturan akibat banyaknya lembaga dan instansi terkait logistik yang beroperasi di pelabuhan misalnya menurut Capt. Hendri perlu disimplifikasi. Untuk itu, dukungan dari seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) terkait di pelabuhan sangat dibutuhkan.

Pembangunan konektivitas menjadi langkah penting penting dalam mengefisienkan proses bisnis logistik. Beberapa Pelabuhan menurut Capt. Hendri sudah mulai menerapkan digitalisasi layanan.

“Upaya tersebut terus kami lakukan secara intens dan massif agar tiap-tiap pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dapat semuanya terdigitalisasi dan terintegrasi dengan Kementerian/Lembaga lainnya,” ujar Capt. Hendri.

Pengembangan kapasitas sumber daya manusia (SDM) juga menjadi bagian penting dari kemajuan sektor logistik. Misalnya peningkatan kualitas SDM di bidang teknologi informasi (IT), bongkar muat barang, serta SDM terkait keselamatan dan keamanan kapal dan pelayaran sangat dibutuhkan untuk efektifitas pelayanan pelabuhan imbuh Capt. Hendri.

Hingga saat ini, NLE telah diterapkan pada 14 pelabuhan dan ke depan akan diperluas ke 34 pelabuhan serta 12 bandara. Sementara tercatat lebih dari 15 K/L dan lebih dari 50 platform logistik yang telah berhasil diintegrasikan melalui Indonesia National Single Window (INSW) ke dalam platform NLE di bawah pengelolaan LNSW Kementerian Keuangan. (Infografis:Tubagus P)

NLE jadi terobosan

Pemerintah membuat terobosan untuk mengefisienkan biaya logistik dengan menata kembali sektor logistik, salah satunya melalui pembangunan National Logistics Ecosystem (NLE)/ Ekosistem Logistik Nasional. National Logistics Ecosystem (NLE) merupakan sebuah platform digital layanan logistik dari hulu (kedatangan kapal) hingga hilir (warehouse/pabrik) dengan  memfasilitasi kolaborasi Kementerian/Lembaga, perusahaan terkait, serta pelaku logistik.

Dengan adanya kolaborasi digital dalam satu platform yakni NLE, pemerintah memastikan kelancaran pergerakan arus barang ekspor dan impor, maupun pergerakan arus barang domestik, baik antardaerah dalam satu pulau, maupun antarpulau. Penataan NLE diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional serta didukung dengan program Strategi Nasional pencegahan Korupsi (Stranas PK).

Hingga saat ini, NLE telah diterapkan pada 14 pelabuhan dan ke depan akan diperluas ke 34 pelabuhan serta 12 bandara. Sementara tercatat lebih dari 15 K/L dan lebih dari 50 platform logistik yang telah berhasil diintegrasikan melalui Indonesia National Single Window (INSW) ke dalam platform NLE di bawah pengelolaan LNSW Kementerian Keuangan.

Pembenahan layanan logistik melalui NLE melingkupi 4 (empat) pilar yaitu simplifikasi proses bisnis layanan pemerintah, kolaborasi platform logistik (penyedia transportasi, shipping, gudang, dsb), kemudahan pembayaran, dan tata ruang kepelabuhan.  

Heri memandang langkah pemerintah dalam meningkatkan logistic performance index (LPI) dengan cara membangun ekosistem sudah tepat.

“Jadi dalam menciptakan ekosistem logistik ini sangat baik ya. Artinya tidak hanya dalam satu aspek saja yang dibangun tapi menyeluruh, lebih komprehensif,” ucap Heri.

Sementara Beny mengamini pemanfaatan platform logistik seperti NLE sangat bermanfaat dalam mensimplifikasi layanan logistik. Salh satunya dapat mengurangi hidden cost seperti untuk pengurusan Surat Penyerahan Peti Kemas (SP2) atau Tila (dokumen untuk mengeluarkan barang dari Pelabuhan). Jika sebelum digitalisasi, messenger perusahaan perlu mengurus SP2 secara luring ke pelabuhan, sekarang tidak lagi karena semua bisa dilakukan secara daring.

"Kalau apakah NLE ini bisa menurunkan biaya logistik? Ya sangat bisa sih, apalagi kalau ekosistem di dalam NLE ini juga sudah lengkap dan berkomitmen dan juga terpercaya," ungkap Beny.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai salah satu pemangku kepentingan NLE Capt. Hendri menjelaskan berperan mengintegrasikan sistem perizinan dan layanan ekspor, impor dan logistik di lingkungan kerja Kemenhub dengan sistem NLE melalui INSW. Kemenhub juga bertugas melakukan penataan tata ruang kepelabuhanan dan jalur distribusi barang.

Untuk itu, Kemenhub telah mengintegrasikan aplikasi Inaportnet pada aplikasi Single Sub-Mission (SSM) Pengangkut yang dikembangkan oleh INSW. Aplikasi Inaportnet mengkolaborasikan beberapa pemangku kepentingan lain seperti Bea Cukai, Imigrasi, dan Kesehatan Pelabuhan. Inputan pada front end di SSM Pengangkut akan diteruskan ke masing-masing K/L untuk dilakukan approval Kemenhub.

“Ini mempermudah perusahaan pelayaran untuk melakukan input data kedatangan dan keberangkatan kapalnya. Baik untuk kapal asing maupun kapal Indonesia yang akan keluar negeri,” tutur Capt. Hendri.

Sementara untuk penataan pelabuhan, Kemenhub bersinergi dengan Badan Usaha Pelabuhan terkait dan melakukan perbaikan sarana prasarana di pelabuhan.

Heri berpendapat penataan pelabuhan penting dilakukan untuk meningkatkan performa logistik Indonesia karena pelabuhan merupakan infrastruktur konektivitas yang sangat dibutuhkan oleh pelaku industri.

Kalo misalnya pelabuhannya terlalu kecil atau ada dwelling time yang lama, tentu akan berpengaruh ke biaya logistik itu sendiri,” kata Heri.

Sementara Capt. Hendri menjelaskan digitalisasi layanan dan penataan ulang pelabuhan juga menjadi bagian dari reformasi birokrasi pelabuhan oleh Kemenhub guna memangkas biaya logistik.

“Dengan adanya digitalisasi diharapkan dapat mendukung transparansi proses yang sedang berjalan, mengurangi tatap muka sehingga meminimalisir adanya pungli di pelabuhan dan juga efisiensi dan efektivitas waktu di Pelabuhan,” jelas Capt. Hendri.

Untuk melaksanakan digitalisasi, Kemenhub juga melakukan integrasi dengan K/L terkait agar mempermudah penggunaan aplikasi di pelabuhan. Dengan menggunakan Single Sign On dan juga open API untuk pemangku kepentingan terkait akan semakin mempermudah integrasi data. Bukan hanya dengan sesama regulator, tetapi juga dengan Badan Usaha Pelabuhan, BUMN, maupun swasta.

Pembangunan NLE sebagai platform kolaborasi yang mengintegrasikan layanan logistik sangat menantang. Capt. Hendri menceritakan upaya penyelarasan proses bisnis agar dapat mengakomodir kebutuhan seluruh pemangku kepentingan menjadi tantangan tersendiri dalam pemetaan proses bisnis di NLE. (Infografis: Tubagus P)

Dorong performa logistik

Pembangunan NLE sebagai platform kolaborasi yang mengintegrasikan layanan logistik sangat menantang. Capt. Hendri menceritakan upaya penyelarasan proses bisnis agar dapat mengakomodir kebutuhan seluruh pemangku kepentingan menjadi tantangan tersendiri dalam pemetaan proses bisnis di NLE.

Selain itu, hal yang paling menantang adalah proses adaptasi pada saat implementasi aplikasi hasil kolaborasi di pelabuhan.

“Hal ini perlu kehati-hatian supaya tidak merugikan para pengguna jasa di pelabuhan. (Apabila) salah saat implementasi maka kapal akan tertahan di pelabuhan dan dapat menimbulkan demurrage (biaya kelebihan waktu berlabuh) yang merugikan bagi para perusahaan pelayaran” ungkap Capt. Hendri.

Karena itu, implementasi NLE membutuhkan persiapan matang serta payung hukum yang kuat agar tidak terjadi pelanggaran di lapangan, baik dari sisi regulator maupun dari sisi pengguna jasa.

Sementara Beny menyampaikan harapan agar sosialisasi pemanfaatan platform NLE terus dilakukan kepada seluruh pemilik perusahaan dan pelaku logistik. Sehingga semakin banyak penyedia jasa logistik dan pemangku kepentingan lainnya bergabung dalam platform NLE. Dengan begitu proses ekspor impor menurut Beny akan semakin mudah dan efisien karena bisa diakses hanya dalam satu platform.

Menurut saya sih dengan adanya NLE ini bagus ya. Karena kita lihat 60% pergerakan barang berpusat di Pulau Jawa, terus 20% di Sumatera, sisanya daerah lain. Di Indonesia, Jakarta sendiri aja mencatat sekitar lebih dari 7 juta shipment setiap harinya. Sehingga kalau seluruh pelaku bisnis di sektor logistik juga mau beradaptasi menggunakan teknologi dalam efisiensi, pengiriman, tentu itu akan sangat membantu banget,” ujar Beny.

Di samping itu Beny berharap fitur-fitur layanan NLE bisa terus ditambah sesuai kebutuhan pengguna dan disempurnakan, termasuk publikasi informasi prosedur layanan seperti perizinan ekspor impor. Begitu pula dengan stabilisasi infrastruktur jaringan, optimalisasi antarmuka platform, serta aspek keamanan data agar dapat terus ditingkatkan. Sehingga pelaku logistik makin terdorong bekerja melalui platform NLE.

Beny juga mengharapkan ke depan agar ada fitur pembiayaan di platform NLE mengingat tidak semua pelaku logistik adalah perusahaan besar. Contohnya pengusaha truk yang kebanyakan merupakan pelaku usaha menengah ke bawah. 

"Mungkin dengan adanya supply chain financing lah di NLE ini yang bisa membantu mereka untuk nalangin uang jalan dulu sambil nunggu biaya angkutnya dibayarkan oleh customer mereka, itu akan membantu mereka sama sekali," tutur Beny.

Di lain sisi, Heri mengungkapkan untuk meningkatkan performa logistik di Indonesia, di samping perlunya memprioritaskan pembangunan infrastruktur konektivitas sebagai upaya pengurangan biaya logistik, upaya lain yang juga perlu diperhatikan pemerintah dalam meningkatkan daya saing usaha dan perekonomian nasional adalah dengan menumbuhkan pusat-pusat ekonomi yang baru khususnya di Indonesia timur. Sebagai contoh, membangun kawasan industri yang bisa mengoptimalkan nilai tambah dari sumber daya yang dimiliki daerah lokal atau dikenal sebagai hilirisasi sumber daya alam.

Sehingga apabila ada kasus pengiriman kapal dari Indonesia barat ke Indonesia timur, nanti ketika kapal itu kembali ke Indonesia barat mereka sudah membawa barang-barang hasil produksi yang diproduksi di daerah timur,” ucap Heri.

Capt. Hendri menambahkan harapannya agar implementasi NLE berkesimbungan dan tidak berhenti saat semua target telah tercapai. Meski keberhasilan aplikasi ini belum dapat dilihat dalam jangka waktu yang singkat, namun menurut dia paling tidak dalam kurun 5 tahun ke depan signifikansi  kebermanfaatan NLE akan sangat terasa.

Di samping itu, simplifikasi proses bisnis pun Capt. Hendri berpesan harus terus ditingkatkan agar tidak terjadi tumpang tindih utilisasi dengan aplikasi yang telah berjalan tetapi sebaliknya justru dapat mendorong performa aplikasi yang telah ada sebelumnya.

“Dibutuhkan sinergi dan kolaborasi antar-K/L agar terlihat kekompakan pemerintah dalam memberikan pelayanan, menghilangkan ego sektoral masing-masing sehingga kemudahan bagi pelaku usaha betul-betul terwujud,” pungkas Capt. Hendri.


CS. Purwowidhu
ARTIKEL TERKINI