Optimis Pemulihan Ekonomi Makin Kuat di 2022? Ini Alasannya

15 Februari 2022
OLEH: CS. Purwowidhu
Optimis Pemulihan Ekonomi Makin Kuat di 2022? Ini Alasannya
 

Tahun 2021 merupakan tahun yang sarat tantangan dan dinamika. Meski demikian, bauran kebijakan fiskal maupun nonfiskal yang ditempuh pemerintah mampu memperkokoh fundamental domestik untuk menghadapi tantangan dengan lebih baik bahkan memperkuat laju pemulihan ekonomi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi nasional triwulan IV 2021 tumbuh mencapai 5,02 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy).

Secara triwulanan atau quarter-to-quarter (qtq), pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2021 dibanding triwulan III 2021 mampu tumbuh 1,06 persen. Pola ini berbeda dengan pertumbuhan triwulan IV di tahun-tahun sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan negatif. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2015-2019 rata-rata minus 1,7 persen.

Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan fenomena pola tersebut dikarenakan tingkat kasus Covid-19 yang amat tinggi pada triwulan III 2021 yang berdampak pada melambatnya aktivitas ekonomi akibat keterbatasan mobilitas masyarakat.

PPKM darurat di berbagai daerah di Indonesia pada Juli dan Agustus 2021 praktis mengerem aktivitas ekonomi selama setengah triwulan III 2021. PDB Indonesia tumbuh 3,51 persen (yoy) pada triwulan-III 2021 seiring menurunnya konsumsi dan aktivitas usaha di berbagai sektor. Namun langkah PPKM terbukti efektif menekan angka kasus harian Covid-19 yang pada puncaknya sempat mencapai sekitar 56.000 kasus per hari di pertengahan Juli dan turun hingga di bawah 1.000 pada akhir September 2021.

Keberhasilan pengendalian pandemi pasca merebaknya varian Delta di triwulan III 2021 mampu menguatkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha untuk kembali aktif pada triwulan IV 2021.

“Q4 (triwulan IV 2021) yang tumbuh cukup tinggi ini karena mengkompensasi seluruh kegiatan tertunda di Q3 (triwulan III 2021) karena kasus pandemi dan mobilitas penduduk yang terbatas,” ungkap Margo.

Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 mencapai 3,69 persen. Jauh lebih baik dibandingkan kondisi 2020 yang terkontraksi 2,07 persen. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan capaian tersebut sejalan dengan outlook Kementerian Keuangan.

Perekonomian Indonesia yang diukur menurut besaran produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp16.970,8 triliun pada 2021. Angka ini tertinggi dalam 10 tahun terakhir bahkan melampaui level pada periode sebelum pandemi. PDB per kapita Indonesia pun berhasil naik dari Rp57,3 juta di tahun 2020 ke Rp62,2 juta di 2021 atau US$4.349,5.  

Lebih dari itu, seluruh indikator kesejahteraan masyarakat menunjukkan arah perbaikan yang progressif. Program perlinsos dan perbaikan ekonomi berhasil menurunkan angka kemiskinan kembali ke level 9,71 persen per September 2021. Menguatnya aktivitas ekonomi juga menyerap tenaga kerja sebanyak 2,6 juta orang pada kurun Agustus 2020 hingga Agustus 2021.

Sumber data BPS. Infografis Aditya Wirananda

Laju pertumbuhan sisi pengeluaran

Efektivitas pengendalian gelombang varian Delta mampu mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 3,55 persen (yoy) di triwulan IV 2021 dan 2,02 persen di sepanjang 2021.

Margo menjelaskan komoditas terbesar yang mempengaruhi peningkatan konsumsi rumah tangga yaitu makanan dan minuman sebesar 40,73 persen diikuti transportasi dan komunikasi 20,68 persen serta perumahan 13,14 persen.     

Sementara, laju aktivitas investasi (PMTB) yang sempat tersendat juga kembali tumbuh positif 4,49 persen (yoy) pada triwulan IV 2021. Perbaikan laju pertumbuhan investasi tersebut menurut Febrio ditopang oleh keberlanjutan Program Strategis Nasional dan belanja modal pemerintah serta mulai membaiknya kinerja investasi sektor swasta. Secara kumulatif investasi kembali tumbuh positif 3,80 persen di 2021, setelah tumbuh negatif 4,96 persen di 2020.

Konsumsi Pemerintah juga mampu tumbuh 5,25 persen (yoy) di triwulan IV atau 4,17 persen secara tahunan 2021 seiring peningkatan realisasi belanja negara, khususnya akselerasi program vaksinasi, keberlanjutan program perlindungan sosial, serta pelaksanaan layanan publik pemerintah.

Dari sisi ekspor, laju pemulihan ekonomi global menjadi faktor pendukung utama terjaganya kinerja ekspor Indonesia, terutama yang bersumber dari ekspor nonmigas seperti olahan CPO, kendaraan bermotor, dan mesin. Pada triwulan IV 2021 ekspor kembali mencatatkan pertumbuhan tinggi mencapai 29,83 persen (yoy) dan 24,04 persen di sepanjang 2021. Catatan baik juga datang dari sisi impor yang tumbuh sebesar 29,60 persen pada triwulan IV 2021 dan 23,31 persen secara keseluruhan di 2021. Importasi barang modal dan bahan baku mendominasi pertumbuhan di sisi impor.

“Hal ini menunjukkan adanya peningkatan produksi domestik di periode selanjutnya,” kata Febrio.

Sumber data BPS. Infografis Aditya Wirananda

Sektor-sektor ekonomi menguat

Pemulihan sektor manufaktur kian menguat. Industri pengolahan sebagai penyumbang terbesar perekonomian Indonesia dari sisi produksi mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,92 persen pada triwulan IV 2021 atau 3,39 persen secara tahunan di 2021. Pemulihan permintaan dalam negeri dan peningkatan permintaan ekspor yang tinggi menjadi pilar pendorong signifikan bagi pemulihan sektor ini.

“Kalau kita perhatikan yang mendorong pertumbuhan di sektor industri pengolahan ini, yang pertama karena untuk industri alat angkutan itu tumbuh 22,61 persen. Itu sebagai akibat dari dampak insentif dari kebijakan pemerintah PPnBM,” ungkap Margo.

Penguatan sektor ini juga terlihat dari indikator Purchasing Managers’ Index (PMI) yang terus berada pada zona ekspansif di atas 50.

“Pemulihan yang berkesinambungan Ini diharapkan memperkuat basis pertumbuhan ekonomi nasional dan mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih besar dan berkualitas,” ucap Febrio.  

Sementara Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky mengatakan meskipun angka PMI Indonesia menunjukkan tren yang menurun pada triwulan IV 2021, angka 53,5 pada Desember 2021 tetap lebih tinggi dibandingkan negara lain, yaitu Malaysia (52,8), Vietnam (52,5), Filipina (51,8), dan Thailand (49,5).

“Hal ini menunjukkan pertumbuhan bisnis di Indonesia masih kuat dan menjanjikan,” tutur Riefky.

Pemulihan mobilitas masyarakat seiring melandainya pandemi di triwulan IV 2021 juga meningkatkan aktivitas sektor perdagangan yang mencapai pertumbuhan sebesar 5,56 persen (yoy) atau 4,65 persen di sepanjang 2021. Relaksasi perpajakan dalam bentuk diskon Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil masih berdampak positif terhadap perdagangan sektor otomotif. Tingkat penjualan mobil ritel berhasil tumbuh 53,9 persen (yoy) pada triwulan IV atau 49,3 persen di sepanjang 2021.

Begitu pula untuk perdagangan besar dan eceran bukan mobil dan sepeda motor juga tumbuh 4,75 persen. Didukung oleh peningkatan jumlah kunjungan ke tempat perbelanjaan dan kebutuhan sehari-hari, ritel, dan rekreasi.

Sementara dari sisi sektor penunjang pariwisata mulai terlihat sinyal positif perbaikan meski masih belum mencapai level sebelum pandemi. Peningkatan indeks keyakinan konsumen seiring pelonggaran pembatasan kegiatan masyarakat mendorong bangkitnya kembali aktivitas pariwisata di tengah pandemi.

Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh signifikan mencapai 7,93 persen (yoy) di triwulan IV 2021 dan 3,24 persen di sepanjang 2021. Sektor penyediaan akomodasi makan-minum juga tumbuh positif 4,95 persen (yoy) di triwulan IV 2021 dan 3,89 persen secara keseluruhan di 2021.

Meski demikian, Riefky mengingatkan bahwa sektor transportasi dan pergudangan serta akomodasi makan-minum merupakan sektor-sektor yang cukup rentan terhadap dinamika yang terjadi selama pandemi.

Berpadu untuk pemulihan

Margo menyampaikan adanya kombinasi antara perbaikan kesehatan, pemulihan mobilitas, dan stimulus fiskal mengakselerasi pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2021. Hal ini juga sejalan dengan berlanjutnya tren pemulihan ekonomi global.

Senada, Febrio mengungkapkan terjaganya keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional utamanya didukung oleh keberhasilan pengendalian pandemi, partisipasi masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan, dan vaksinasi. Di samping juga adanya efektivitas kebijakan stimulus fiskal serta sinergi yang baik antar otoritas dalam menjaga stabilitas dan percepatan pemulihan ekonomi.

APBN yang fleksibel dan responsif selama pandemi mampu menjaga keberlanjutan laju pemulihan ekonomi. Ketika gelombang Delta muncul, Pemerintah segera merespons melalui refocusing APBN 2021. Perluasan dan perpanjangan program perlindungan sosial serta dukungan bagi UMKM dan dunia usaha memampukan ekonomi tetap tumbuh positif pada triwulan III 2021.

Realisasi sementara Belanja Negara tahun 2021 mencapai Rp 2.786,8 Triliun atau 101,3 persen dari pagu. Sementara realisasi sementara Program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) 2021 sebesar Rp658,6 triliun atau 88,4 persen dari Pagu Rp744,77 triliun, lebih tinggi dibandingkan realisasi 2020 yang sebesar Rp575,8 Triliun.

Tetap terjaganya momentum pemulihan ekonomi juga memberikan efek positif pada penerimaan negara yang tumbuh sebesar 21,6 persen, terutama ditunjang oleh penerimaan perpajakan yang tumbuh 19,2 persen (yoy) atau mencapai 103,9 persen dari target APBN dan kembali pada level sebelum pandemi di 2019.

Sementara Riefky berpendapat, ekspor yang lebih tinggi akibat melonjaknya harga komoditas telah membantu pemerintah untuk mendapatkan tambahan kenaikan pajak ekspor pada tahun 2021. Selain itu, peningkatan nilai produksi minyak dan gas serta batubara juga mendorong penerimaan negara dan berhasil mencatat realisasi sementara PNBP sebesar Rp451,98 triliun pada tahun 2021 atau 51,57 persen dari target APBN 2021.

“Kenaikan harga komoditas juga berkontribusi terhadap defisit APBN 2021 secara keseluruhan yang turun menjadi 4,65 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 6,14 persen dari PDB,” ujar Riefky.

Kombinasi antara perbaikan kesehatan, pemulihan mobilitas, dan stimulus fiskal mengakselerasi pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2021. Sumber foto Shutterstock.

Optimis pulih lebih kuat

Berkaca dari kinerja perekonomian di tahun 2021, Febrio optimis kinerja perekonomian di tahun 2022 akan semakin kuat dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 5,2 persen. Penguatan investasi dan ekspor serta kelanjutan pemulihan konsumsi masyarakat menurut dia akan menyokong kinerja ekonomi 2022.

“Hal ini tentunya harus didukung oleh upaya pengendalian pandemi yang menyeluruh, termasuk dengan akselerasi vaksinasi secara masif. Selain itu, reformasi struktural juga harus terus diimplementasikan secara konsisten dan komprehensif,” ucap Febrio.  

Senada, di samping penguatan ekspor, percepatan pemulihan menurut Riefky juga didorong oleh kenaikan laju investasi. Realisasi foreign direct investment (FDI) yang tinggi menandakan pemulihan yang semakin kuat.

“Secara keseluruhan, total realisasi investasi pada tahun 2021 mencapai Rp901,02 triliun, melebihi target yang ditetapkan dalam RPJMN, yaitu 104 persen,” ujar Riefky.

Sementara dari sisi neraca perdagangan, Riefky menilai surplus perdagangan yang dibarengi dengan pertumbuhan impor yang positif menunjukkan bahwa ekonomi membaik, meskipun kecepatannya cenderung bertahap.

Perbaikan neraca perdagangan di masa pandemi Covid-19 berdampak positif pada transaksi berjalan yang mencapai surplus tertinggi sepanjang masa pada triwulan III 2021 yaitu sebesar US$4,5 miliar atau 1,49 persen dari PDB. Angka surplus ini tercatat sebagai nilai tertinggi dalam 12 tahun terakhir, dimana Indonesia sebelumnya selalu mengalami defisit transaksi berjalan.

“Surplus dalam transaksi berjalan diperkirakan akan bertahan hingga triwulan I 2022, tetapi dengan surplus yang lebih rendah karena harga komoditas yang sebelumnya melonjak mulai kembali normal,” ungkap Riefky.

Kinerja neraca perdagangan dan neraca berjalan yang kuat juga telah membantu Indonesia untuk mempertahankan arus modal dan Rupiah yang relatif stabil sepanjang tahun 2021.

Riefky memprediksi pada 2022 aliran modal di Indonesia akan tetap terjaga karena BI kemungkinan besar akan terus melakukan kebijakan moneter yang akomodatif di tengah tekanan inflasi global dan ekspektasi kenaikan suku bunga AS.

Menyinggung program normalisasi moneter yang lebih cepat dari perkiraan yang diambil oleh negara-negara maju sebagai langkah untuk mengendalikan inflasi, Riefky berpendapat normalisasi tersebut kemungkinan akan memiliki dampak yang relatif terkendali terhadap sektor keuangan Indonesia.

Selanjutnya, mencermati kinerja sektor perbankan, Riefky memperkirakan permintaan kredit akan terus berlanjut tahun ini seiring dengan pemulihan ekonomi domestik.

“Kami juga memproyeksikan industri perbankan tetap kuat dengan permodalan dan likuiditas yang cukup serta kualitas aset yang stabil,” kata Riefky

Terlepas dari peningkatan kasus positif harian Covid-19 akibat penyebaran varian Omicron, Riefky berharap kondisi perekonomian Indonesia lebih siap menghadapi gelombang Omicron karena tingkat vaksinasi yang sudah lebih tinggi serta pengalaman penanganan gelombang kedua pandemi di 2021.

Gelombang kedua Covid-19 di sisi lain menurut Riefky menggambarkan pesan yang cukup penting bagi perekonomian Indonesia. Salah satunya bahwa pandemi belum sampai pada akhir periode sehingga masih terdapat banyak risiko dari kemungkinan munculnya varian virus baru.

Dengan demikian, dia menilai rencana pemulihan ekonomi harus disusun secara matang demi menghindari dampak yang berkepanjangan tidak hanya di sisi ekonomi namun juga kesehatan dan sosial masyarakat

“Rencana agenda pemulihan yang tegas oleh Pemerintah dapat menghindari gejolak lain di sektor kesehatan, sosial, dan ekonomi. Oleh karena itu, PDB diproyeksikan tumbuh lebih tinggi sekitar 4,9-5,1 persen untuk keseluruhan tahun 2022,” jelas Riefky.

Selain itu, Riefky menilai rencana Kementerian Keuangan untuk memperluas penerbitan obligasi pemerintah tahun ini akan terus mendukung pemulihan ekonomi dan meningkatkan langkah-langkah kehati-hatian untuk mengantisipasi potensi gejolak tidak terduga di tahun 2022.

Sementara Margo yang memotret berbagai catatan peristiwa di sepanjang 2021 maupun triwulan IV 2021 menilai pemulihan kesehatan menjadi faktor penting dalam tahap pemulihan ekonomi. Dia berharap momentum pemulihan ekonomi bisa terjaga di tahun 2022.

“Dengan catatan kita semua harus sepakat bahwa protokol kesehatan akan memegang peran penting sehingga kasus hariannya semakin berkurang dan mobilitas penduduk semakin bagus,” pungkasnya.


CS. Purwowidhu
ARTIKEL TERKINI