Pajak, Motor Pengentasan Kemiskinan

3 April 2023
OLEH: Hendra Sahputra, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pajak, Motor Pengentasan Kemiskinan
 

Mendengar kata kemiskinan merupakan sebuah momok yang selalu hadir dalam setiap sendi kehidupan. Tidak hanya Indonesia, banyak dari negara maju di dunia juga terus berupaya untuk menghilangkan, atau lebih tepatnya mengurangi, tingkat kemiskinan di negara mereka.

Bahkan kemiskinan ini telah menjadi isu global yang oleh United Nations (UN) menjadi salah satu perhatian utama dalam upaya penanggulangan. UN yang biasa kita kenal dengan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bahkan mencantumkan tagline organisasi mereka “Peace, dignity, and equality on a healthy planet”. Ending Poverty menjadi salah satu global issues yang mereka hembus dan gaungkan ke seluruh negara. Terlebih akibat Covid 19 yang menurut data PBB telah meningkatkan kembali angka kemiskinan menjadi setengah miliar manusia atau 8% dari total populasi dunia.

Apa itu kemiskinan? Secara umum kemiskinan diartikan sebagai sebuah kondisi individu atau kelompok individu yang belum mampu memenuhi hak-hak dasarnya yang paling tidak diakibatkan oleh kurangnya pendapatan dan sumber daya produktif untuk memastikan keberlangsungan pendapatan yang berkelanjutan.

Bagaimana kondisi Indonesia?

Tahun 2022 merupakan tahun di mana ekonomi pulih dan bertumbuh. Kondisi positif ini juga terus berlanjut pada tahun 2023. Menguatnya ekonomi ditunjukkan dengan data Badan Pusat Statistik untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun  2022 tercatat sebesar 5.31% lebih tinggi dibanding capaian tahun 2021 sebesar 3.70%.

Dari sisi inflasi, tahun 2022 cukup terjaga baik dengan berbagai upaya seperti pembentukan Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah, penguatan program perlindungan sosial untuk memitigasi dampak penyesuaian harga energi dan berbagai program lainnya.

Publikasi Badan Pusat Statistik pada September 2022, persentase penduduk miskin sebesar 9,57%, meningkat 0,03 persen poin terhadap Maret 2022 dan menurun 0,14 poin terhadap September 2021. Angka tersebut berkisar pada lebih kurang 26,36 juta orang miskin di Indonesia. Lebih dari setengah penduduk miskin, tepatnya pada angka 14,38 juta orang Indonesia, berada di wilayah pedesaan. Sedangkan sisanya 11,98 juta merupakan jumlah penduduk miskin perkotaan. Nilai data kemiskinan di atas ditarik pada garis Rp535.547/kapita/bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp397.125 (74,15%) dan bukan makanan sebesar Rp138.422 (25,85%).

Menarik melihat data kemiskinan yang telah disampaikan oleh pihak yang memiliki otoritas dan tanggung jawab atas data tersebut. Berbagai media massa lokal dan nasional secara “gotong royong” memanfaatkan data tersebut untuk menyentil berbagai pihak yang menjadi kambing hitam atas fenomena sosial di atas. Menjadi prediksi mudah saat Pemerintah “tercetus” sebagai pihak pertama bahkan tidak jarang menjadi pihak satu-satunya yang menyebabkan hal tersebut terjadi di masyarakat. Tidak sedikit bahkan mungkin pihak yang sedang membaca tulisan ini juga nyeletuk “pemerintah kerjanya ngapain aja ya?”

Benarkah pemerintah yang memiliki tanggung jawab ini?

Setiap warga negara memiliki hak mendapatkan akses dan layanan terkait dengan pekerjaan, penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat, mengutarakan pendapat, pendidikan, perekonomian dan kemakmuran rakyat.

Seluruh hak tersebut diatur dalam landasan hukum tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tertuang dalam pasal 27, 31, 33, dan 34. Maka, terjawab bahwa negara memiliki kewajiban menyediakan seluruh hak dan akses layanan di atas.

Cukup tepat apabila ternyata memang pemerintah adalah pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban. Tetapi perlu diingat bahwa pemerintah agar dapat berhasil menjalankan “pekerjaan” nya wajib didukung oleh anggaran, dari mana dana tersebut diperoleh? Sebagian besar dari pajak. Segala bentuk pembangunan ditopang dengan kuat apabila uang negara yang dihimpun melalui mekanisme perpajakan juga dapat dijalankan dengan baik.

 Masyarakat dalam hal ini para pembayar pajak telah memberi amanah mereka ke pemerintah. Pajak di Indonesia memiliki fungsi budgetair, regulerend, stabilitas dan redistribusi pendapatan.

Fungsi redistribusi pendapatan salah satunya melalui pajak yang telah dipungut oleh pemerintah seyogyanya digunakan dengan tepat sasaran dan optimal. Salah satu proxy untuk melihat kinerja tersebut adalah tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran yang semakin kecil dari masa ke masa.

Pertanyaan penting berikutnya adalah, apakah hanya pemerintah? Atau dalam hal ini Pemerintah Pusat saja? Penulis ingin sedikit berbagi pandangan bagaimana sebenarnya berbagai pihak dan bahkan seluruh elemen di negara ini secara bahu membahu mencari solusi bersama untuk menyelesaikan isu sosial ini. Adapun beberapa pihak yang juga mengambil peran tanggung jawab bersama.

 Pemerintah Daerah

Kementerian Keuangan sebagai bagian dari pemerintah telah menggodok dan berhasil membawa regulasi baru terkait keuangan daerah dan ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Salah satu pertimbangan keluarnya regulasi ini adalah untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien. Regulasi ini juga mengatur tata kelola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Termasuk dalam kebijakan tersebut adalah transfer sumber daya keuangan yang bersumber dari pajak yang telah berhasil dihimpun.

Kewenangan baru dan keleluasaan yang cukup besar ini menjadi peluang besar bagi daerah terutama pemerintahan daerah untuk mengambil langkah perbaikan daerah. Dalam hal ini, tentunya kemiskinan dan pengangguran merupakan isu penting yang seharusnya menjadi prioritas.

 Pengusaha dan Perusahaan

Pengusaha dan perusahaan, selain meningkatkan kapasitas produksi dan usaha melalui berbagai upaya produksi padat karya, juga dapat berkontribusi dengan baik melalui program-program sosial perusahaan yang tertuang dalam Corporate Social Responsibility (CSR) yang mereka jalankan. Salah satu sasaran dari program CSR dalam konsep dasar Triple Bottom Line adalah People.

Peningkatan kapasitas dan keahlian SDM lokal juga merupakan tanggung jawab dari perusahaan yang ada di area lokasi berusaha yang mengeruk keuntungan di wilayah tersebut. Yang tidak kalah pentingnya, pajak yang telah mereka bayarkan dengan baik dan benar juga memberi kontribusi besar pada program pembangunan bangsa dan negara.

 Masyarakat

Banyak yang belum terlalu menyadari sebenarnya peran masyarakat yaitu kita semua adalah peran yang sangat penting dan bahkan paling penting. Di banyak negara maju, masyarakat mengambil bagian penting dalam monitoring dan pengawasan kepada pemerintah dan perusahaan.

Indonesia dalam hal ini telah memiliki beberapa lembaga penegakan hukum serta saluran pengaduan dari level nasional hingga level daerah dan satuan kerja pemerintah.

Kemauan untuk turut serta melihat dan menjaga kinerja pemerintah adalah sesuatu yang sangat penting dan krusial. Saatnya masyarakat mawas atas segala bentuk kecurangan yang dijalankan oleh aparatur pemerintah dan pengusaha.

Satu juta rupiah uang pajak digunakan untuk apa saja, masyarakat berhak tahu dan mengawasi penggunaan uang pajak mereka untuk pembangunan Indonesia.

 

*Disclaimer: tulisan ini adalah opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi tempat penulis bekerja saat ini


Hendra Sahputra, pegawai Direktorat Jenderal Pajak