Sherpa G20 Dorong Implementasi Konkret

2 Desember 2021
OLEH: Dara Haspramudilla
Sherpa G20 Dorong Implementasi Konkret
 

Tahun 2022 menjadi tahun yang penting bagi Indonesia. Selain pemulihan kesehatan dan ekonomi diharapkan akan terus berlanjut, Indonesia juga akan memegang Presidensi G20. Mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger”, Indonesia ingin agar seluruh dunia mencapai pemulihan yang lebih kuat dan berkelanjutan bersama-sama. Peran Indonesia sangat penting dan strategis terutama dalam mendorong agenda-agenda strategis yang akan berdampak positif terhadap kepentingan nasional maupun global.

Menurut Teuku Riefky Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Indonesia memiliki peran unik yakni dapat menentukan dan mendorong diskusi untuk kepentingan negara berkembang yang selama ini selalu tertinggal.

“G20 ini adalah satu-satunya forum yang mempertemukan negara-negara berkembang yang memiliki pengaruh yang kuat, seperti Cina, Jepang, Indonesia dengan negara maju yang memang mereka ini punya power dalam sharing teknologi dan knowledge, terutama dalam penanganan krisis,” tambah Riefky.

Dalam Forum G20 ada dua jalur pembahasan agenda yakni Jalur Keuangan (Finance Track) dan Jalur Sherpa (Sherpa Track). Dalam Finance Track agenda yang dibahas terkait ekonomi dan keuangan, sementara dalam Sherpa Track fokus isu yang akan dibahas akan jauh lebih luas meliputi perubahan iklim, pembangunan, perdagangan, energi, antikorupsi, dan geopolitik.

Fokus agenda Sherpa Track

Menurut Haryo Limanseto, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Persidangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, agenda prioritas Indonesia dalam Sherpa Track akan berfokus pada tiga topik utama yakni kesehatan, ekonomi digital, dan transisi energi.

“Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, Indonesia akan tekankan tiga topik utama sebagai konvergensi isu yang akan dibahas para pemimpin G20. Pertama, transformasi sistem kesehatan global yaitu meningkatkan produksi vaksin dan produk medis. Kedua, transformasi ekonomi dan digital dengan menciptakan nilai sehingga pemanfaatan teknologi digital lebih inklusif untuk mempercepat pemulihan ekonomi, khususnya bagi UMKM dan inklusi keuangan. Ketiga, transisi energi dengan cara mendorong perencanaan prioritas transisi energi untuk mempercepat penggunaan sumber energi yang lebih ramah lingkungan,” terang Haryo.

Riefky menilai agenda prioritas yang akan diusung Indonesia dalam Sherpa Track sudah merepresentasikan kebutuhan nasional serta negara berkembang dan maju, bahkan negara miskin. Selain isu kesehatan, beberapa isu lain yang diusung Indonesia merupakan isu yang selama ini tidak terlihat oleh negara-negara maju. Negara-negara maju merasa beberapa isu tidak penting dan tidak perlu dibawa ke diskusi level yang lebih tinggi seperti G20. Maka, agenda-agenda yang diusung Indonesia dalam Sherpa Track sudah tepat.

“Selama pandemi, Presidensi G20 2022 adalah yang pertama yang dipegang oleh negara berkembang. Isu-isu negara berkembang banyak yang merasa masih under address dan ini memang terlihat betul. Saat kita bicara aspek kesehatannya aja dulu, kita melihat Fasilitas Kesehatan ini belum memadai di seluruh dunia, terutama di negara-negara berpendapatan menengah dan rendah. Bahkan banyak yang put the blame atau menyalahkan kenapa kita muncul varian Omicron atau varian Delta, itu karena memang negara maju menahan hak paten vaksin,”

Namun, ia juga menekankan pentingnya mendorong komitmen bersama dari seluruh negara G20 atas agenda-agenda tersebut. Menuangkan hasil diskusi menjadi actionable plan yang konkrit yang disepakati seluruh negara dan mereka berkomitmen untuk mengimplementasikannya menjadi tantangan tersendiri. Forum G20 juga kerap menghasilkan keputusan yang baik untuk diimplementasikan, tetapi kemudian turunannya tidak visible untuk dijalankan oleh beberapa kelompok negara.

Kawal ketat substansi, capai komitmen dan aksi

Untuk itu, strategi Indonesia dalam memimpin Sherpa Track menjadi sangat penting. Haryo menyebutkan ada tiga strategi Indonesia dalam mengarahkan diskusi yang berfokus pada tema, topik utama, dan nilai-nilai G20 yang diharapkan dapat merealisasikan komitmen global.

Pertama, proses konsultasi dan konsensus dibangun sejak awal, konkretnya melalui musyawarah dan mufakat dalam 11 Working Group dan 1 Initiative Empowerment. Untuk itu, peran Indonesia sebagai chair harus akomodatif dan strategis dalam mencapai hasil.

“Selain itu, kita akan terus memastikan pembahasan isu prioritas yang saling terkoneksi dan tepat sasaran. Dalam hal ini, Indonesia perlu menggiring substansi Forum Sherpa Track yang merujuk pada hasil kesepakatan, argumen yang kredibel, dan kontinuitas dari presidensi-presidensi sebelumnya yang masih relevan,”jelas Haryo.

Tidak hanya itu, memastikan pesan tersampaikan dengan jelas sehingga tercipta aksi juga dilakukan. Forum Sherpa Track ini menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk lead by example, terutama dalam penanganan isu lingkungan, energi dan perubahan iklim.

Riefky berpendapat bahwa penting bagi Indonesia untuk menetapkan agenda yang progresif, tapi realistis dan inklusif. Terlebih lagi, tongkat estafet Presidensi G20 berikutnya akan dipegang oleh India yang juga merupakan negara berkembang.

“Artinya, jangan sampai kita mengeset agenda yang memang tidak relevan untuk seluruh negara berkembang yang kemudian nanti harus dibuat agenda baru di India. Kita mau melihat agenda yang kita setting ini betul-betul matang, betul-betul firm sehingga kemudian bisa dikuatkan atau ditonjolkan lagi oleh India tanpa perlu menciptakan hal baru yang memang belum kita address di penyelenggaraan kita di tahun ini,” tuturnya.

Selain manfaat ekonomi, manfaat terpenting Presidensi G20 adalah branding Indonesia di dunia internasional. (Sumber Istock)

Sederet manfaat yang bisa didapat

Selama memegang Presidensi G20, Indonesia akan merasakan manfaat dari berbagai aspek baik ekonomi maupun sosial budaya. Secara total, manfaat ekonomi diperkirakan 1,5-2 kali lebih besar dari 2018 IMF-WBG Annual Meetings di Bali. Selain itu, manfaat terpenting adalah branding Indonesia di dunia internasional.

“Jika pertemuan dilakukan secara fisik maka akan terjadi peningkatan konsumsi domestik hingga Rp1,7 triliun, penambahan PDB nasional hingga Rp7,4 triliun, serta pelibatan UMKM dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 33 ribu di berbagai sektor. Lalu, dalam jangka panjang branding Indonesia di mata dunia akan meningkatkan confidence dari negara-negara lain terhadap Indonesia, dan Indonesia dapat menjadi central stage di dunia. Forum G20 ini juga diharapkan dapat mendorong komitmen investasi dari anggota G20 dan organisasi internasional,”

Selain itu, dengan memegang Presidensi G20 ini bisa menambah wawasan masyarakat khususnya generasi muda bahwa Indonesia adalah negara besar yang keberadaannya sangat diperhitungkan oleh negara-negara lain baik dari sisi ekonomi, letak geografis, dan sikap politiknya. Tentu saja ini akan menumbuhkan kebanggaan tersendiri.

Tidak hanya itu, agenda-agenda yang diusung dalam Sherpa Track juga telah dipikirkan agar bisa selaras dengan kepentingan nasional. Sherpa Track sendiri tergabung dari Engagement Groups yang diwakili oleh Civil Society Organizations, sehingga outcome strategis dari Sherpa Track tidak terbatas pada pendekatan top-down, namun juga membuka kesempatan dari berbagai pemangku kepentingan.

“Para Working Group dan Engagement Group akan bekerja sama untuk mencapai agenda-agenda forum Sherpa Track pada Presidensi G20 Indonesia yang akan menekankan pentingnya berbagai akses dan keberpihakan terhadap masyarakat di daerah terpencil dan pulau terluar, seperti akses terhadap pendidikan, akses terhadap vaksin, akses terhadap fasilitas kesehatan, dan akses terhadap ketersediaan energi yang terjangkau,” jelas Haryo.

Selain itu, Sherpa Track Presidensi Indonesia juga fokus pada pemberdayaan UMKM, seperti mendorong digitalisasi UMKM, pelatihan dalam rangka upskilling UMKM, mendorong berbagai kebijakan pro-UMKM seperti, pembiayaan ultra mikro, dan lainnya. Dengan demikian, output dari forum ini dapat memberikan dampak yang bisa dirasakan oleh masyarakat.

Riefky menambahkan dampak positif yang signifikan bisa dirasakan jika Indonesia dapat menentukan agenda dan komitmen yang mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Apalagi memiliki peran strategis dalam menentukan agenda global perlu menunggu 20 tahun lagi saat pergiliran Presidensi kembali ke Indonesia lagi.

“Sebagai contoh, perumusan rencana untuk transisi energi. Indonesia memiliki kesempatan mendorong keterwakilan negara berkembang agar kita dapat mencapai transisi yang adil. Sebab, jika transisinya tidak realistis atau kita mengikuti trajectory net zero emission negara maju, maka tentu saja masyarakat menengah ke bawah yang akan merasakannya. Inilah yang perlu dikawal agar kita bisa mendapatkan manfaat jangka panjang dari agenda-agenda G20 nanti,” pungkasnya.