G20 Sumber Harapan bagi Masyarakat Dunia

1 November 2022
OLEH: Reni Saptati D.I.
G20 Sumber Harapan bagi Masyarakat Dunia
 

Sebagian masyarakat dunia tengah khawatir dengan situasi global yang cukup menantang akhir-akhir ini. Inflasi tinggi, konflik geopolitik, pandemi yang ternyata belum benar-benar usai, hingga cuaca ekstrem akibat perubahan iklim. 

Gambaran situasi tersebut sempat disinggung Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pembukaan Pertemuan Keempat Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 atau Finance Ministers and Central Bank Governors (4th FMCBG) yang dilaksanakan pada 12-13 Oktober 2022 di Washington D.C. Di depan seluruh negara anggota, negara undangan, serta organisasi internasional, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggarisbawahi sejumlah tantangan ekonomi global saat ini.

“Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa dunia dalam keadaan bahaya. Kita sekarang menghadapi risiko yang terus meningkat dan bertambah. Inflasi yang tinggi, pertumbuhan yang lemah, kerawanan energi dan pangan, risiko iklim, dan fragmentasi geopolitik,” ucap Menteri Keuangan yang pernah menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia dari 2010 hingga 2016 tersebut.

Sri Mulyani Indrawati menilai tujuan presidensi G20 tahun ini yakni Recover Together Recover Stronger, kini menjadi lebih relevan dari sebelumnya. Kepemimpinan yang kuat dan tindakan kolektif yang cepat diperlukan untuk melindungi penghidupan masyarakat dunia yang kian rentan sekaligus membawa dunia kembali ke pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.

“Saya sangat percaya G20 merupakan sumber harapan untuk membantu dunia menavigasi gelombang krisis yang memporak-porandakan situasi global yang tengah kita hadapi. Kepercayaan ini lahir dari kesuksesan G20 dalam merespons krisis keuangan global 2008, hingga yang terkini dalam aksi penanganan pandemi COVID-19,” tegas Sri Mulyani Indrawati.

Dalam acara seminar Indonesia’s Strategic Role In The G20: Expert Perspective yang diselenggarakan pada 27 Oktober 2022, ekonom senior CORE Indonesia Hendri Saparini mengungkapkan pendapat serupa. Ia menilai yang diperlukan oleh semua negara, termasuk Indonesia, pada situasi seperti sekarang ini adalah harapan. Ia berpandangan G20 dapat menciptakan harapan bagi seluruh masyarakat agar mereka bisa pulih.

Hendri Saparini juga mengungkapkan keberadaan Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun ini merupakan peristiwa penting dan bersejarah. Apalagi, kepemimpinan Indonesia berlangsung saat dunia sedang menghadapi krisis yang belum pernah ada sebelumnya.

“Bagi Indonesia, ini tidak mudah. Kita menjadi presidensi di saat dunia sedang pulih dari krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya, krisis yang mengakibatkan seluruh kegiatan ekonomi di dunia harus berhenti,” tutur Hendri Saparini.

Sebelumnya, pada krisis ekonomi Amerika Serikat 2008 dan krisis ekonomi Asia Tenggara 1998, bukan ekonomi dunia yang berhenti. Namun, pada krisis akibat pandemi, seluruh kegiatan ekonomi di dunia harus berhenti.

Menurut Hendri, pemulihan yang terjadi kali ini menjadi tidak mudah karena pilihan-pilihan kebijakannya pun sulit. Selain itu, negara-negara anggota G20 terdiri atas negara-negara dengan kondisi yang sangat berbeda. Ada negara adidaya dan ada negara-negara berkembang. Akibatnya, cukup sulit untuk membuat kesepakatan dalam langkah bersama keluar dari krisis.

Fokus hasilkan aksi nyata

Pada pertemuan keempat, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 membahas enam agenda utama yang merupakan seluruh komitmen yang telah dibuat pada pertemuan-pertemuan sebelumnya.

Keenam agenda itu yaitu koordinasi dan penyelarasan tindakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan dunia, memastikan ketahanan jangka panjang dari arsitektur ekonomi internasional, kemajuan regulasi dan pengawasan sektor finansial, meningkatkan aksesibilitas dan keterjangkauan dari keuangan yang berkelanjutan, memperbaiki investasi infrastuktur, dan implementasi paket pajak internasional.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia telah bersungguh-sungguh untuk mengupayakan diskusi G20 berjalan lancar dan menyampaikan apresiasi yang tinggi atas dukungan kuat dari semua anggota.

“Kita harus terus melangkah ke depan. Kita perlu menghasilkan aksi konkret dengan menunjukkan semangat kerja sama, kolaborasi, dan konsensus. Secara historis, G20 telah mencatatkan kemampuan kita untuk melalui ini semua,” ujar Sri Mulyani Indrawati.

Dalam forum pertemuan tersebut, anggota G20 menegaskan kembali komitmen mereka terhadap kebijakan yang terkalibrasi, terencana, dan dikomunikasikan dengan baik untuk mendukung pemulihan berkelanjutan dan mengurangi efek luka pandemi atau scarring effect. G20 diharapkan tetap dapat menghasilkan prakarsa nyata yang dapat membantu dunia mengatasi berbagai tantangan.

G20 merevitalisasi kesehatan global untuk mendukung pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi. Untuk memastikan kecukupan dan keberlanjutan pembiayaan untuk pencegahan dan respons pandemi di masa depan, G20 mengumpulkan Financial Intermediary Fund (FIF) yang telah terkumpul sebesar USD1,4 miliar dari donor penggagas.

Dengan meningkatnya risiko kerawanan pangan dan energi, G20 berkomitmen untuk mempertimbangkan semua alat yang diperlukan untuk mengatasi kerawanan pangan dan energi serta tekanan biaya hidup yang dialami di banyak negara.

G20 juga berkomitmen untuk terus mengeksplor implikasi keuangan makro dari Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC), memajukan impelementasi Peta Jalan G20 pada Pembayaran Lintas Batas Negara (CBP) untuk mencapai pembayaran lintas batas yang lebih cepat, murah, transparan, dan inklusif, mendukung transisi ekonomi hijau, serta mendukung pemanfaatan digitalisasi untuk meningkatkan inklusi keuangan, terutama untuk UMKM dan kelompok rentan seperti perempuan dan anak muda.

Dalam upaya mendukung semua negara rentan agar pulih bersama dan pulih lebih kuat, G20 menyambut penyaluran sukarela Special Drawing Rights (SDR) sebesar USD 80,6 milyar dan menyambut kontribusi sukarela kepada IMF Resilience and Sustainability Trust (RST). Selain itu, Presidensi Indonesia mengapresiasi para anggota atas komitmen yang tengah berjalan untuk mengimplementasi kesepakatan bersejarah terkait paket pajak internasional dua pilar G20/OECD.

G20 terbukti menjadi forum utama kerja sama internasional yang senantiasa berupaya mengatasi krisis dan mengantisipasi krisis di masa depan. Presidensi G20 Indonesia juga senantisa berupaya menghasilkan tindakan nyata dalam mendukung ekonomi dunia untuk dapat pulih bersama dan pulih lebih kuat.

G20 terbukti menjadi forum utama kerja sama internasional yang senantiasa berupaya mengatasi krisis dan mengantisipasi krisis di masa depan. Presidensi G20 Indonesia juga senantisa berupaya menghasilkan tindakan nyata dalam mendukung ekonomi dunia untuk dapat pulih bersama dan pulih lebih kuat. (Foto: Irfan Bayu)

PR terbesar presidensi Indonesia

Terkait isu efek luka pandemi, Hendri Saparini menilai setiap negara di dunia memiliki struktur yang berbeda, sehingga efek luka pandemi yang ditinggalkan turut berbeda. “Jadi, bagaimana dengan tekanan terhadap produktivitas, kesenjangan ekonomi, kecepatan dalam memilih kebijakan bisa sangat berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lain,” tutur Hendri.

Menurutnya, ada beberapa hal utama yang bisa disepakati oleh negara-negara anggota G20, antara lain tentang pentingnya green economy. Namun demikian, yang perlu menjadi perhatian lebih lanjut dari kesepakatan tersebut adalah bagaimana mengimplementasikannya.

“Kita sudah sepakat bahwa kita harus berhati-hati terhadap lingkungan. Kita menuju green economy. Tetapi struktur ekonomi, sosial, dan struktur geografis kita berbeda,” ujarnya.

Hendri juga sepakat tentang tentang pentingnya kesepakatan terkait digitalisasi ekonomi. Namun, ia menggarisbawahi pentingnya bagaimana langkah adopsi menjadi ekonomi yang lebih digital dari tiap-tiap negara.

“Bagaimana kita mengadopsi, bagaimana kita bertransformasi menjadi ekonomi yang lebih digital, sangat tergantung pada struktur pada tiap-tiap negara,” ucap Hendri.

Hendri berpendapat PR terbesar Indonesia sebagai pemegang presidensi G20 tahun ini bukanlah pada momen menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi G20 yang merupakan pertemuan puncak dan dihadiri oleh seluruh Kepala Pemerintahan atau Kepala Negara anggota G20. PR terbesar Indonesia akan muncul setelah semua pertemuan tersebut berakhir.

“Justru PR setelah (pertemuan) itu menjadi PR yang besar. Bagaimana agenda-agenda yang sudah di-address oleh Indonesia kemudian bisa diterjemahkan menjadi kebijakan dan program yang bukan justru menjadi threat atau ancaman baru,” ujar Hendri.

Ia menilai tugas utama Indonesia adalah bagaimana menerjemahkan agenda-agenda tersebut untuk tidak hanya untuk mendukung pemulihan ekonomi global, tetapi juga mampu untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan domestik.

“Kita bisa mengambil manfaat sebagai negara yang memimpin pertemuan G20 tahun ini. Ini menjadi pintu masuk, tidak hanya untuk peluangnya saja tetapi juga kita perlu memperhatikan tantangan-tantangan yang akan kita hadapi,” pungkas Hendri Saparini.


Reni Saptati D.I.