Srikandi Bea Cukai Penjaga Negeri, Ladies Squad Marine Customs

16 Agustus 2023
OLEH: Irfan Bayu
Ladies Squad Marine Customs. Foto oleh Irfan Bayu.
Ladies Squad Marine Customs. Foto oleh Irfan Bayu.  

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau DJBC merupakan instansi di bawah Kementerian Keuangan yang salah satu fungsinya adalah sebagai community protector yaitu melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang berbahaya. Dari berbagai kantor vertikal yang dimiliki DJBC, terdapat dua Kantor Wilayah Khusus atau Kanwilsus yaitu Kanwilsus Kepulauan Riau dan Papua. Dibalik kekhususan di Kepulauan Riau terdapat satu kelompok patroli laut yang seluruh anggotanya merupakan wanita atau disebut Ladies Squad Marine Customs yang menjadi mutiara indah di antara karang tangguh penjaga laut Indonesia.

Patroli laut yang biasanya beranggota laki-laki, di Kepri terdapat satu tim dimana sebagian besar anggotanya adalah wanita atau disebut Ladies Squad Marine Customs. (Foto: Irfan Bayu)

Tantangan Patroli Laut

Kantor Wilayah Khusus (Kanwilsus) DJBC di Kepulauan Riau (Kepri), tepatnya di Pulau Karimun Besar, memiliki patroli laut dalam melakukan pengawasan dan penindakan masuknya barang-barang berbahaya. Wilayah kerja Kanwilsus Kepri sangat strategis yaitu meliputi seluruh kepulauan Riau (kecuali Batam), di mana terdapat Selat Singapura, Selat Malaka, dan Laut Cina Selatan. Area tersebut acap kali menjadi sasaran tindak kejahatan berupa penyelundupan barang atau kasus lainnya baik dari dalam negeri maupun luar negeri sehingga keberadaan patroli laut menjadi sangat vital.

Keseriusan DJBC dalam mengamankan wilayah nusantara ditunjukkan dengan berdirinya satu dari lima Pangkalan Sarana Operasi atau PSO di Pulau Karimun Besar tempat Kanwilsus Kepri berada. Sebagai ujung tombak pengawasan dan penindakan, patroli laut diperkuat oleh anggota-anggota terbaik bea cukai, begitupun di Kanwilsus Kepri ini. 

Ada yang istimewa dari pasukan patroli laut di Kanwilsus Kepri. Tak seperti patroli laut yang berada di wilayah kerja bea cukai yang lain yang biasanya beranggotakan laki-laki. Di Kepri, terdapat satu tim di mana sebagian besar anggotanya adalah wanita atau disebut Ladies Squad Marine Customs. Bukan tanpa alasan, tingginya risiko saat berada di laut membuat patroli laut mengutamakan laki-laki sebagai anggotanya. Selain itu, patroli yang mempunyai durasi paling cepat tiga hari bahkan sampai berminggu-minggu juga menjadi alasan mengapa sebelumnya tidak ada patroli laut yang beranggotakan wanita.

Kebutuhan pemeriksaan di lapangan melatarbelakangi pembentukan pasukan srikandi bea cukai ini. “Ada satu kejadian atau kasus (pada 2019) di mana (saat pemeriksaan) salah seorang awak kapal itu ada wanitanya. Jadi pada saat itu, kita enggak bisa melakukan pemeriksaan di laut karena saat penegakan atau penindakan, semua kru kami laki-laki”, jelas Ema Susanti yang merupakan salah satu anggota Ladies Squad. “Kemudian para pimpinan mulai mengantisipasi risiko atau modus penyelundupan. Apalagi kemungkinan besar kalau untuk kejahatan NPP (Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor) biasanya media pembawanya wanita. Yang kedua, untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan pemeriksaan saat di laut dan unsur hospitality dari patroli laut”, sambungnya.

Marine Ladies Squad dibentuk pada 29 Maret 2022 melalui Keputusan Kepala Kantor Wilayah DJBC Khusus Kepri. (Foto: Irfan Bayu)

Ladies Squad Marine Customs

Tak lama setelah itu, DJBC memulai untuk mengikutsertakan wanita ke dalam beberapa agenda patroli laut. Rata-rata pegawai wanita tidak mempunyai pendidikan dengan latar belakang pelaksanaan patroli atau di kapal. Pada tahap awal, pegawai wanita berjumlah dua orang atau lebih diikutkan di kapal untuk belajar bagaimana patroli di laut, membaca peta, melihat arus pasang surut, melihat radar dengan tetap mewaspadai risiko-risiko yang mungkin timbul.

“Tahun 2019 pertama kali pengenalan (patroli laut) kepada pegawai wanita. Saat itu masih dengan nama program Dharma Bahari. Dalam program itu, kita bekerja sama dengan customs di Raja Malaysia terkait patroli terkoordinasi yang kita namakan Patroli Kastima. Di Patroli Kastima yang ke-25, kami mulai mengikutkan anggota wanita di kapal-kapal patroli dengan sektor sekitar Selat Singapura dan Batam serta di sekitar Belawan maupun Aceh. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan baik dan diikuti oleh 7 Kantor Wilayah, 2 PSO, serta Kantor Pusat yang juga ikut berkontribusi mengirimkan pegawai wanitanya”, terang Ema. Namun sayang setelah itu pandemi Covid-19 muncul dan membuat program tersebut sempat terhenti.

Beberapa waktu setelahnya, Kepala Kanwil DJBC Khusus Kepulauan Riau mulai menginisiasi program ini agar berkelanjutan. Kepala Kanwilsus Kepri, Priyono Triatmojo menyampaikan bahwa dalam mengusung semangat pengarusutamaan gender (PUG) dan dalam rangka melaksanakan fungsi DJBC sebagai community protector dibentuklah tim patroli wanita yang tergabung dalam Ladies Squad Marine Customs. “Marine Ladies Squad dibentuk pada 29 Maret 2022 melalui Keputusan Kepala Kantor Wilayah DJBC Khusus Kepri”, jelas Priyono. Tak hanya itu, ditunjuk pula suatu kapal Bernama “Banteng” yang dikhususkan dan telah dimodifikasi yang mampu memenuhi kebutuhan wanita seperti toilet yang memadai dan tertutup (kebanyakan kapal atau speedboat yang digunakan mempunyai bagian terbuka) dengan 10 wanita sebagai anggotanya.

Priyono juga menambahkan ada beberapa tujuan pembentukan tim ini antara lain mengantisipasi penyelundupan dengan sarana pengangkut wanita serta untuk mengusung semangat PUG. “Memberikan kesempatan kepada pegawai wanita untuk berperan aktif dalam tugas-tugas patroli laut. Terakhir, untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan pegawai wanita tentang patroli laut”, jelas Priyono.

Saat ini dalam Ladies Squad, Ema menjabat sebagai Komandan Patroli (Kopat). (Foto: Irfan Bayu)

Komandan Patroli Wanita itu Bernama Ema

Ema Susanti merupakan salah satu pegawai wanita di Kanwilsus Kepri. Wanita yang telah aktif di bea cukai sejak 2004 ini bergabung dalam Ladies Squad Marine Custom. Sejak masuk DJBC, Ema, panggilan akrabnya, memang sudah berkeinginan untuk berkontribusi pada negara. Apalagi bidang penindakan dan sarana operasi sebagai tempat mengabdinya membuat Ema ingin memberikan lebih. Ketika ditanya apakah ada keterpaksaan ketika pegawai wanita diminta untuk mengikuti patroli laut, Ema malah mengaku senang. “Kalau saya tidak ada keterpaksaan, tapi saya malah senang. Senang dan bersyukur bisa berkontribusi untuk negara, salah satunya di dalam unit pengawasan”, terang Ema diselingi senyum yang biasa melekat di wajahnya.

Saat ini dalam Ladies Squad, Ema menjabat sebagai Komandan Patroli (Kopat). “Komandan patroli itu tugasnya melakukan koordinasi maupun mengarahkan bagaimana agar patroli itu mencapai sasaran”, terang Ema. Selain itu, Ema juga bertanggungjawab atas keselamatan anggotanya serta menjadi penghubung antara tim patroli dengan pimpinan ketika terjadi kendala di laut. Bukan tanpa alasan, Ema ditunjuk sebagai Kopat. Selain karena dia merupakan pegawai senior, Ema juga telah berhasil lulus dalam diklat CET (Customs Enforcement Team). CET sendiri merupakan pelatihan yang telah dimulai sejak 2012 bagi pegawai bea cukai untuk meningkatkan kualitas dan kapsitasnya dalam bidang pengawasan dan penindakan, sehingga dapat memberikan hasil penindakan yang sesuai target. Selain itu diharapkan dengan adanya pelatihan ini ketrampilan pegawai tersebut dapat meningkat dan dapat menghindarkan dari kecelakaan atau kesalahan yang tidak perlu.

Pelatihan yang berat selama lima minggu dapat diselesasikan Ema dengan baik. Istimewanya, Ema menjadi salah satu wanita pertama yang berhasil menyelesaikan pelatihan tersebut. “Jadi dalam pelatihan tersebut kita diajarkan bagaimana menghadapi orang-orang yang kita periksa atau orang-orang yang kita lakukan penindakan yang tidak mau menerima penindakan itu. Kami diajarkan teknik-teknik yang berhadapan dengan perlawanan, segala macam halangan, dan rintangan. Makanya dia agak berisiko lah gitu. Jadi kita diminta untuk agresif, tapi bagaimana melakukan penindakan dengan kesiapan dengan kondisi apapun”, terang Ema yang baru menyelesasikan pelatihannya di bulan Februari tahun ini.

Namun dengan adanya kejadian di 2019, Deasy bisa kembali duduk di belakang kemudi kapal kembali, bahkan saat ini namanya jauh lebih mentereng, karena Deasy menjadi satu-satunya nahkoda wanita yang dimiliki oleh DJBC.(Foto: Irfan Bayu)

Jadi Nahkoda Satu-Satunya

Tak kalah istimewanya dengan Ema, Daesy Sundra Kartika juga merupakan salah satu anggota Ladies Squad. Daesy, begitu teman-temannya menyebutnya, merupakan salah satu anggota bea cukai wanita yang bergabung di 2006 silam. Deasy sebelumnya bekerja di sebuah perusahaan kapal niaga, mulai dari kapal tanker, kapal barang hingga  kapal penumpang. Awalnya Deasy mengaku sebenarnya berat untuk melepas pekerjaannya yang terdahulu yang telah menemaninya selama enam tahun. “Kalau saya sendiri sebenarnya awalnya keberatan. Saya bilang (ke keluarga) saya mau berkarir dulu di laut sepuasnya karena perjuangan mendapatkan ijazah laut itu jujur sangat berat dan biayanya besar", ujar Deasy. "Tapi dari keluarga, kakak-kakak saya bilang mumpung ada pembukaan, coba masuk PNS dulu. Mumpung juga jurusannya sama, pelayaran. Akhirnya ya saya coba, dan alhamdulillah ketemunya di situ”, jelas wanita berhijab ini.

Sebelum ditempatkan di Kanwilsus Kepri, Daesy awalnya di tempatkan di pangkalan sarana operasi (PSO). Dia bertugas menyiapkan segala hal untuk kapal patroli yang akan berangkat. Mulai perbekalan, kesiapan kapal hingga awak kapal yang akan berangkat. Harapan Deasy untuk kembali ke laut sedikit menyala ketika awal masuk para lulusan pelayaran dijanjikan suatu saat akan ikut berpatroli di laut.  Namun setelah 6 tahun di PSO, dan kemudian 5 tahun menjadi staf kepala kantor di Kepri bahkan hingga Deasy pindah di tahun 2017 di unit penindakan dan sarana operasi, janji itu belum berhasil dibuktikan. Alasannya memang karena faktor keselamatan. Patroli laut yang memang memiliki risiko tinggi dan membutuhkan fisik yang lebih kuat tidak bisa diserahkan ke orang sembarangan. Walaupun Deasy saat itu telah mengantongi sertifikasi ahli nautika tingkat 4 sekalipun. 

“Cukup lumayan kecewa cukup lama sebenarnya. Setelah kita tanya, ada berbagai alasan dari pimpinan kita waktu itu. Salah satunya wanita belum pernah ada patroli di kapal. Pimpinan juga mempertimbangkan keselamatan, takut terjadi apa-apa di atas kapal”, cerita Deasy.

Namun dengan adanya kejadian di 2019, Deasy bisa kembali duduk di belakang kemudi kapal. Bahkan saat ini namanya jauh lebih mentereng karena Deasy menjadi satu-satunya nahkoda wanita yang dimiliki oleh DJBC. “Nah di situ, saya senang banget. Kami berterima kasih sekali kepada pimpinan. Bapak Kakanwil kita yang memberikan akses ke kita, memberikan kesempatan untuk pelaksanaan tugas yang sama dengan laki-laki. Kita punya target yang sama dengan laki-laki. Alhamdulillah menjalaninya dengan senang hati”, kata Deasy diiringi dengan senyuman.

Anggota Ladies Squad dituntut untuk terus siap dalam kondisi apapun. Banyak juga cerita yang mereka alami. (Foto: Irfan Bayu)

Suka Duka Patroli Laut

Ladies Squad Marine Custome telah melakukan berbagai macam operasi. Banyak pula kasus-kasus yang mereka tangani, mulai dari Barang Kena Cukai Hasil Tembakau (BKCHT) berupa penindakan rokok illegal, minuman mengandung alcohol (MMA), penyelundupan baby lobster hingga kayu illegal. Sudah banyak juga siang dan malam yang mereka habiskan di atas “Banteng”, kapal cepat mereka, di berbagai cuaca di laut lepas. 

Para anggota Ladies Squad dituntut untuk terus siap dalam kondisi apapun. Banyak juga cerita yang mereka alami. Salah satu yang mungkin tak bisa dilupakan adalah ketika mereka harus memeriksa sebuah kapal di saat cuaca buruk dan ombak yang terus menghantam kapal.

“Kita (waktu itu) coba sandar berulang-ulang kali nggak bisa untuk sandar. Itu susah banget. Sampai kita itu harus ketemu ritmenya supaya kru kita bisa loncat ke kapal. Bukan hanya mempertimbangkan tugas kita harus selesai, tapi keselamatan ABK kita juga. Bahkan pernah ABK kami semua sudah muntah-muntah, nggak bisa nulis dokumen lagi”, kenang Deasy. 

Tak bisa dipungkiri selalu ada kata pertama dalam setiap hal, begitu juga untuk Ladies Squad, “Mungkin di awal ketakutan pasti ada ya. Harus berhadapan dengan ombak dan segala macam, terus kita kondisi mungkin orang-orang yang mau kita periksa belum tentu bersedia. Tapi alhamdulillah di awal, kita dikasih pengenalan, dikasih teknik, dikasih pengalaman atau diajarkan cara-cara boarding dan segala macamnya. Mulai mengenal patroli laut, ketakutan-ketakutan tersebut lama-lama memudar. Yang ada lebih ke semangat melakukan pemeriksaan dan segala macam”, terang Ema bangga.

Ibarat di segala badai hebat sekalipun, pasti ada mentari cerah dibaliknya, menurut Ema pekerjaanya juga banyak “asiknya”. Dapat singgah di pulau yang mungkin belum pernah didatangi untuk sandar memenuhi perbekalan, mengunjungi tempat baru, bertemu orang-orang baru, serta menambah pengalaman baru, menurutnya adalah hal yang paling menyenangkan. Sedangkan Deasy menganggap kesempatan untuk bisa ditugaskan mengantar para petinggi Kemenkeu, dan melihat reaksi kagum mereka ketika tahu ada nahkoda dan kopat wanita adalah hal yang paling membuatnya senang. Ada kebanggaan tersendiri yang muncul. 

Pekerjaan yang tidak dibeda-bedakan antara tim patroli pria dan Ladies Squad juga membuat Daesy bangga, “Malah bangga ya berarti kita itu dipercaya bahwa kita bisa melakukan tugas-tugas yang selama ini dilakukan oleh laki-laki. Enggak banyak yang bisa melakukan itu. Ada satu kebanggaan ya, bukan kita menjadi insecure dengan arahan pimpinan, berarti kita dipercaya untuk melakukan hal-hal yang lebih dari sebenarnya standar kita yang hanya administrasi akhirnya kita bisa mengikuti patroli”, jelas wanita dua anak ini.

Setiap pekerjaan memiliki tantangannya masing-masing, begitu juga yang dihadapi Ema, Daesy dan beberapa anggotanya. Salah satunya adalah anak. (Foto: Irfan Bayu)

Keluarga dan Laut

Setiap pekerjaan memiliki tantangannya masing-masing, begitu juga yang dihadapi Ema, Daesy dan beberapa anggotanya. Salah satunya adalah anak. Sebagai wanita yang telah berkeluarga dan memiliki buah hati, bekerja jauh dari keluarga dalam waktu cukup lama dengan risiko tinggi yang harus dihadapi bukanlah hal yang mudah. 

“Itu salah satu tantangan kita. Kadang kan kita sudah ditugasin patroli. Tugas patroli kan Surat Perintah otomatis kadang berlaku minimal satu minggu. Di awal oke. Kadang mungkin enggak ada kendala, mungkin keluarga dan anak-anak sehat aja. Kita kan enggak tahu pada saat perjalanan, setelah 3 hari patroli tiba-tiba anak-anak sakit. Itu yang kadang menjadi tantangan tersendiri ke kita”, cerita Ema yang yang juga ibu dua anak itu.

Beberapa anggotanya juga menghadapi tantangan sama, ada yang anaknya baru berumur 7 atau 8 tahun. Ketika patroli dan dituntut konsentrasi tinggi hal-hal tersebut mungkin akan mengganggu. “Tapi alhamdulillah sampai saat ini keluarga sangat men-support kegiatan yang kami laksanakan sehingga bila terjadi hal-hal seperti itu bisa ditangani dengan segera”, imbuh Ema. “Kadang ibunya ini udah pulang, tiba-tiba nanti berangkat lagi di tengah malam. Jadi kita sebisa mungkin jelaskan bahwa kita bekerja untuk negara, untuk pengamanan, untuk melindungi masyarakat dari masuk-masuknya barang-barang berbahaya. Masyarakat kita termasuk anak saya juga kan”, kata Ema.

Hal serupa dikatakan oleh Daesy. “Awalnya sih mereka pasti khawatir ya, apalagi kalau kita itu ada target harus keluar jam 01.00 malam atau harus keluar jam 03.00 pagi. Itu kalau ada target, mau enggak mau kita harus keluar. Tapi dengan penjelasan kita bahwa ini ada tugas, mereka support”, tutur Daesy.

Ema dan Daesy sepaham dan berpesan pada pegawai wanita khususnya jajaran bea cukai untuk menghilangkan mindset bahwa yang bisa terjun ke lini terdepan dalam pengawasan dan penindakan hanya laki-laki, namun perempuan juga bisa berkontribusi. (Foto: Irfan Bayu)

Jangan Pernah Takut

Priyono turut memberikan harapannya pada Ladies Squad ini, “(semoga) akan menginspirasi seluruh pegawai wanita untuk berperan aktif menjalankan tugas patroli laut sejalan dengan program pemerintah tentang pengarus utamaan gender. Dengan memberikan kesempatan para pegawai wanita untuk mengembangkan diri dan ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan khususnya dalam patroli laut”, ujar Priyono.

Ema dan Daesy sepaham dan berpesan pada pegawai wanita khususnya jajaran bea cukai untuk menghilangkan mindset bahwa yang bisa terjun ke lini terdepan dalam pengawasan dan penindakan hanya laki-laki, namun perempuan juga bisa berkontribusi. Apalagi dengan terus berkembangnya modus penyelundupan dan kejahatan lainnya yang menggunakan media pembawa utamanya wanita. “Feminism is not our challenge to give the best on your job. Jadi kita itu sebagai perempuan bukan halangan atau rintangan kita untuk memberikan yang terbaik untuk DJBC dalam tugas kita”, pesan Ema.

Daesy turut memberikan pesannya, “jangan takut untuk mencoba sesuatu yang lebih menantang dari posisi kita sekarang. Jangan hanya tentram nyaman dengan zona yang sekarang. Coba sesuatu yang lebih menantang yang dapat meningkatkan kualitas diri kita dalam memberikan sumbangsih untuk DJBC khususnya. Karena bangga kita bisa bergabung dengan tim patroli. Cerita ini akan kalian bawa nanti ketika kalian nggak di sini lagi (tim patroli)”, pungkas Daesy.