Upaya Baik di Gresik

Potret Kantor
1 Juli 2022
OLEH: Aditya Wirananda
Upaya Baik di Gresik

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mendorong pelaku usaha dalam negeri untuk dapat mengembangkan potensinya ihwal ekspor. Program Klinik Ekspor digulirkan di sejumlah kantor pelayanan Bea Cukai di berbagai daerah. Begitu pula dengan Bea Cukai Gresik atau yang nama resminya Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean (TMP) B Gresik. Harapannya, program ini bisa bikin para pelaku usaha, terutama UMKM, lebih akrab dengan kegiatan ekspor.

Kekhawatiran Pelaku Usaha

Sebenarnya, sejak sebelum program Klinik Ekspor ini menggeliat, Kementerian Keuangan melalui DJBC sudah punya sejumlah fasilitas untuk memudahkan ekspor bagi pelaku usaha. Ada fasilitas berupa kawasan berikat, kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), serta sejumlah fasilitas pembebasan bea lainnya.

Belakangan, Klinik Ekspor, termasuk yang ada di Bea Cukai Gresik, hadir meramaikan deretan fasilitas itu untuk lebih memaksimalkan potensi ekspor para pelaku usaha. “Kalau untuk perusahaan-perusahaan yang sekarang sudah existing, tujuannya untuk mengurai misalnya ada hambatan-hambatan terkait dengan ekspor,” ujar Kepala Kantor Bea dan Cukai Gresik Bier Budi Kismuljanto. “Kalau ke UMKM, klinik ekspor ini sebenarnya tujuannya adalah untuk memberdayakan pelaku usaha UMKM supaya mereka berani ekspor,” lanjutnya.

Bagi sejumlah pelaku usaha, perkara pemenuhan syarat dan berkas masih jadi hal yang dianggap merepotkan. Selain itu, mereka juga tak yakin produknya bakal diminati di luar negeri. Bier Budi mengatakan bahwa sejumlah pelaku usaha sebetulnya sudah pernah juga melakukan ekspor. “Tetapi mereka selama ini tidak melakukan ekspor secara mandiri, mereka melalui pihak ketiga ataupun kalau bahasa kita adalah mungkin para pengepul atau para tengkulak,” ujarnya.

Setelah para pelaku usaha memiliki pemahaman dan kepercayaan diri, tugas Bier dan timnya tak lantas tuntas. Mereka terus memberikan pendampingan di berbagai aspek. Dari perkara legalitas, bentuk usaha, perizinan, sampai penjajakan pasar. (Sumber Foto:KPPBC Gresik)

Membuka Ruang, Membangun Peluang

Melalui Klinik Ekspor, Bea Cukai Gresik mulai memberikan sosialisasi kepada pelaku usaha tentang tata cara dan segala tetek bengek ihwal ekspor. “Kalau pemahaman itu sudah ada,” ujar Bier, “harus ada materi juga bagaimana mereka itu percaya diri dan berani untuk melakukan ekspor.”

Setelah para pelaku usaha memiliki pemahaman dan kepercayaan diri, tugas Bier dan timnya tak lantas tuntas. Mereka terus memberikan pendampingan di berbagai aspek. Dari perkara legalitas, bentuk usaha, perizinan, sampai penjajakan pasar. Setelahnya, Bier dan timnya akan membantu membuka ruang untuk mempertemukan para pelaku usaha dengan calon pembelinya. Targetnya realisasi ekspor.

Bier mengatakan, dinas terkait di pemda setempat sangat memberikan dukungan kepada upaya Bea Cukai Gresik untuk mendampingi para pelaku usaha naik kelas. Pun, para atase keuangan dan perdagangan di sejumlah negara juga begitu suportif dalam membuka ruang bagi produk-produk UMKM ini. Hasilnya, produk ekspor dari kawasan berikat Gresik meningkat pesat. Pada 2021, terdapat 16 produk yang diekspor melalui Kawasan Berikat Gresik setelah tahun sebelumnya hanya ada satu produk ekspor. Pada 2022, jumlah ini meningkat kembali menjadi 21 produk.

Setelah melalui sejumlah sosialisasi dan asistensi, terwujudlah sejumlah produk ekspor baru. Sebutlah produk sarung tenun, minuman sarang burung walet, legen (limun tradisional), sampai beragam kerajinan rotan. (Sumber Foto:KPPBC Gresik)

Keragaman Produk

Semula, produk UMKM yang paling kondang di Gresik adalah hasil olahan bandeng dan kerupuk. Bier mengatakan bahwa produk ini relatif serupa dengan yang dihasilkan wilayah lain, seperti Sidoarjo dan Pati. “Artinya apa? Bahwa produk ini suatu saat akan bertemu pada satu titik,” ujar Bier. Perlu ada siasat untuk mengantisipasi kejenuhan pasar olahan bandeng ini.

Setelah melalui sejumlah sosialisasi dan asistensi, terwujudlah sejumlah produk ekspor baru. Sebutlah produk sarung tenun, minuman sarang burung walet, legen (limun tradisional), sampai beragam kerajinan rotan.

Produk sarung tenun dari Gresik, sebetulnya sudah merambah pasar mancanegara sejak beberapa waktu sebelumnya. Namun, prosesnya tidak dilakukan secara mandiri. Para perajin sarung di desa Wedani (Gresik) biasanya akan menerima pesanan dari perusahaan. Lantas, sarung karya mereka akan disemati jenama baru lalu diekspor. Kini, para perajin sarung tenun itu sudah bisa ekspor secara mandiri. Mereka juga telah memiliki jenama sendiri untuk produknya, Wedani Girinata. “Wedani adalah desanya, Girinata (nama klinik ekspor Bea Cukai Gresik) karena hasil asistensi dari klinik ekspor kita,” ujar Bier. Saat ini, Wedani menjadi salah satu desa devisa di wilayah Gresik.

Lantas, produk rotan dari desa Domas, saat ini sedang diproyeksikan menjadi desa devisa mengikuti jejak Wedani. Sejumlah perajin di sana saat ini telah membentuk koperasi sebagai badan usaha, dan melakukan ekspor secara mandiri. Pasca mendapatkan pendampingan dari Klinik Ekspor Girinata, mereka mengaku mulai mendapatkan pesanan dari mancanegara. Pada 2021 silam, mereka juga berkesempatan membuka pameran rotan di Jepang.

Rotan di Domas ini umumnya diproduksi menjadi ragam perlengkapan rumah, seperti keranjang, meja, dan kursi. Proses pembuatannya mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, mulai dari desain, penganyaman, sampai perakitan. Eloknya, dalam proses pembuatan produk rotan ini, proses penganyamannya sebagian besar dikerjakan oleh para ibu rumah tangga sebagai kegiatan sambilan sehari-hari. Dampaknya, setelah ekspor, kesejahteraan ibu-ibu penganyam ini turut meningkat.