Ekonomi Indonesia 2023: Racikan Tepat Kebijakan

16 Januari 2024
OLEH: CS. Purwowidhu
Ekonomi Indonesia 2023 Racikan Tepat Kebijakan. Foto oleh Mahardika A.
Ekonomi Indonesia 2023 Racikan Tepat Kebijakan. Foto oleh Mahardika A.  

Tahun 2023 telah terlewati. Menilik kembali ke belakang, berbagai aral mewarnai perekonomian global, yang juga berdampak pada ekonomi Indonesia. Memasuki tahun 2023, perekonomian dunia sempat diproyeksi akan mengalami pelemahan signifikan, bahkan cenderung mengarah ke resesi.

Kendati demikian, patut disyukuri bahwa ramalan tersebut tidak menjelma. Perekonomian Indonesia pun masih mampu tumbuh tangguh. Namun di lain sisi, ketidakpastian masih terus terjadi. Sebab itu, pemerintah perlu tetap waspada menjaga kondusivitas laju perekonomian ke depan.

Dunia masih bergulat

Berbagai guncangan mempengaruhi lingkungan ekonomi global 2023. Kembalinya permintaan yang tinggi pasca pandemi disertai shock dari sisi penawaran mengakibatkan melonjaknya inflasi.

Rantai pasok global terhambat akibat dilema geopolitik, termasuk merebaknya fenomena fragmentasi yang mendorong makin dalamnya praktik proteksionisme negara-negara di dunia.  Tantangan geopolitik diperparah dengan faktor perubahan iklim menyebabkan harga komoditas bergejolak yang selanjutnya memicu kenaikan inflasi.

Inflasi tinggi kemudian direspons oleh negara-negara maju dengan menaikkan suku bunga acuan. Kenaikan suku bunga tersebut di satu sisi menurunkan inflasi seiring menurunnya permintaan agregat, di samping harga komoditas energi yang juga menurun.

Tercatat sepanjang 2023, harga gas dibandingkan tahun 2022 turun sebesar 38,8%, minyak mentah 10,3%, dan batu bara bahkan turun hingga 63,8%. Sementara minyak sawit, yang juga merupakan komoditas kedua yang penting bagi perekonomian Indonesia setelah batu bara, turun 12,3%. 

Namun demikian, meskipun inflasi negara-negara maju cenderung menurun utamanya pada paruh kedua 2023, yakni setelah bulan September, bank-bank sentral negara-negara maju masih tetap mempertahankan tingkat suku bunga tinggi.

“Dengan perkembangan inflasi yang merendah ini, suku bunga tidak serta merta menurun. Banyak bank sentral masih akan mempertahankan dan menunggu beberapa saat sebelum mereka akan melakukan adjustment. Namun, situasi inflasi yang menurun ini memberi harapan tahun 2024 situasi mungkin bisa lebih baik dengan harapan suku bunga mungkin akan mengalami adjustment, terutama pada paruh kedua,” papar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada APBN KITA 2023, Selasa (2/1/2024).

Tingkat inflasi dan suku bunga acuan yang “higher for longer” menyebabkan pelemahan ekonomi dunia. Kondisi tersebut mendorong arus keluar modal yang meningkat dari negara berkembang dan emerging. Biaya suku bunga tinggi juga menyebabkan defisit di berbagai negara meningkat tajam.

Terbatasnya ruang fiskal negara-negara akibat pandemi menyebabkan berkurangnya kemampuan mengatasi guncangan pasca pandemi.

Di samping disrupsi rantai pasok dan volatilitas sektor keuangan, gejolak lain juga datang dari faktor alam akibat perubahan iklim seperti cuaca ekstrem dan bencana alam. Serta disrupsi teknologi dan keamanan nasional.

Dinamika situasi global tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia cenderung lemah dan tidak merata. Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan sinyal soft landing, artinya aktivitas perekonomian menurun tapi tidak terbanting keras. Bahkan perekonomian Amerika cenderung resilien. Sementara pemulihan ekonomi China tertahan dan dihadapkan pada krisis di sektor properti.

Negara-negara berkembang dan emerging mulai pulih namun tidak cukup kuat. Negara emerging seperti Turki dan Argentina misalnya masih berjuang menstabilkan harga.

Sementara itu, kawasan ASEAN masih termasuk kawasan yang resilien dari sisi ekonomi dan mendapat posisi yang sedikit menguntungkan di tengah pertarungan geopolitik. Sehingga ASEAN bisa tetap menjadi pusat pertumbuhan.

Saat kegiatan manufaktur negara-negara kelompok G7 dan G20 melemah akibat inflasi dan suku bunga tinggi, geliat manufaktur negara-negara ASEAN relatif ekspansif, utamanya Indonesia dan Filipina. Bahkan PMI Manufaktur Indonesia bertahan di zona ekspansif 28 bulan berturut-turut dengan indeks Desember mencapai 52,2.

“Kita lihat Indonesia dengan pertumbuhan Q1, Q2, Q3 selalu di atas atau sekitar 5% itu menunjukkan pertama, resiliensi, daya tahan. Dan kedua, level kinerja yang jauh lebih baik dibandingkan banyak negara lain. Pertumbuhan GDP kita juga relatif termasuk yang teratas atau hanya 3 negara di ASEAN dan G20 yang bisa bertahan di dalam pertumbuhan di atas 5%,” ungkap Sri Mulyani.

ASEAN epicentrum of growth

“Saya meyakini bahwa ASEAN masih penting dan relevan bagi rakyat, bagi kawasan, dan bagi dunia,” ucap Presiden Joko Widodo dalam sambutannya saat membuka secara resmi kick-off Keketuaan Indonesia pada ASEAN tahun 2023 di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (29/01/2023).

Perubahan pesat lanskap global yang utamanya disebabkan oleh pergeseran geopolitik telah menciptakan pola kerja sama internasional yang terfragmentasi. Fenomena menarik rantai suplai manufaktur ke negeri sendiri atau memindahkan ke negara yang dianggap kawan pun tak terhindarkan.

Akibatnya, aliran perdagangan dan investasi global terhambat, perekonomian dunia melemah. Alhasil, terjadi disrupsi rantai pasok yang berujung pada meningkatnya risiko krisis pangan, energi, serta keuangan global.

Menyikapi peliknya konstelasi global tersebut, dan menyadari signifikansi posisi ASEAN di kancah perekonomian dunia. Indonesia tidak berdiam diri. Menggunakan kesempatan emas sebagai Ketua ASEAN 2023, Indonesia lantang mengusung tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”.

Bukan tanpa sebab Indonesia punya visi agar ASEAN jadi pusat pertumbuhan. Dalam kurun 2000-2022 ASEAN mencatatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 5%, termasuk yang tertinggi di dunia. Dengan populasi mencapai 672 juta jiwa per 2022 atau 9% dari total penduduk dunia, ASEAN menyumbang kue ekonomi sebesar 6,4% dari PDB global.

ASEAN juga menjadi salah satu mitra perdagangan dan investasi yang patut dilirik. Pada 2022, total perdagangan ASEAN berkontribusi 7,7% dari total perdagangan dunia atau 17,6% dari total perdagangan Asia Timur. Sementara total investasi langsung (FDI) ASEAN menyumbang 11,6% dari total FDI dunia atau 26,7% dari total FDI Asia Timur.

Presiden juga menegaskan visi ASEAN menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi tidak akan tersandera oleh isu Myanmar yang belum tuntas. Terlebih pertumbuhan ekonomi ASEAN di atas rata-rata dunia.

Serangkaian agenda bergulir di meja diplomasi untuk meletakkan fondasi yang kuat bagi ASEAN dalam menghadapi tantangan di masa mendatang, memastikan ASEAN menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia, serta mewujudkan Indo-Pasifik sebagai kawasan yang aman dan damai.

ASEAN pun mengecam keras peningkatan aksi kekerasan di Myanmar dan menegaskan lima poin konsensus tetap menjadi acuan utama ASEAN dalam membantu penyelesaian krisis politik di Myanmar.

Sejumlah upaya lainnya untuk melindungi stabilitas kawasan juga dilakukan. Termasuk dengan mengampanyekan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) atau Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik kepada mitra-mitra ASEAN saat KTT. Serta mendorong akselerasi pembangunan rantai pasok kawasan melalui hilirisasi industri.

Tak hanya mengusung stabilitas kawasan, pertumbuhan kawasan yang berkelanjutan juga menjadi fokus bahasan KTT. Berbagai langkah kerja sama pembangunan ekonomi hijau, termasuk infrastruktur hijau ditempuh.

Selama kepemimpinan Indonesia, pilar-pilar penopang ASEAN untuk menjadi pusat pertumbuhan seluruhnya diperkuat.

Beberapa hasil penting KTT ke-43 ASEAN yakni mewujudkan ekosistem kendaraan listrik ASEAN, Digital Economy Framework Agreement (DEFA), ketahanan energi, implementasi Chiang Mai Initiatives dan Local Currency Transaction (LCT), ketahanan pangan, ASEAN Outlook on Indo-Pacific, dan terkait investasi dalam ASEAN Indo-Pacific Forum.

“Di forum memang saya sampaikan bahwa setiap pemimpin yang hadir punya tanggung jawab yang sama-sama besar untuk tidak menciptakan konflik baru, untuk tidak menciptakan ketegangan baru. Dan di saat yang sama kita juga punya tanggung jawab untuk menurunkan tensi yang panas, untuk mencairkan suasana yang beku, untuk menciptakan ruang dialog,” ujar Presiden Joko Widodo dalam keterangan pers seusai menutup rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-43 ASEAN di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (7/9/2023).

Ilustrasi oleh Tubagus P.

Resilien di tengah tekanan

Hingga triwulan ke-3 tahun 2023, ekonomi nasional secara kumulatif mampu tumbuh 5,05%. Permintaan domestik dan supply tercatat masih kuat. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,9% (ytd) dan investasi 4,2% (ytd). Sedangkan ekspor tumbuh tipis 1,1% (ytd) dan impor melemah -2,0% (ytd) imbas pelemahan ekonomi global.

Sementara sisi produksi juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Sektor transportasi, akomodasi makan minum, dan infokom menjadi sektor dengan pertumbuhan tertinggi. Sektor pertambangan juga mampu tumbuh 5,7% di tengah moderasi harga komoditas global.

Inflasi Indonesia pun terkendali di level 2,61% (yoy) per Desember 2023. Jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi 2023 yang sebesar 3,6%. Inflasi volatile food yang menjadi kontributor utama inflasi seperti beras, cabai, dan bawang putih juga mulai menunjukkan tren menurun di Desember 2023.

“Stabilitas harga moga-moga tidak mengalami disrupsi lagi karena faktor geopolitik, maupun bencana alam dan faktor lainnya,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KITA 2023, Selasa (2/1/2024).

Selanjutnya di sektor perdagangan, meskipun ekspor dan impor cenderung berada di zona negatif sejak awal 2023 akibat melemahnya perekonomian global, khususnya negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Namun, neraca perdagangan Indonesia masih menunjukkan kinerja positif dan mencatatkan surplus 43 bulan berturut-turut. Secara kumulatif, neraca perdagangan Januari hingga November 2023 mencapai 33,63 miliar dolar Amerika Serikat.

Sementara di sektor keuangan, di tengah tekanan suku bunga yang masih sangat tinggi di 2023 walaupun inflasi global mereda, nilai tukar rupiah mampu terjaga baik dan pasar SBN mengalami tren inflow serta penurunan yield.

Pasar SBN mengalami inflow hingga Rp8,75 triliun per Desember 2023. Capaian tersebut mendorong yield berada pada tren penurunan dalam 2 bulan terakhir. Yield SBN 10 tahun membaik, turun menjadi 6,74% per 13 Desember 2023. Adapun rata-rata tertimbang Yield SBN 10 tahun sebesar 6,68% (ytd). Sekitar hampir 100 basis poin lebih rendah dari asumsi APBN 2023 yang 7,9%. Capaian apik ini terjadi pada saat suku bunga di Amerika Serikat naik 500 basis point di atas 5% oleh The Fed. 

“Ini menunjukkan confidence terhadap ekonomi, currency, dan surat berharga kita masih terjaga kuat.  Ini hal yang positif, ini terjadi pada saat dunia sedang gonjang-ganjing dan tidak baik-baik saja. Kemampuan kita untuk menjaga stabilitas, confidence, kredibilitas itu menjadi salah satu pertanda kinerja pengelolaan APBN dan ekonomi yang cukup dipercaya dan baik,” ungkap Sri Mulyani.

Lebih lanjut, laju ekonomi domestik masih sangat resilien yang ditunjukkan dengan berbagai indikator. Aktivitas produksi masih cukup kuat tercermin dari PMI Manufaktur Indonesia yang terus ekspansif mencapai 52,2. Konsumsi listrik tumbuh tinggi 14% untuk bisnis dan 6,7% untuk industri. Dari sisi konsumsi, Indeks Keyakinan Konsumen masih terjaga cukup tinggi mencapai 123,6. Sementara Indeks Penjualan Riil tumbuh positif mencapai 2,9%.

Laju pertumbuhan ekonomi yang relatif kuat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tercatat tingkat pengangguran terbuka mampu ditekan ke level 5,32% per Agustus 2023 dari periode sama di tahun sebelumnya yang sebesar 5,86%.

Penguatan pemulihan ekonomi serta berbagai program perlinsos juga mampu menurunkan tingkat kemiskinan dari 9,54% per Maret 2022 menjadi 9,36% di 2023 lebih rendah bahkan dari masa pra covid 2019 yang sebesar 9,41%.

“Jadi semua tren dari sektor kesejahteraan masyarakat terutama kelompok 40% paling rentan menunjukkan adanya perbaikan. Dan itu karena APBN kita cukup aktif mengaddress isu dari masyarakat yang paling rentan ini,” tutur Sri Mulyani.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini perekonomian Indonesia 2023 tumbuh di kisaran 5%. Didukung realisasi berbagai indikator yang lebih baik dari yang diperkirakan sebelumnya. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut juga sejalan dengan prediksi IMF, Bank Dunia, dan konsensus Bloomberg.

“Itu kondisi lingkungan ekonomi yang kita lihat, kita hadapi, dan sekaligus kita kelola dan hasilnya relatif jauh lebih baik dari yang kita perkirakan. Artinya APBN mampu bertahan dalam tekanan dan APBN mampu membantu ekonomi juga untuk menjadi lebih baik,” ungkap Sri Mulyani.

APBN 2023: Sehatkan diri, ekonomi, dan masyarakat

Kinerja positif perekonomian Indonesia di 2023 tidak lepas dari kerja keras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang solid melindungi ekonomi dari berbagai gejolak yang terjadi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan ketika memasuki tahun 2023 pihaknya sudah melihat salah satu risiko yang harus dikelola APBN dan ekonomi adalah koreksi harga komoditas. Nyatanya harga komoditas di 2023 memang mengalami moderasi dan kontraksi cukup dalam.

“Ini yang waktu itu, waktu mendesain APBN 2023, kita cukup khawatir akan memukul penerimaan kita dan kemudian akan menyebabkan APBN kita mengalami tekanan sehingga kemampuan untuk jaga ekonomi dan menjadi shock absorber juga bisa melemah,” tutur Sri Mulyani.

Namun, ternyata APBN menunjukkan resiliensi yang sangat baik dari pengaruh harga komoditas. APBN berhasil kembali mencatatkan surplus keseimbangan primer di penghujung 2023 lalu setelah negatif sejak 2012. Tercatat realisasi (sementara) surplus keseimbangan primer APBN 2023 sebesar Rp92,2 triliun. Capaian ini menandakan kondisi APBN semakin sehat.

“Jadi ini APBN dua tahun berturut-turut (2022 dan 2023) sudah ahead the curve, mampu untuk menyehatkan dirinya. Namun, bisa pada saat yang bersamaan menyehatkan ekonomi, mendukung perekonomian, dan program-program prioritas nasional, serta melindungi masyarakat,”

Realisasi penerimaan pajak tercapai 108,8% dari target APBN atau sebesar Rp1.869,2 triliun. Tumbuh kuat 8,9%. Kinerja positif penerimaan pajak tersebut berhasil dipertahankan selama tiga tahun berturut-turut sejak 2021.  

Sementara di tengah menurunnya harga komoditas, utamanya andalan Indonesia yakni batu bara dan CPO, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) masih mampu tumbuh signifikan bahkan melebihi target yaitu mencapai Rp605,9 triliun dari target awal Rp441,4 triliun.

Sementara belanja negara berhasil terealisasi 102,0% dari pagu APBN yakni sebesar Rp3.121,9 triliun atau tumbuh sebesar 0,8%. Realisasi belanja utamanya didorong belanja Kementerian/Lembaga (K/L) yang tercapai 115,2% dari pagu. Sedangkan belanja non-K/L menurun sejalan dengan menurunnya belanja kompensasi dan subsidi sebagai dampak turunnya harga komoditas. Sementara transfer ke daerah juga melampaui target yakni mencapai 108,2% atau Rp881,3 triliun, tumbuh 8% dibandingkan tahun 2022.  

Dengan demikian defisit berhasil diturunkan ke level 1,65%.

“Jadi kalau kita lihat refleksi 4 tahun ke belakang, APBN ini sudah menyelesaikan perjalanannya, auto complete our journey pasca pandemi. Pandeminya sudah kita selesaikan, kita atasi dengan baik, ekonominya sudah kita pulihkan, masyarakatnya kita perkuat lagi, dan APBN-nya juga kuat. Ini yang menjadi modal bagi kita untuk memasuki tahun 2024 dan seterusnya karena setiap tahun itu pasti ada shock,” jelas Sri Mulyani.

APBN mampu menjaga stabilitas ekonomi di tengah dinamika yang terjadi, pun di saat bersamaan berhasil melindungi daya beli masyarakat serta mendukung terlaksananya agenda pembangunan prioritas seperti penanganan stunting, kemiskinan ekstrem, dampak El Nino, pelaksanaan pemilu, pembangunan IKN, serta pembangunan proyek-proyek strategis nasional.

Kinerja APBN yang solid dan kredibel juga didukung oleh serangkaian reformasi yang dijalankan di 2023. Seperti implementasi Undang-Undang Harmonisasi peraturan Perpajakan (UU HPP), UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), dan UU Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Reformasi pajak dongkrak penerimaan

Pemerintah terus berupaya meningkatkan rasio pajak secara bertahap. Tercatat realisasi (sementara) rasio perpajakan tahun 2023 mencapai 10,21%, sementara rasio perpajakan tahun 2022 di luar program pengungkapan sukarela (PPS) sebesar 10,08%.  

Director, DDTC Fiscal Research & Advisory, Bawono Kristiaji atau kerap disapa Aji mengapresiasi langkah pemerintah untuk mulai mengurangi ketergantungan sumber penerimaan dari sektor komoditas sumber daya alam yang rentan terfluktuasi. Baik melalui hilirisasi SDA maupun optimalisasi sektor-sektor lainnya.

Aji mengamati selama beberapa tahun terakhir pertumbuhan penerimaan dari sektor-sektor lain lebih terdistribusi secara normal. Seperti dari sektor manufaktur, jasa keuangan, perdagangan besar, dan sebagainya.

Di sisi lain, Aji berpandangan strategi yang ditempuh pemerintah baik melalui reformasi administrasi maupun kebijakan perpajakan yang berlandaskan pada UU HPP sangat penting dalam memperkuat penerimaan di 2023 ini, terlepas dari harga komoditas yang terus melemah.

Dari segi administrasi, dia menilai sudah ada pembenahan antara lain melalui penerapan compliance risk management yang memungkinkan peningkatan akurasi dalam pemetaan profil risiko wajib pajak. Serta upaya pengintegrasian data untuk mendorong efektivitas administrasi dan kepatuhan pajak.

Rasio perpajakan yang relatif membaik pasca pandemi menunjukkan buah implementasi UU HPP. Beberapa upaya telah ditempuh antara lain dengan melakukan optimalisasi perluasan basis pemajakan melalui pengawasan wajib pajak (WP) sebagai tindak lanjut Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP.

Tak hanya itu, untuk menciptakan perpajakan yang adil, pemerintah menerapkan lima lapisan tarif pajak. Mulai dari tarif pajak 5% untuk penghasilan di bawah Rp60 juta hingga 35% untuk penghasilan di atas Rp5 miliar.

Sementara itu, pemerintah juga memberikan fasilitas tambahan bagi pelaku UMKM melalui UU HPP agar UMKM bisa naik kelas. Fasilitas tersebut berupa pembebasan pajak bagi WP UMKM yang memanfaatkan tarif PPh final 0,5% atas bagian peredaran bruto hingga Rp500 juta dalam satu Tahun Pajak.

Mengomentari penggunaan NIK sebagai NPWP, Aji berpendapat hal tersebut akan sangat bermanfaat untuk menutup celah compliance gap. Menurut dia tingginya tingkat shadow economy di Indonesia menjadi salah satu tantangan penerimaan negara. Shadow economy merupakan sektor-sektor atau kegiatan atau aktivitas ekonomi baik legal maupun ilegal yang tidak tertangkap oleh radar pemantauan otoritas.

“Di 2021, ada 140 juta angkatan kerja di Indonesia, tapi hanya 61,5 jutanya saja yang punya NPWP.  Dengan adanya integrasi penggunaan NIK sebagai NPWP, ini memungkinkan sejak awal ada pemetaan (wajib pajak) atau masuk dulu dalam radar otoritas. Kemudian dari situ lebih mudah untuk dipetakan profiling nya, matching nggak sih antara profilnya sama pembayaran pajaknya? Itu lebih mudah untuk dilakukan, dibandingkan kalau kita gak punya sistem penggunaan NIK sebagai NPWP,” lanjut Aji.

Di samping itu, Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu (DJP) saat ini juga tengah mempersiapkan implementasi pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau Core Tax Administration System (Core Tax System).

Pembaruan sistem administrasi perpajakan tersebut meliputi organisasi, sumber daya manusia, peraturan perundang-undangan, proses bisnis, dan teknologi informasi serta basis data.

Core Tax System merupakan sebuah sistem teknologi informasi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas DJP, termasuk otomasi proses bisnis seperti pemrosesan surat pemberitahuan, dokumen perpajakan, pembayaran pajak, dukungan pemeriksaan dan penagihan, pendaftaran wajib pajak, hingga fungsi taxpayer accounting.

Pemberlakuan Core Tax System telah tertuang di dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018. 

Aji sepakat bahwa core tax system bisa mendorong penerimaan pajak melalui peningkatan kepatuhan. Core tax system bukan hanya akan mempermudah layanan dari yang sebelumnya manual menjadi digital. Namun juga akan memperkuat pengawasan dan penegakan hukum berdasarkan basis data dan risiko. Serta diharapkan dapat mendorong peningkatan tax ratio.

Sistem pengelolaan pajak yang terdigitalisasi menurut Aji juga dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. Di samping penguatan kepastian hukum di bidang perpajakan untuk mengurangi multiinterpretasi peraturan di lapangan, penguatan tata cara penegakan hukum di bidang perpajakan, serta pengenaan sanksi pajak yang lebih proporsional.

“Jadi dua instrumen ini, yaitu core tax system dan juga penggunaan NIK sebagai NPWP. Ini menurut saya adalah terobosan administrasi yang paling penting dan akan menentukan keberhasilan penerimaan pajak kita di tahun ini dan tahun mendatang,” pungkas Aji.

UU HKPD perkuat sinergi pusat dan daerah 

Sepertiga belanja APBN diperuntukkan transfer ke daerah (TKD) yang bertujuan memperkuat kualitas fiskal daerah dalam mengakselerasi dan memeratakan pembangunan, serta berkontribusi kepada pencapaian target pembangunan nasional.

Pada 2023, alokasi TKD mencapai Rp814,72 triliun dari total pagu belanja negara yang sebesar Rp3.061 triliun. Dana ini dibagikan ke lebih dari 548 Kabupaten, Kota, dan Provinsi di Indonesia. Realisasi (sementara) TKD 2023 tercatat mencapai 108,2% atau sebesar Rp881,3 triliun. Tumbuh 8,0% dibandingkan tahun 2022.

Dana TKD saat ini masih mendominasi pendapatan daerah. Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan semakin besarnya dana TKD menunjukkan fokus pemerintah pusat untuk mendorong pembangunan di daerah. Dengan adanya TKD, pemda dapat mendorong belanja-belanja strategis yang penting dalam mentransformasi ekonomi Indonesia.

Adapun data BPS menunjukkan pada 2023 seluruh daerah di Indonesia tumbuh positif, rata-rata 5%. Pertumbuhan tinggi terjadi pada wilayah berbasis hilirisasi SDA seperti di Sulawesi, Maluku dan Papua yang tumbuh di atas rata-rata nasional.

Implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) menjadi kunci utama penguatan desentralisasi fiskal. UU HKPD membantu meningkatkan koordinasi antara pusat dan daerah dalam mensinkronkan kebijakan.

"Menurut saya memang kata kuncinya itu implementasi dari UU HKPD, karena itu menyamakan sistem yang kemudian bisa digunakan oleh seluruh pemerintah daerah sehingga satuan ukuran evaluasinya jelas," kata Yusuf.

Dengan UU HKPD, pemda diharapkan dapat mengeksekusi belanja APBD secara responsif, optimal, dan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat di daerah.

Dalam UU HKPD misalnya mengatur antara lain mengenai pengendalian belanja pegawai, penguatan belanja infrastruktur, dan sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) daerah berbasis kinerja.

Belanja pegawai daerah di luar tunjangan guru yang dialokasikan melalui TKD dibatasi maksimal 30% dari belanja APBD. Belanja infrastruktur pelayanan publik wajib dialokasikan paling rendah 40% dari belanja APBD di luar belanja bagi hasil dan/atau TKD dan/atau desa. Masing-masing belanja tersebut diberikan masa transisi penyesuaian paling lama 5 tahun ke depan.

Sementara, bagi daerah dengan SiLPA daerah dan kinerja layanan tinggi maka SiLPA dapat diinvestasikan dan/atau digunakan untuk pembentukan Dana Abadi Daerah.

Yusuf memandang berbagai upaya optimalisasi realisasi belanja daerah yang ditempuh saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan sepuluh tahun silam. Khususnya dalam upaya mengurangi dana mengendap di kas daerah (idle cash).

“Saya kira sekarang ini fokus pemerintah pusat dalam membantu pemerintah daerah dalam mendorong realisasi belanja mereka itu sudah jauh lebih besar jika dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya,” ucap Yusuf.

Di saat bersamaan, pemerintah juga menurut Yusuf perlu tetap berpegang pada asas desentralisasi di mana daerah diharapkan bisa menggali sumber-sumber potensinya.

UU HKPD mendorong penguatan desentralisasi fiskal, salah satunya melalui redesain dana bagi hasil (DBH). Redesain DBH bertujuan memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah. Serta mengurangi dampak negatif akibat eksplorasi sumber daya alam (SDA).

Melalui beleid ini, pagu DBH ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan satu tahun sebelumnya (T-1) dan dengan memperhatikan kinerja daerah. Sehingga alokasi menjadi lebih presisi.

Tak hanya itu, UU HKPD juga membuka potensi bertambahnya pendapatan daerah. Misalnya dengan kenaikan DBH untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari 90% menjadi 100% atau sepenuhnya bagi pemda. Selain itu, DBH cukai hasil tembakau (CHT) juga mengalami peningkatan dari 2% menjadi 3%. Penggunaan DBH CHT bertujuan untuk mengatasi eksternalitas atau dampak dari konsumsi tembakau, sekaligus sebagai bantalan tehadap kebijakan cukai.

Pengalokasian DBH pada UU HKPD juga menekankan aspek keadilan. Selain menerapkan prinsip by origin, artinya kabupaten/kota penghasil memperoleh persentase pembagian yang lebih besar daripada kabupaten/kota lainnya nonpenghasil, pengalokasian DBH juga memperhatikan eksternalitas atau dampak negatif.

Untuk lebih menggali potensi daerah serta mengurangi ketergantungan pemda terhadap TKD, pemerintah melalui UU HKPD juga melakukan penguatan kewenangan pemajakan daerah agar pemda dapat meningkatkan penerimaan asli daerahnya (PAD).

Pengaturan atas restrukturisasi pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) serta integrasi pajak daerah diharapkan dapat mengoptimalisasi pemungutan pajak daerah.

Di satu sisi, Yusuf meyakini implementasi UU HKPD menjadi kunci dalam menstandarkan sistem pengelolaan fiskal daerah oleh seluruh pemda, sekaligus memperjelas satuan ukuran evaluasi kinerja yang dipakai. Sehingga APBD bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat daerah.

Namun, Yusuf mencermati masa transisi penyesuaian pelaksanaan UU HKPD yang dibatasi dalam kurun 5 tahun, sebaiknya tidak dipukul rata kepada semua daerah mengingat adanya perbedaan kapasitas fiskal masing-masing daerah. Karena itu, pemerintah pusat perlu mengintensifkan asistensi bagi pemda, khususnya yang mempunyai kapasitas fiskal kecil, dalam menggali potensi yang mereka miliki.

Benahi sektor keuangan dengan UU P2SK

Sejarah menunjukkan tempaan krisis melahirkan reformasi. Salah satunya di sektor keuangan. Reformasi sektor keuangan Indonesia terus dilakukan untuk membangun perekonomian yang tangguh, mandiri, berkelanjutan, dan berkeadilan.

Merespons kondisi dan tantangan sektor keuangan terkini, Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) bersama pemerintah sepakat membentuk Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) yang kemudian disahkan oleh Presiden menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 pada 12 Januari 2023.

Menanggapi penetapan UU P2SK tersebut, Executive Director Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam mengungkapkan UU P2SK sudah sangat mendesak untuk diterbitkan mengingat perubahan di sistem keuangan berjalan sangat cepat.

“Banyak yang mengatakan kok pemerintah buru-buru mengeluarkan Undang-Undang P2SK. Padahal sebenarnya bukan buru-buru, justru ini sudah terlalu lama, kita itu membutuhkan perubahan undang-undang,” ujar Piter.

Salah satu urgensi pembentukan UU P2SK yakni perubahan peran kelembagaan otoritas yang belum disesuaikan secara keseluruhan dalam undang-undang. Sementara mengubah undang-undang otoritas satu-persatu tentu memakan waktu panjang. Piter menilai Omnibus Law Cipta Kerja merupakan pengalaman berharga bagi pemerintah dan parlemen dalam membentuk UU P2SK dengan menggunakan metode Omnibus Law. 

Adapun Undang-Undang yang menjadi payung hukum bagi sektor keuangan di Indonesia ini terdiri dari 27 bab dan 341 pasal. Secara umum pokok materi UU P2SK mencakup dua bagian besar yaitu pengaturan kelembagaan dan koordinasi otoritas di sektor keuangan, serta pengaturan mengenai industri di sektor keuangan berikut infrastruktur pendukungnya, termasuk SDM. 

“Jadi dengan Omnibus Law sistem keuangan ini, kita bisa melakukan reformasi sistem keuangan secara keseluruhan. Saya kira waktunya sudah sangat tepat,” tutur Piter.

Momentum reformasi sektor keuangan melalui UU P2SK juga menjadi semakin tepat di tengah beragam tantangan risiko global saat ini. Baik pandemi, tensi geopolitik, ancaman resesi global, kerawanan pangan, dan perubahan iklim.

Penguatan stabilitas sistem keuangan sangat diperlukan agar perekonomian kita berdaya tahan terhadap guncangan yang mungkin terjadi. Upaya serupa juga telah ditempuh dalam sinergi solid antara pemerintah, otoritas sektor keuangan, dan parlemen. 

UU P2SK menurut Piter juga menjadi penguatan payung hukum kelembagaan sekaligus penegasan peran dan posisi otoritas sektor keuangan yang selama ini sudah berjalan, sebagai upaya menjaga stabilitas sistem keuangan ke depan.

“Saya kira ini (UU P2SK) akan menjadi sebuah hal yang mempercepat, memperkuat dari kontribusi sistem keuangan kita yang sejauh ini sebenarnya sudah sangat berperan bagi perekonomian kita,” papar Piter.

Di samping penegasan tujuan, tugas, dan wewenang Bank Indonesia untuk turut memelihara stabilitas sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi, UU P2SK juga mengatur beberapa poin penting. Di antaranya mengatur pejabat BI, OJK, dan LPS tidak boleh berasal dari partai politik. Melalui UU P2SK, OJK juga diberi kewenangan untuk mengawasi aset kripto dan koperasi yang bergerak di sektor jasa keuangan.

UU P2SK juga mendorong peningkatan perlindungan bagi konsumen misalnya dengan  memberikan mandat kepada LPS untuk menyelenggarakan program penjaminan polis asuransi. Sementara untuk meningkatkan inklusi keuangan diatur mekanisme pembiayaan bagi masyarakat dan pengusaha mikro. Serta pengaturan kegiatan usaha bullion.

Adapun setelah pengesahan UU P2SK oleh Presiden, pemerintah dan otoritas sektor keuangan dalam kurun dua tahun sejak diundangkan akan menyusun peraturan pelaksanaan dalam bentuk peraturan pemerintah, peraturan BI, peraturan OJK, dan peraturan LPS. 

"Harapan kita pasti semuanya berjalan dengan baik. Tentunya itu sangat bergantung pada bagaimana nanti K/L terkait dan otoritas di sektor keuangan menindaklanjuti apa yang sudah menjadi amanah dalam undang-undang, termasuk dalam hal ini mengeluarkan ketentuan operasional yang akan menegaskan memperjelas bagaimana hal tersebut harus dilaksanakan nantinya," pungkas Piter.

Ilustrasi oleh Tubagus P.

Optimisme 2024

Di tengah menguatnya fondasi ekonomi domestik serta membaiknya prospek pertumbuhan ekonomi global, pemerintah mengestimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 sebesar 5,2%.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memandang optimis target tersebut mengingat proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan oleh beberapa lembaga keuangan dunia seperti World Bank, OECD, dan IMF akan meningkat dibandingkan dengan proyeksi tahun 2023.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan untuk tahun depan cukup konvergen di rentang 4,9-5,1%,” tutur Josua dalam acara Media Gathering Kementerian Keuangan di Cianjur Jawa Barat, Senin (25/9/2023).

Menurut Josua membaiknya pertumbuhan ekonomi global menjadi modal dasar perbaikan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara, khususnya negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Jadi dengan asumsi 5,2% tersebut masih bisa tercapai. Setidaknya pertumbuhan konsumsi rumah tangga minimal 5% agar secara keseluruhan pertumbuhan ekonominya di atas 5%,” ungkap Josua.

Sementara itu, Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sedikit melambat di kisaran 4,9%-5% pada 2024.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal dalam CORE Economic Outlook 2024, di Jakarta, Selasa (12/12/2023) memaparkan melemahnya pertumbuhan ekonomi China sebagai mitra dagang utama Indonesia, akan signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Yang perlu diwaspadai adalah ketergantungan ekspor yg besar ke China. Sementara ekspor ke negara-negara nontradisional hanya 6%, di bawah China dan India,” ungkap Faisal.

Di samping itu, berlanjutnya tren penurunan harga komoditas primer andalan Indonesia seiring melemahnya perekonomian global cenderung turut melemahkan kontribusi ekspor terhadap PDB.

Di sisi domestik, konsumsi rumah tangga diperkirakan relatif stabil namun cenderung melemah marjinal.

Sementara itu, pengeluaran terkait pesta demokrasi diperkirakan akan mendongkrak konsumsi domestik secara temporer. CORE Indonesia memproyeksi pemilu akan berkontribusi sebesar Rp294,5 triliun terhadap PDB.

Di samping itu, pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi juga akan ditopang oleh inflasi yang diprediksi tetap rendah pada rentang 2%-3%. Inflasi tidak akan menahan laju konsumsi tahun depan kecuali terjadi lonjakan inflasi pada makanan volatil. Beberapa insentif fiskal yang digelontorkan pemerintah seperti PPN DTP 100% untuk pembelian rumah komersial kurang dari Rp2 miliar, serta anggaran bansos dan subsidi yang relatif stabil dinilai akan menjaga daya beli masyarakat.

Dari sisi investasi, CORE memproyeksi para investor cenderung akan wait and see hingga ada kepastian hasil penyelenggaraan pemilu, sehingga arus masuk investasi baru akan cenderung tertahan setidaknya hingga tiga kuartal pertama tahun depan.

Namun, investasi untuk peningkatan kapasitas produksi usaha yang telah eksis, seperti di sektor industri manufaktur dan jasa-jasa diperkirakan relatif tidak akan terpengaruh oleh kontestasi politik.

Di balik semua tantangan itu, hilirisasi diperkirakan mampu menahan perlambatan investasi di tahun politik. Menurut Faisal minat investor untuk berinvestasi di sektor hilirisasi semakin meningkat dan akan terus berlanjut di 2024 ini.  

Program hilirisasi telah menjadi penopang pertumbuhan investasi hingga kuartal tiga tahun 2023. Bahkan, berhasil meningkatkan investasi langsung sektor sekunder secara tahunan sebesar 23% pada kuartal tiga tahun 2023.

Pada tahun 2024, program hilirisasi diprediksi akan terus mendorong pertumbuhan investasi langsung dan penanaman modal tetap bruto (PMTB), melalui perluasan hilirisasi seperti gasifikasi batubara, pembangunan smelter bauksit, smelter tembaga, pabrik pupuk, dan pembangunan pabrik sel baterai kendaraan listrik

“Investasi relatif stabil, perlambatan karena faktor tahun politik dan lain-lain diredam dengan kebijakan hilirisasi,” pungkasnya.


CS. Purwowidhu