Bea Cukai Dukung Penuh Peningkatan Ekspor

1 Juli 2022
OLEH: Reni Saptati D.I.
Bea Cukai Dukung Penuh Peningkatan Ekspor
 

Tidak hanya perusahaan yang memiliki Chief Financial Officer (CFO), tetapi negara pun juga punya. Ialah Menteri Keuangan yang memegang peranan selaku CFO Pemerintah Republik Indonesia. Menyusun kebijakan fiskal menjadi satu dari sekian tugas CFO. Dalam penanganan pandemi, fungsi fiskal ini benar-benar dimanfaatkan sepenuhnya agar pandemi teratasi. Berbagai instrumen fiskal digunakan, antara lain Fasilitas Kepabeanan dan Cukai.

Direktur Fasilitas Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai, Untung Basuki, mengungkapkan pemberian Fasilitas Kepabeanan dan Cukai menjalankan tiga peran utama dalam penanganan pandemi.

"Pertama, bagaimana memenuhi kebutuhan alat-alat kesehatan," terang Untung.

Sebagian besar alat kesehatan yang dibutuhkan selama pandemi --seperti masker, hand sanitizer, dan APD-- masih diimpor dari luar negeri. Oleh sebab itu, Menteri Keuangan melalui Ditjen Bea dan Cukai memberikan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor alat-alat kesehatan agar suplai di dalam negeri terpenuhi dan harganya terjangkau.

“Kedua, bagaimana menjaga kelangsungan perusahaan agar tetap bisa berjalan atau survive, terutama perusahaan berorientasi ekspor,” Untung melanjutkan. “Ketiga, bagaimana fasilitas kepabeanan memberikan dorongan recovery kepada perusahaan.”

Menurut Untung, pada pertengahan tahun 2022, perusahaan di Indonesia sudah memasuki fase proses recovery. Momentum recovery ini akan dimanfaatkan sebaik mungkin supaya ekspor kian meningkat.

Kontribusi besar terhadap ekspor nasional

Ditjen Bea dan Cukai terus menunjukkan keberpihakannya dalam mendukung peningkatan ekspor di Indonesia. Sejumlah fasilitas yang diberikan untuk mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing perusahaan pada skala global. Bentuknya antara lain berupa Fasilitas Kawasan Berikat, Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), serta Fasilitas Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

“Fasilitas Kawasan Berikat adalah fasilitas yang diberikan pemerintah dalam rangka mendorong perusahaan pengolahan atau manufacturing untuk melakukan ekspor karena memang ada kewajiban dari perusahaan ini untuk ekspor. Kalau dia ke lokal boleh, tetapi dibatasi maksimal 50 persen dari ekspornya,” terang Untung.

Jenis industri di kawasan ini cukup bervariasi. Beberapa diantaranya yakni industri tekstil, holtikultura, otomotif, dan bidang refinery crude palm oil (CPO). Sebagian perusahaan yang mendapat Fasilitas KITE juga bergerak di bidang industri tekstil dan otomotif. Untung menjelaskan Fasilitas KITE dibedakan menjadi KITE Pembebasan, KITE Pengembalian, dan KITE Industri Kecil Menengah (IKM).

KITE Pembebasan yaitu Fasilitas Pembebasan Bea Masuk dan PPN Impor tidak dipungut atas impor bahan baku untuk diolah, dirakit, dipasang, dan hasil produksinya diekpor. KITE Pengembalian merupakan Fasilitas Pengembalian Bea Masuk atas impor bahan baku untuk diolah, dirakit, dipasang, dan hasil produksinya diekspor. Sementara itu, KITE IKM adalah fasilitas yang diberikan untuk IKM yang melakukan pengolahan, perakitan, atau pemasangan bahan baku yang hasil produksinya untuk tujuan ekspor.

“Kalau perusahaan yang KITE, ini juga sebagian besar produk tekstil, otomotif. Untuk IKM ini kemarin sudah sana ada busana muslim, kemudian ada produk lain yang memang skalanya masih kategori kecil dan menengah. Variasinya cukup banyak juga,” tutur Untung.

Untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, dan ekonomi di KEK, pelaku usaha juga mendapat Fasilitas Kepabeanan, baik berupa insentif maupun prosedural. Pemerintah juga telah mengeluarkan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang bertujuan untuk mendukung iklim investasi. Bersamaan dengan UU tersebut, Ditjen Bea dan Cukai juga akan memperbaiki regulasi terutama terkait dengan KEK dan free trade zone untuk menjaga nilai ekspor Indonesia tetap baik.

“Perusahaan KEK ini tersebar di seluruh Indonesia. Ada jenis-jenisnya, meliputi pariwisata seperti di Mandalika, kemudian ada industri manufaktur seperti di Kendal. Ke depannya nanti akan ada beberapa tema KEK, misalnya KEK pendidikan dan kesehatan,” Untung menambahkan.

Hingga tahun 2022, tercatat ada 1.393 perusahaan yang mendapat Fasilitas di Kawasan Berikat dan  471 perusahaan yang mendapat Fasilitas KITE. Dari angka penerima Fasilitas KITE tersebut, terdapat 113 perusahaan yang mendapat Fasilitas KITE IKM. Angka tersebut naik signifikan dari sebelumnya berjumlah 74 pada tahun 2019. Hal tersebut memperlihatkan komitmen besar Ditjen Bea dan Cukai untuk melakukan pembinaan kepada IKM berorientasi ekspor.

Untung juga mengungkapkan kontribusi ekspor perusahaan penerima fasilitas kepabeanan mencapai 36-37 persen terhadap jumlah ekspor nasional, atau mencapai lebih dari sepertiganya. Oleh sebab itu, Kementerian Keuangan menjaga agar perusahaan-perusahaan tersebut dapat berjalan dengan baik.

Multiplier effect ekspor ini ke devisa. Devisa ke neraca perdagangan. Dengan kontribusi yang sebesar itu, maka menjadi tugas kita semua untuk harus menjaga, terutama untuk beberapa yang menyerap banyak tenaga kerja, seperti tekstil. Harus kita dukung,” tegas Untung.

Selain dalam bentuk Fasilitas Kepabeanan di Kawasan Berikat, KITE, dan KEK, Ditjen Bea dan Cukai memiliki Program Klinik Ekspor yang memberikan kemudahan layanan informasi dan izin kepabeanan kepada para pelaku usaha. (Sumber Foto:Anas Nur H)

Kolaborasi kuat dukung UMKM

Upaya untuk mendukung peningkatan ekspor tak dilakukan sendiri oleh Ditjen Bea dan Cukai. Di lingkup internal Kementerian Keuangan bahkan sudah ada program untuk mendorong pengembangan UMKM yang harus dilakukan oleh seluruh unit eselon I.

Selain dalam bentuk Fasilitas Kepabeanan di Kawasan Berikat, KITE, dan KEK, Ditjen Bea dan Cukai memiliki Program Klinik Ekspor yang memberikan kemudahan layanan informasi dan izin kepabeanan kepada para pelaku usaha. Klinik Ekspor tidak hanya memberikan dukungan bagi perusahaan besar yang memiliki nilai ekspor besar, tetapi juga kepada pelaku UMKM.

“Upaya kita adalah mendorong para pelaku UMKM yang memiliki potensi untuk bisa melakukan ekspor, atau yang sudah melakukan ekspor kita dorong untuk lebih bagus lagi,” ujar Untung.

Ia menegaskan program tersebut juga merupakan bentuk kolaborasi dengan berbagai pihak. Ditjen Bea dan Cukai bekerja sama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) membangun Desa Devisa di Gresik dan Jembrana. Untuk memperluas pasar, Ditjen Bea dan Cukai bekerja sama dengan Atase Keuangan melalui kegiatan business matching.

“Ada juga Rumah Solusi Ekspor di Solo, bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak,” cerita Untung. Program untuk menggenjot ekspor UMKM di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta tersebut juga dijalankan bahu-membahu bersama Pemda Surakarta dan LPEI.

Untung menyebut kantor Bea dan Cukai di seluruh Indonesia telah diinstruksikan untuk melaksanakan program dukungan bagi UMKM agar mampu ekspor. Baru-baru ini seluruh kantor Bea dan Cukai juga menyelenggarakan rangkaian program UMKM Week, diantaranya berupa sosialisasi program ekspor dan Fasilitas KITE IKM serta berbagai lomba. Selain itu, keberadaan Klinik Ekspor di berbagai daerah yang dipawangi Ditjen Bea dan Cukai diakui telah membantu pelaku UMKM dalam mengembangkan usahanya dan mampu ekspor mandiri.

Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Kantor Bea dan Cukai Bandung Eri Prihantari menceritakan implementasi penyelenggaraan UMKM Week di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Bandung (KPPBC Bandung).

“UMKM Week ini program dari kantor pusat Direktorat Jenderal Bea Cukai, ini mengenai untuk mengangkat UMKM supaya naik kelas, mendorong ekspor. Jadi bukan hanya perusahaan ekspor aja yang bisa ekspor, tapi juga sepertinya tujuan terakhirnya itu nanti UMKM bisa ekspor,” terang Eri.

Ada beragam kegiatan yang dilakukan KPPBC Bandung selama UMKM Week seperti sosialisasi yang dapat diikuti oleh UMKM di wilayah kerja di Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang.

“UMKM Week itu ada sosialisasinya, sosialisasi itu dilakukan oleh semua BC satker di Indonesia, di mana-mana saja seluruh Indonesia bikin sosialisasi, bisa bekerja sama dengan pemda atau beberapa kantor rencana ada bekerjasama dengan BUMN. Mereka memberikan sosialisasi tentang ekspor dan fasilitas KITE IKM,” jelas Eri.

Eri juga menambahkan beragam kompetisi juga digelar oleh KPPBC Bandung seperti kompetisi fotografi, publikasi konten media sosial dan proposal bisnis. Kompetisi ini dapat diikuti oleh para pelaku UMKM.

“Selain itu juga ada lomba-lomba UMKM, lomba fotografi tentang produknya, lomba reels IG tentang produknya dan tentang bisnisnya, ada lomba video iklannya. Jadi, bagaimana mereka mengiklankan produknya dan bisnisnya. Kemudian, ada satu lagi yang paling besar hadiahnya yaitu lomba proposal bisnis. Jadi mereka dituntut untuk membikin proposal untuk bisnisnya. Jadi keunggulan produknya apa, peluang ekspornya tuh ke mana aja, bisa apa nggak ke luar negeri, dan kemudian juga perjuangan mereka untuk untuk bisa survive itu dari idenya bagaimana, itu di proposal bisnis itu.

Eri juga menjelaskan bahwa KPPBC Bandung juga bersinergi dengan pemerinta daerah di wilayah kerjanya dalam melakukan sosialisasi rutin ke para pelaku UMKM.

“Bea Cukai Bandung mempunyai wilayah kerja di Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang. Kita bekerja sama dengan Pemda dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) untuk memberikan sosialisasi tentang tata laksana ekspor dan fasilitas KITE IKM,” terang Eri.

Dari sosialisasi tersebut, jika ada yang tertarik maka Kantor Bea dan Cukai Bandung akan memberikan asistensi. Bentuk asistensi bisa berupa konsultasi perizinan ekspor hingga pembuatan katalog produk. Eri mengakui bahwa upaya mendorong UMKM untuk bisa ekspor memang membutuhkan waktu cukup lama. Namun, ia dan tim Bea dan Cukai Bandung berkomitmen untuk terus mendorong terwujudnya UMKM mampu ekspor.

Kolaborasi semua unsur menjadi kunci keberhasilan dalam mendorong ekspor pelaku UMKM. Untung Basuki menggarisbawahi bahwa dukungan kepada UMKM merupakan program pemerintah. Ia berharap makin banyak pelaku usaha yang tertarik mengikuti program dukungan kepada UMKM agar mampu ekspor mandiri.

“Kalau UMKM ini, dari sisi kuantitas produk tentu tidak sebesar perusahaan besar. Namun dari sisi kesejahteraan masyarakat, implikasinya cukup nendang karena mereka akan merasakan bagaimana manfaatnya,” pungkas Untung.


Reni Saptati D.I.
Artikel Lain
TELUSURI