Agar Mereka Tangguh Bertahan

16 Agustus 2021
OLEH: Reni Saptati D.I.
Agar Mereka Tangguh Bertahan
 

Tahun kedua pandemi COVID-19 masih berlangsung. Coronavirus masih enggan menghilang sehingga berbagai pembatasan kegiatan masyarakat kembali diberlakukan. Kebijakan pembatasan ini memukul pergerakan ekonomi kelas menengah dan bawah. Bahkan, untuk sekadar mampu bertahan hidup pun sebagian dari mereka cukup kesulitan. Pemerintah melakukan intervensi melalui berbagai program perlindungan sosial agar mereka tetap tangguh bertahan.

Direktur Jenderal Anggaran Isa Rachmatawarta menjelaskan, secara umum sekurang-kurangnya terdapat tiga tujuan program perlindungan sosial. “Untuk menjaga daya beli mereka, untuk menjaga mereka agar tidak jatuh lebih miskin, dan untuk tidak mengganggu program kita nanti sewaktu akan mengentaskan mereka lebih lanjut ke tataran yang lebih sejahtera,” ungkap Isa.

Isa yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Kekayaan Negara ini menyatakan program perlindungan sosial telah ada sejak dulu, tetapi selama masa pandemi mengalami peningkatan, baik dari sisi jenis maupun besarannya. Dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021, pemerintah menganggarkan Rp186,64 triliun untuk program perlindungan sosial yang dialokasikan untuk Program Keluarga Harapan (28,31 triiun), Kartu Sembako (49,89 triliun), Bantuan Sosial Tunai (Rp17,46 triliun, BLT Desa (Rp28,8 triliun), Bantuan Beras (3,58 triliun), Bantuan Subsidi Upah (8,80 triliun), Diskon Listrik (9,49 triliun), Subsidi Kuota Internet (8,53 triliun), Iuran JKP (1,55 triliun), Bantuan Tunai Usulan Daerah (7,08 triliun), dan Antisipasi Pendidikan dan Lainnya (1,94 triliun).

“Kalau mengenai perbedaan bentuk bantuan sosial, ini lebih karena kepraktisan saja. Ada yang karena melihat kecepatan bisa melakukannya. Bantuan berbentuk tunai tepat untuk mereka yang sudah kita ketahui rekeningnya sehingga bisa cepat menyalurkan,” ujar Isa. “Ada juga yang berbentuk beras. Ini memiliki double function. Kita ingin menambah support untuk mereka yang miskin atau mendekati miskin, dan ada fungsi kedua yaitu untuk mengosongkan gudang Bulog supaya bisa segera dipakai untuk membeli beras dari petani karena belakanan ini luar biasa produksinya,” tambahnya.

Tiga tantangan terbesar

Memasuki tahun kedua pandemi, Isa mengatakan sebenarnya pada awal tahun 2021, pemerintah berupaya menciptakan masa transisi yang diharapkan mengantar masyarakat kembali ke situasi bekerja dan mendapatkan penghasilan sendiri sehingga lambat laun tidak bergantung kepada bantuan sosial. Kebijakan ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Saat itu pemerintah mengerahkan segenap upaya agar masyarakat tetap berdaya tahan dan bisa survive.

“Namun, kita menyadari di pertengahan tahun ada varian Delta. Kita harus mengetatkan lagi mobilitas. Ya, ada perubahan lagi. Kita kemudian memastikan bahwa survival dari kelompok miskin dan hampir miskin ini tetap terjaga lagi. Jadi, program bantuan sosial kita eskalasi lagi,” terang Isa.

Menurut Isa, dunia dihadapkan dengan ketidakpastian selama masa pandemi. Faktor eksternal ketidakpastian menjadi tantangan yang luar biasa bagi pemerintah. Pihaknya pun selalu berusaha antisipatif dalam menyusun kebijakan pada masa pandemi ini. “Pada dasarnya APBN disiapkan untuk mengantisipasi ketidakpastian yang masih bisa terjadi,” tegasnya.

Selain ketidakpastian, Isa menyebut dua tantangan besar lainnya yang dihadapi pemerintah dalam menyusun kebijakan perlindungan sosial pada masa pandemi. “Pertama, ketidakpastian dari pandemi. Kedua, struktur masyarakat kita yang tidak berbasis lapangan kerja formal. Sebagian besar masyarakat ada di sektor informal sehingga tidak kita yakini kestabilan statusnya. Ketiga, masalah data,” terang Isa. Data yang akurat, ujar Isa, juga dibutuhkan untuk mendukung upaya pemerintah mengubah struktur pemberian bantuan sosial menjadi lebih baik.

“Kita tidak ingin terus-menerus memberikan bantuan bantuan sosial ini kepada 40 persen penduduk. Kita ingin yang 10-20 persen bisa kita support untuk keluar dari kemiskinan. Yang persentil 30-40 persen harusnya bentuknya lain, misalnya support untuk mereka bisa berusaha lebih baik, supaya usaha mereka bisa jalan, atau kita pastikan mereka mendapat akses kepada resource atau bahan baku, dan sebagainya,” ungkap Isa panjang lebar.

Bantuan sosial tidak hanya diselenggarakan di perkotaan, tetapi juga merambah ke kawasan pedesaan di seluruh pelosok negeri. (Foto: Benny)

Menuju 2022

               Saat ini, proses penyusunan anggaran untuk tahun 2022 sudah dimulai. Pada 16 Agustus 2021, Presiden Joko Widodo juga menyampaikan pidato Presiden dalam rangka Penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran  2022 dan Nota Keuangan. Isa mengatakan, kebijakan di bidang perlindungan sosial pada tahun depan secara umum hampir sama dengan kebijakan tahun ini. Pemerintah berupaya mengantarkan masyarakat ke situasi yang lebih normal. Mereka diharapkan bisa bekerja dan berpenghasilan sehingga tidak bergantung pada pemberian bantuan sosial.

               “Namun, sekali lagi saya sampaikan, kita juga akan tetap membuat cadangan-cadangan sehingga tetap siap jika kemudian terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” tegasnya.

               Isa menyatakan, ke depan pihaknya juga berupaya untuk membuat perubahan yang lebih fundamental, yakni mengintegrasikan berbagai program pemerintah yang sudah ada saat ini.

“Misalnya, kita punya program Kartu Indonesia Pintar, tetapi juga memberikan support kepada anak sekolah melalui Program Keluarga Harapan. Kita memikirkan cara bagaimana untuk mengintegrasikannya. Selain itu, kita juga punya asistensi untuk orang lanjut usia. Kita coba masukkan ke paket program seperti Program Keluarga Harapan,” ujar Isa. Harapannya, ke depan program perlindungan sosial mampu memberi manfaat optimal bagi masyarakat.

Bantuan sosial untuk desa

Bantuan sosial tidak hanya diselenggarakan di perkotaan, tetapi juga merambah ke kawasan pedesaan di seluruh pelosok negeri. Salah satu bentuk bantuan sosial yang konsisten diberikan selama masa pandemi ini ialah Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa. Munculnya pandemi menyebabkan penggunaan Dana Desa di-refocusing, terutama untuk penyaluran BLT Desa bagi masyarakat desa dan pendukung penanganan pandemi COVID-19.

BLT Desa telah disalurkan kepada masyarakat sejak awal pandemi tahun lalu. Pada tahap pertama penyaluran yaitu bulan April hingga Juni 2020, besaran BLT Desa mencapai Rp600.000 per bulan per KPM. Kemudian, pada tahap penyaluran berikutnya yakni bulan Juli hingga Desember 2020, besaran tersebut menjadi Rp300.000 per bulan per KPM. Selama 2020, pemberian BLT Desa telah terealisasi sebesar Rp23,74 triliun atau 33,3 persen dari pagu Dana Desa kepada sekitar 8 juta KPM. Sebagian besar dari penerima merupakan kelompok kerja petani dan buruh tani (88 persen). Sebagian lainnya merupakan masyarakat desa yang bekerja sebagai pedagang dan pelaku UMKM (5 persen), nelayan dan buruh nelayan (4 persen), buruh pabrik (2 persen), dan guru (1 persen).

BLT Desa kembali berlanjut tahun ini. Direktur Dana Transfer Umum (DTU) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Adriyanto menerangkan pada tahun 2021 BLT Desa ditetapkan sebesar Rp300.000 per bulan per Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

“Pada tahun ini, KPM penerima BLT Desa ditargetkan sebesar 8 juta jiwa dan dibayarkan selama 12 bulan, sehingga kebutuhan untuk BLT Desa selama 2021 diproyeksikan sebesar Rp  28,8 triliun,” ujar Adriyanto.

Ia menjelaskan ada beberapa hal baru yang diterapkan pada penyaluran BLT Desa tahun ini. Penyaluran BLT Desa kini terpisah dengan penyaluran Dana Desa reguler sehingga pemerintah dapat memastikan ketersediaan Dana Desa untuk pembayaran BLT Desa setiap bulan dan persyaratan penyaluran lebih sedikit. Selain itu, permintaan penyaluran dapat dilakukan sekaligus untuk keperluan tiga bulan.

Hingga 12 Agustus 2021, BLT Desa sudah berhasil disalurkan sebesar Rp12,04 triliun atau sebesar 41,81 persen dari target. Dari angka tersebut, BLT Desa di wilayah Jawa-Bali tersalurkan Rp4,44 triliun atau 46,09 persen dari target, sedangkan wilayah non Jawa/Bali tersalurkan sebesar Rp7,6 triliun  atau 39,65 persen dari target.

“Penyaluran BLT Desa ke Rekening Kas Desa mengalami peningkatan setelah PMK 94/2021, dari Rp6,25 triliun pada tanggal 25 Juli 2021 meningkat Rp5,79 triliun menjadi Rp12,04 triliun pada tanggal 12 Agustus 2021,” pungkas Adriyanto.

BLT Desa diharapkan mampu menjadi penyangga daya beli masyarakat terdampak pandemi COVID-19. Negara berupaya hadir melindungi di tengah masa pandemi yang berat dan penuh ketidakpastian. Bantuan sosial menjadi bentuk intervensi agar seluruh masyarakat tetap tangguh bertahan, baik mereka yang di perkotaan, maupun di pedesaan.


Reni Saptati D.I.