Amankan Penerimaan Negara, Juru Sita Pajak Emban Misi Berisiko

31 Agustus 2023
OLEH: Reni Saptati D.I.
Amankan Penerimaan Negara, Juru Sita Pajak Emban Misi Berisiko
Amankan Penerimaan Negara, Juru Sita Pajak Emban Misi Berisiko  

Penerimaan negara yang optimal bermanfaat bagi kelancaran program pembangunan dan layanan publik. Pada kenyataannya, upaya mengumpulkan penerimaan negara dihadapkan pada banyak tantangan, misalnya penghindaran pajak dan penyembunyian aset. Untuk mengamankan penerimaan diperlukan usaha keras. Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2000 mengatur tentang upaya penagihan bagi mereka yang mengelak dari kewajiban perpajakannya. Dialah Juru Sita Pajak, sang eksekutor tindakan penagihan pajak.

Juru Sita Pajak sebenarnya merupakan penegak hukum khusus di bidang perpajakan,” ungkap Ely Murdoko, seorang Juru Sita Pajak yang kini bertugas di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Gresik.

Pria yang telah mengemban tugas sebagai Juru Sita Pajak sejak sembilan tahun lalu tersebut menyadari sedari awal bahwa profesinya bukanlah pekerjaan mudah. Sekilas terdengar simpel, yakni melakukan penagihan pajak. Namun, penagihan pajak merupakan rangkaian dari berbagai tindakan. Tindakan penagihan dilakukan agar penanggung pajak yang mangkir mau melunasi utang pajaknya, mulai dari menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan, memberitahukan surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan yang disebut sebagai Surat Paksa, mengusulkan pencegahan keluar negeri, melaksanakan penyitaan, penyanderaan, bahkan menjual barang yang disita.

Dari berbagai jenis tindakan yang perlu dilakukan, Ely menyebut penyanderaan atau gijzeling sebagai tindakan yang paling menantang. Menurut undang-undang tentang penagihan pajak, gijzeling adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. Penanggung pajak dapat dimasukkan ke rutan sampai ia melunasi kewajibannya.

Gijzeling itu yang paling mendebarkan, bikin tidak bisa tidur. Tapi ada kepuasan ketika utang pajaknya lunas, itu golnya,” ungkap Ely.

 Dari berbagai pengalamannya, Ely pun menyadari bahwa seorang Juru Sita Pajak tak cukup hanya menguasai berbagai aturan hukum perpajakan, tetapi perlu memahami aturan hukum lainnya, seperti undang-undang hukum perdata, undang-undang kepailitan, atau undang-undang hak tanggungan. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Memburu para penanggung pajak

Pengalaman melakukan penyanderaan diperolehnya saat bertugas di KPP Pratama Sleman pada 2017. Ia berkisah, sebuah perusahaan di Sleman mangkir dari kewajiban perpajakannya. Saat mendatangi kantor perusahaan itu, ia hanya bertemu dengan orang-orang yang di atas kertas menjabat sebagai direktur perusahaan, tetapi nyatanya tidak memiliki wewenang apapun untuk mengambil keputusan.

“Jadi, real-nya mereka adalah pegawai, tapi dipasang sebagai direktur. Decision maker-nya ada di Jakarta,” cerita Ely.

Ia pun menuju Jakarta untuk memburu si penanggung pajak yang sebenarnya, tepatnya menelusuri kawasan Kebayoran Lama. Perjalanan pertamanya ke Jakarta membuahkan hasil berupa penemuan lokasi persis penanggung pajak, tetapi belum berhasil memancing penanggung pajak itu untuk keluar dan bertemu dengan dirinya. Akhirnya Ely kembali ke Sleman dan menyusun rencana berikutnya, yakni proses penyanderaan dengan ditemani pihak kepolisian. Kala itu, Ely telah dipindahtugaskan ke KPP Pratama Wates, tetapi ia tetap turut serta dalam proses penyanderaan karena sejak awal ia yang mengawal kasusnya.

Upaya penyanderaan berhasil dilakukan, penanggung pajak dapat dibawa ke Jogja, lalu diangkut ke rumah tahanan (rutan) dan dimasukkan ke dalam sel. Waktu itu penanggung pajak menolak keras upaya penahanan, ia berdalih menunggu pengacaranya terlebih dulu.

Pengacara baru datang pagi, dia ke KPP minta ini itu agar dibebaskan. Permintaan itu tidak bisa dipenuhi karena ini gijzeling. Kalau kamu mau keluar ya bayar tanggungan pajak dulu,” cerita Ely.

Di KPP Pratama Sleman, Ely juga pernah menghadapi permasalahan aset sitaan pajak yang terikat hak tanggungan di perbankan. Dari berbagai pengalamannya, Ely pun menyadari bahwa seorang Juru Sita Pajak tak cukup hanya menguasai berbagai aturan hukum perpajakan, tetapi perlu memahami aturan hukum lainnya, seperti undang-undang hukum perdata, undang-undang kepailitan, atau undang-undang hak tanggungan. Aturan-aturan itu pernah ia peroleh dari pendidikan dan pelatihan Juru Sita Pajak yang pernah ia ikuti. Namun, untuk memperdalam wawasannya tentang dunia hukum, Ely mengambil kuliah jurusan hukum.

“Juru Sita Pajak penting untuk dibekali dengan ilmu hukum. Misalnya kita menghadapi masalah kepailitan, jika kita tidak memperjuangkan pembagian, bisa jadi tidak akan diberikan pembagian oleh kurator dengan berbagai alasan,” ungkap Ely. Ia menegaskan bahwa kompetensi perpajakan mutlak, tetapi bukan satu-satunya. Juru Sita Pajak harus mau mempelajari berbagai aturan perundang-undangan lainnya.

Ely harus melaksanakan proses penagihan sampai dengan maksimal bisa ditagihkan atau bisa dicairkan, kecuali memang sudah kedaluwarsa sehingga tidak bisa ditagih kembali. Ia menghadapi banyak risiko yang secara garis besar ia golongkan menjadi dua, yaitu risiko eksternal dan risiko internal.

“Ada risiko ancaman, baik verbal atau berupa tindakan dari penanggung pajak,” ujar Ely.

Ia bercerita, Juru Sita Pajak seringkali mendapat respons berupa kata-kata menyakitkan dari penanggung pajak. Pernah pula ada penanggung pajak yang sampai datang ke kantor dan menaruh senjata api di atas meja seraya meminta agar pemblokiran rekening banknya segera dibuka. Selain risiko saat berhadapan dengan penanggung pajak, Ely juga mengaku menghadapi risiko lain di internal birokrasi, terutama saat proses audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Terkadang ada temuan BPK bahwa tindakan penagihan tidak maksimal, seperti piutang kedaluwarsa atau piutang tidak tertagih yang nilainya material. Biasanya dianggap penyebabnya Juru Sita Pajak, padahal kalau dirunut mungkin penyebabnya hal lain,” ungkap Ely.

Selepas dari KPP Pratama Sleman, Ely berlabuh di KPP Pratama Wates dan KPP Madya Gresik. Tantangan yang ia hadapi berbeda lagi. Di Wates, sebagai sebuah kota kecil, masih sedikit masyarakat yang sadar pajak. Sementara di Gresik, sebagai sebuah kota industri, ia harus menghadapi banyak permasalahan penundaan pembayaran kewajiban utang (PKPU) dan pailit.

“Di KPP Madya Gresik sekarang, pimpinan juga memberikan arahan agar pendekatannya sedikit berbeda. Di belakang penanggung pajak ada pabrik, ada karyawan, ada supplier, ada rekanan yang juga butuh makan, butuh hidup,” ujar Ely.

Kemampuan negosiasi dan pemahaman akan kearifan lokal menjadi poin penting lain yang diutarakan Ely. Beda tempat, beda kondisi sosial dan ekonomi, beda pula karakter wajib pajaknya. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Kemampuan negosiasi dan pemahaman akan kearifan lokal menjadi poin penting lain yang diutarakan Ely. Beda tempat, beda kondisi sosial dan ekonomi, beda pula karakter wajib pajaknya. Selain itu, Ely menggarisbawahi pentingnya memberikan pengamanan kepada Juru Sita Pajak pada saat berhadapan dengan penanggung pajak. Risiko Juru Sita Pajak sangat besar, bahkan bisa nyawa taruhannya. Ibunda Ely pernah menyampaikan keberatan dengan profesi Ely sebagai Juru Sita Pajak. Namun, Ely meyakinkan bahwa ia mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Ia memegang prinsip bertindak hati-hati dan tidak akan semena-mena terhadap penanggung pajak.

Mengasah soft skill

Profesi Juru Sita Pajak tak hanya dipegang oleh pegawai pria. Ditjen Pajak juga memiliki Juru Sita Pajak perempuan, salah satunya ialah Marlina Desy Aprinda Rajagukguk. Perempuan yang bekerja di Ditjen Pajak sejak 2014 ini sudah menjadi Juru Sita Pajak tiga tahun lamanya. Sama seperti ibunda Ely, orang tua Marlina pun awalnya tidak setuju dengan tugas yang diemban Marlina. Apalagi, orang tuanya pernah mendengar kasus kematian Juru Sita Pajak bernama Parada Siahaan saat tengah menemui penanggung pajak. Rumah orang tuanya tak jauh dari lokasi Parada bertugas di Sibolga.

Image Juru Sita masih agak menyeramkan, tapi saya berhasil menyampaikan ke orang tua bahwa pendekatan pekerjaan lebih diarahkan ke soft skill, pendekatan yang halus. Dengan izin orang tua, saya rasa bisa untuk menghadapinya nanti. Selain itu, Juru Sita juga tidak dibiarkan sendiri dalam bertugas,” jelas Marlina.

Marlina sudah terbiasa menghadapi penanggung pajak yang marah-marah setelah dilakukan tindakan pemblokiran rekening atau penyitaan aset. Namun, ia berusaha mengatur emosi dengan baik dalam berbagai kondisi yang kurang ideal. Orang yang sedang marah tidak bisa ia lawan dengan kemarahan pula, meski ia yakin berada di posisi yang benar. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Marlina sudah terbiasa menghadapi penanggung pajak yang marah-marah setelah dilakukan tindakan pemblokiran rekening atau penyitaan aset. Namun, ia berusaha mengatur emosi dengan baik dalam berbagai kondisi yang kurang ideal. Orang yang sedang marah tidak bisa ia lawan dengan kemarahan pula, meski ia yakin berada di posisi yang benar.

Kebutuhan lain yang harus dipenuhi saat melakukan tindakan penagihan adalah kuatnya pengetahuan di bidang perpajakan. Berbagai diklat harus ia lalui sebelum dipercaya menjadi Juru Sita Pajak. Lalu, setelah menjadi Juru Sita Pajak, Marlina dan rekan-rekannya seprofesi juga rutin mendapat pembaruan ilmu dari forum penagihan pajak.

Never ending study, kita selalu di-improve pengetahuannya,” ujar Marlina.

Hal yang tidak kalah penting dikuasai dalam tindakan penagihan adalah komunikasi. Apalagi, tugas Juru Sita Pajak adalah melakukan hal yang kurang menyenangkan bagi wajib pajak, yakni menagih. Berbeda dengan pegawai pajak lain yang dalam bertugas sifatnya lebih ke arah menerangkan aturan pajak atau mempersuasi agar mau membayar pajak.

Communication skill punya andil yang cukup besar. Kadang pengetahuan kita sudah cukup, persiapan kita sudah matang, tetapi pada saat kita datang ternyata komunikasi kita tidak baik, maka Wajib Pajaknya bisa defensif. Mereka bisa berubah yang tadinya defensif menjadi ofensif, melakukan perlawanan karena tidak terima. Dua-duanya harus seimbang menurut saya, antara pengetahuan maupun communication skill,” jelas Marlina.

Setiap melakukan proses penagihan pajak, Marlina pun tak pernah sendiri. Undang-Undang tentang penagihan pajak mewajibkan adanya saksi dalam setiap tindakan. Hal ini dirasa cukup mengakomodasi keselamatan Marlina selama bertugas.

“Kemudian dipertegas dengan kebijakan Kepala Kantor pada waktu itu yang jadi semakin aware setelah ada musibah kematian Juru Sita Pajak. Jadi tidak mau terjadi lagi, semakin ditegaskan untuk tidak boleh berdinas sendiri, berangkat sendiri. Bahkan berdua pun kadang tidak boleh, minimal dua orang sebagai saksinya,” tutur Marlina.

Meskipun berisiko, Marlina selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam pekerjaannya. Ia selalu belajar dari setiap kasus penanggung pajak yang ia hadapi agar pengetahuannya tentang dunia Juru Sita Pajak kian luas. Pada tahun pertamanya menjadi Juru Sita Pajak, ia merasa kelabakan dengan berbagai hal baru yang mesti ia pelajari. Seiring waktu, serta dengan dukungan dari rekan-rekan seprofesi, Marlina bisa mengikuti irama dunia barunya. Pada tahun kedua, Marlina bahkan membuat pencapaian luar biasa, yakni memberikan kontribusi penerimaan pajak dari kegiatan pengawasan kepatuhan material (PKM) tertinggi tiga besar nasional. Keberhasilannya tersebut membuatnya mendapatkan apresiasi dari Ditjen Pajak berupa award salah satu Juru Sita Pajak Terbaik.

“Waktu itu saya diberikan kepercayaan untuk menerima apresiasi, tetapi saya yakin semua Juru Sita Pajak layak menerima juara,” ujarnya.

Marlina meyakini apa yang ia raih bukan hasil kerja kerasnya semata. Ia berprinsip selalu mengerjakan yang terbaik yang ia mampu, tetapi dukungan dari pimpinan, rekan-rekan Ditjen Pajak, dan keluarga pula yang membawanya ke titik capaiannya saat ini.

“Saya percaya hal baik dan usaha baik yang kita lakukan untuk negara pasti dilihat Tuhan dan akan kembali ke kita lagi,” ucap Marlina penuh keyakinan.

Baik Ely maupun Marlina memiliki harapan agar Juru Sita Pajak dapat menjadi salah satu Jabatan Fungsional di Ditjen Pajak. Saat ini, Juru Sita Pajak masih merupakan posisi staf pelaksana dengan target penerimaan tertentu. Misi yang diemban cukup berat, harus mengamankan penerimaan negara, tetapi di sisi lain harus menghadapi penanggung pajak dengan berbagai risiko berbahaya. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Menjadi profesi yang lebih diminati

Baik Ely maupun Marlina memiliki harapan agar Juru Sita Pajak dapat menjadi salah satu Jabatan Fungsional di Ditjen Pajak. Saat ini, Juru Sita Pajak masih merupakan posisi staf pelaksana dengan target penerimaan tertentu. Misi yang diemban cukup berat, harus mengamankan penerimaan negara, tetapi di sisi lain harus menghadapi penanggung pajak dengan berbagai risiko berbahaya.

“Teman-teman Juru Sita Pajak sangat mengharapkan proses untuk fungsional bisa berhasil,” ungkap Ely.

Dengan tanggung jawab dan risiko yang dipikul, Ely juga berharap perlindungan keamanan bagi Juru Sita Pajak juga dapat ditingkatkan. Hal itu untuk mengoptimalkan kinerja Juru Sita Pajak dalam memenuhi target penerimaan. Berbeda dengan aparat lain yang memiliki fasilitas perlindungan diri dan memiliki kewenangan untuk melumpuhkan lawan, Juru Sita Pajak mendatangi penanggung pajak hanya dengan membawa diri dan aturan-aturan hukum.

“Selain fungsionalisasi, saya juga berharap Juru Sita Pajak ini menjadi jabatan karier yang menjanjikan, bukan jabatan pilihan terakhir. Banyak orang-orang berpikir bahwa dia menjadi Juru Sita karena terpaksa,” tutur Marlina.

Harapannya, Juru Sita di masa depan akan menjadi profesi yang lebih diminati. Bentuk apresiasi yang lebih riil baik berupa fungsionalisasi akan mendorong semangat rekan-rekan Juru Sita Pajak di seluruh pelosok Indonesia dalam bertugas di lapangan. Dengan kinerja yang makin bagus, target penerimaan pajak aman dan optimal, program pembangunan dan layanan publik pun dapat berjalan lancar.


Reni Saptati D.I.