Alat Pembayaran Digital Pemerintah: Dorong Efisiensi Belanja dan Inklusi Keuangan

16 Februari 2024
OLEH: CS. Purwowidhu
Alat Pembayaran Digital Pemerintah Dorong Efisiensi Belanja dan Inklusi Keuangan. Ilustrasi oleh Irfan Bayu.
Alat Pembayaran Digital Pemerintah Dorong Efisiensi Belanja dan Inklusi Keuangan. Ilustrasi oleh Irfan Bayu.  

Fenomena penggunaan alat pembayaran nontunai untuk setiap transaksi keuangan semakin berkembang seiring kecanggihan teknologi yang progresif. Dimulai dengan gerakan nasional nontunai (GNNT) yang diinisiasi Bank Indonesia pada 2014, ekosistem pembayaran digital pun semakin meluas ke berbagai sektor, tak terkecuali sektor pemerintahan.

Seiring disrupsi teknologi digital, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) terus melakukan penyempurnaan pengelolaan likuiditas keuangan negara untuk mendorong efektifitas dan efisiensi belanja. Salah satunya melalui penggunaan alat pembayaran digital dalam melakukan transaksi belanja yakni dengan Kartu Kredit Pemerintah (KKP).

Digitalisasi pembayaran yang dilakukan pemerintah mendukung terwujudnya cashless society yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Digitalisasi pembayaran mendorong kecepatan transaksi, berputarnya uang. Semakin cepat transaksi terjadi, semakin banyak value added yang tercipta, semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi yang bisa kita raih,” ucap Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam.

Apa itu KKP?

Dilansir dari laman DJPb, Kartu Kredit Pemerintah (KKP) merupakan alat pembayaran dengan menggunakan kartu untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu ditalangi terlebih dahulu oleh bank penerbit Kartu Kredit Pemerintah dan satuan kerja melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus.

Dapat dipahami bahwa mekanisme pembayaran APBN terdiri dari Uang Persediaan (UP) dan Langsung (LS). Mekanisme dengan uang persediaan dibagi lagi menjadi dua yaitu UP Tunai dan UP KKP.  Inilah yang menjadi dasar pelaksanaan UP KKP.

Adapun mekanisme LS telah berjalan efektif dan efisien karena dana langsung masuk ke rekening penerima. Sedangkan mekanisme UP dilakukan melalui bendahara pengeluaran dan diperbolehkan untuk pengeluaran anggaran yang tidak bisa di LS-kan. Adanya Kartu Kredit Pemerintah merupakan terobosan Kementerian Keuangan melalui DJPb untuk memperbaiki kelemahan dari mekanisme UP.

Implementasi Uang Persediaan dengan Kartu Kredit Pemerintah (UP KKP) mulai berlaku secara menyeluruh pada 1 Juli 2019 di seluruh satuan kerja Kementerian/Lembaga.

Kartu kredit pemerintah merupakan kartu kredit corporate (corporate card) yang diterbitkan oleh bank penerbit kartu kredit pemerintah. Bank penerbit kartu kredit pemerintah merupakan bank yang sama dengan rekening bendahara pengeluaran dibuka, dan kantor pusat bank tersebut telah melakukan kerjasama dengan DJPb.

Kartu kredit pemerintah digunakan untuk keperluan belanja yang dibiayai oleh mekanisme uang persediaan, yakni barang operasional serta belanja modal dan belanja perjalanan dinas jabatan oleh satuan kerja pemerintah.

Adapun penggunaan kartu kredit pemerintah dilakukan dengan nilai belanja paling banyak Rp200 juta untuk satu penerima, pembayaran khusus hanya dapat dilakukan untuk transaksi pengadaan barang/jasa yang merupakan produk dalam negeri yang disediakan oleh UMKM melalui e-Katalog atau marketplace berbasis platform pembayaran pemerintah yang disediakan oleh Kemenkeu.

Dalam hal kartu kredit pemerintah digunakan untuk transaksi di luar sarana tersebut, nilai belanja paling banyak untuk satu penerima pembayaran, maksimal Rp50 juta.

Transaksi Efisien dan Efektif

Penggunaan KKP meminimalkan penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangan negara. Pengelola keuangan satuan kerja tidak perlu menunggu uang dari bendahara pengeluaran untuk melaksanakan kegiatan ataupun membawa uang tunai setiap kali hendak melakukan transaksi. Transaksi belanja dengan KKP juga efisien karena benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan riil yang telah dibelanjakan.

Penggunaan KKP juga meningkatkan keamanan dalam bertransaksi. Serta mengurangi potensi penyimpangan (fraud) dari transaksi tunai. Semua transaksi KKP terekam jelas di sistem perbankan sehingga lebih memudahkan pengawasan dan dapat memitigasi penyalahgunaan uang oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.

Tak hanya itu, pemanfaatan KKP juga dapat mengurangi idle cash (dana menganggur) dari uang persediaan (UP) satker dan cost of fund pemerintah dari transaksi UP.

Penggunaan KKP juga memberikan kemudahan ketika melakukan belanja produk dalam negeri dari UMKM melalui platform katalog elektronik, toko daring, dan marketplace berbasis platform pembayaran pemerintah.

Sementara itu Piter menyoroti beberapa manfaat penting dari KKP diantaranya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah.

Yang namanya jejak digital itu kan sangat mudah untuk dilacak dibandingkan cash jadi lebih transparan. Akuntabilitasnya juga akan jauh lebih baik. Masyarakat akan lebih mudah meminta pertanggungjawaban dari pemerintah terkait penggunaan APBN. Karena semuanya digital ya,” ungkap Piter.

Di samping itu penggunaan KKP akan mempercepat pelaksanaan pengadaan, pembelian, dan sebagainya.

“Kalau dari sisi vendor, khususnya UMKM, penggunaan kartu kredit pemerintah ini lebih menjamin untuk pembayarannya. Pembayaran lebih pasti, lebih cepat, dan akuntabel. UMKM terlindungi. Jadi dalam banyak hal, saya kira kartu kredit pemerintah ini adalah sesuatu yang positif yang bisa membantu memperbaiki banyak hal,” kata Piter.

Dorong kemandirian dan inklusi keuangan

Pada akhir Agustus 2022, pemerintah berkolaborasi dengan BI dan himpunan bank milik negara (Himbara) meluncurkan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) Domestik. Varian KKP ini berbeda dari KKP sebelumnya. pada varian sebelumnya KKP menggunakan skema pemrosesan visa dan mastercard. Sedangkan varian KKP domestik menggunakan skema pemrosesan domestik melalui Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).

Penerbitan KKP Domestik juga sejalan dengan penguatan Gerakan Bangga Buatan Indonesia (GBBI) pada aspek pembayaran.

Piter memandang penggunaan mekanisme GPN untuk KKP sangat baik karena merupakan salah satu upaya membangun nasionalisme. Dengan menggunakan GPN berarti kita tidak memiliki kewajiban untuk membayar kepada pihak asing terhadap layanan transaksi dengan menggunakan kartu tersebut.

“Kalau kita menggunakan Visa atau MasterCard atau yang lain, itu kita harus membayar kepada mereka (pihak asing). Setiap transaksi kita harus kita bayar sekian persen fee-nya. Dan nominalnya itu kalau kita kalikan dengan total transaksi nasional itu sangat besar, bisa ratusan miliar dan itu sangat merugikan kita,” terangnya.

Di samping meningkatkan efisiensi biaya transaksi, pemanfaatan sistem GPN juga dapat mengurangi potensi ketidakamanan data dan transaksi kartu kredit, serta mendorong kemandirian nasional.

Dikutip dari Majalah Treasury Indonesia II/2023, Direktur Pelaksanaan Anggaran DJPB, Tri Budhianto mengatakan KKP Domestik diharapkan dapat meningkatkan pembelian produk dalam negeri sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap produk impor.

KKP Domestik sebagai salah satu bentuk gerakan nasional nontunai (GNNT) dikembangkan menggunakan mekanisme QRIS berbasis sumber dana kredit yang seluruh transaksinya diproses di dalam negeri.

Satuan kerja melakukan belanja barang/jasa produk dalam negeri dengan KKP Domestik via QRIS pada aplikasi mobile banking tiga bank Himbara (BRI, Mandiri, dan BNI) dengan limit terbatas hingga Rp10 juta.

Transaksi KKP Domestik via QRIS dapat mengerek pendapatan UMKM, mengingat jaringan merchant QRIS yang luas dan didominasi oleh UMKM. Per 2022 saja, KKP Domestik dapat digunakan di lebih dari 20 juta merchant QRIS di seluruh Indonesia dan akan terus bertambah.

“KKP Domestik diharapkan dapat mengoptimalkan skema pembayaran domestik berbasis fasilitas kredit untuk memfasilitasi transaksi pemerintah pusat dan daerah. UMKM juga turut terbantu dengan KKP Domestik yang dapat memperluas akseptasi transaksi nontunai menjadi lebih inklusif,” jelas Tri.

Hingga triwulan II 2023, data aplikasi SAKTI DJPb mencatat KKP Domestik telah digunakan oleh kurang lebih 600 satker di seluruh Indonesia. Nilai transaksi KKP Domestik yang dilakukan oleh satker K/L tersebut diperkirakan mencapai sebesar Rp26 miliar, dengan nilai transaksi terbesar diperoleh dari transaksi satker di wilayah DKI Jakarta.

Tri Budhianto menerangkan berbagai langkah ditempuh DJPB untuk mendorong pemanfaatan KKP Domestik. Di samping sosialisasi, peningkatan koordinasi seluruh Kanwil DJPb maupun KPPN dengan perbankan serta satker mitra kerja masing-masing. Selain itu DJPb juga melakukan optimalisasi transaksi belanja pemerintah menggunakan KKP Domestik dengan menetapkan target untuk setiap wilayah dan melakukan koordinasi intensif dengan bank Himbara.

“Kami mengupayakan interkoneksi data transaksi KKP/KKP Domestik dengan pihak Himbara untuk meningkatkan kualitas monitoring dan evaluasi Kartu Kredit Pemerintah,” ucapnya.

Pengembangan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) masih terus berlanjut disertai dengan penyesuaian limit.

Pada Mei 2023 pemerintah menerbitkan KKP Domestik kartu fisik seperti KKP non-domestik sehingga bisa digesek di Mesin Electronic Data Capture (EDC), dengan tambahan metode transaksi menggunakan mekanisme QRIS pada aplikasi mobile banking. KKP dalam bentuk kartu fisik ini kemudian direbranding dengan jenama Kartu kredit Indonesia (KKI) segmen pemerintah dengan limit hanya sampai Rp200 juta.

Sementara itu, untuk tahapan pengembangan selanjutnya, Bank Indonesia akan menerbitkan kartu KKI segmen pemerintah online payment untuk mengakomodir transaksi pemerintah yang di atas Rp200 juta sekali transaksi.

Saya kira ini adalah gagasan bagus, inisiatif yang sangat bagus. Persoalannya adalah bagaimana kita mensinkronkan, mengharmonisasi ketentuan-ketentuan yang ada. Sehingga pelaksanaan penggunaan kartu kredit pemerintah di dalam setiap transaksi, setiap belanja pemerintah itu bisa dilakukan secara baik dan bisa dipertanggungjawabkan,” pungkas Piter.


CS. Purwowidhu