Penyuluh Pajak Sang Pencerah, Ajak Masyarakat Taat Bayar Pajak

24 Agustus 2023
OLEH: Reni Saptati D.I.
Penyuluh Pajak Sang Pencerah, Ajak Masyarakat Taat Bayar Pajak
Penyuluh Pajak Sang Pencerah, Ajak Masyarakat Taat Bayar Pajak  

Jalan, jembatan, bandara, dan pelabuhan adalah segelintir fasilitas umum yang selama ini dinikmati masyarakat. Selain dalam bentuk infrastruktur, masyarakat merasakan hasil pembangunan berupa layanan pendidikan gratis, perawatan kesehatan, dan layanan dasar lainnya. Dari mana sumber pendanaan infrastruktur dan layanan publik tersebut? Salah satu sumber utamanya berasal dari pajak. Sektor pajak menyumbang rata-rata 80 persen pendapatan negara.

Meskipun masyarakat sudah cukup familiar dengan kata pajak, banyak dari mereka yang belum mengerti aturan teknis perpajakan. Bahkan masih banyak yang belum memahami bagaimana kepatuhan mereka membayar pajak berkontribusi bagi pembangunan. Di sini, peran profesi Penyuluh Pajak menjadi krusial. Penyuluh Pajak memberi pemahaman kepada masyarakat tentang sistem perpajakan dan kewajiban mereka sebagai warga negara untuk membayar pajak.

“Sesuai dengan namanya, penyuluh artinya penerang. Secara praktiknya, kami mengedukasi Wajib Pajak,” tutur Dian Anggraeni, Penyuluh Pajak Ahli Madya yang bertugas di Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP). (Foto: Irfan Bayu)

“Sesuai dengan namanya, penyuluh artinya penerang. Secara praktiknya, kami mengedukasi Wajib Pajak,” tutur Dian Anggraeni, Penyuluh Pajak Ahli Madya yang bertugas di Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Wanita yang telah bertugas di DJP sejak Oktober 1996 tersebut mengakui bukanlah hal yang mudah untuk berbicara tentang pajak kepada masyarakat. Penyebabnya, ia dan rekan-rekannya sesama Penyuluh Pajak tidak sekadar menyampaikan hal teknis tentang isi peraturan perpajakan, tetapi juga melakukan persuasi supaya masyarakat sebagai Wajib Pajak mau membayar pajak.

“Jangankan kita menyampaikan teknis, mendengar kata pajak saja orang sudah reluctant dulu,” ucapnya seraya tersenyum. Baginya, penolakan masyarakat adalah hal yang biasa ia hadapi sehari-hari.

Sebagai Penyuluh Pajak, Dian selalu mempelajari aturan perpajakan terbaru. Selanjutnya, apa yang ia pelajari tersebut akan diteruskan kepada para Wajib Pajak. Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, DJP cukup agresif menerbitkan aturan turunan. Pada saat yang hampir bersamaan, DJP membentuk Jabatan Fungsional Penyuluh Pajak. Dian menyebutnya sebagai suatu tantangan bagi Jabatan Fungsional Penyuluh Pajak. Dian berharap kehadiran Jabatan Fungsional Penyuluh Pajak yang baru lahir ini dapat membantu meningkatkan pemahaman Wajib Pajak atas aturan-aturan baru tersebut.

Banyaknya aturan yang terbit membuat Dian tak pernah kehabisan materi untuk dipelajari. Namun demikian, Dian berpendapat Penyuluh Pajak tak cukup hanya menguasai aturan perpajakan. Apalagi tantangan yang sering dihadapi profesi ini adalah penolakan. Untuk itu, Penyuluh Pajak perlu menguasai teknik komunikasi, terutama teknik persuasi. Dian sendiri merupakan seorang certified public speaker.

“Selain menguasai materi, kita harus tahu cara mengemasnya dan menggunakan bahasa yang tepat supaya Wajib Pajak menerimanya secara positif. Kompetensi lain yang juga penting bagi Penyuluh Pajak adalah kemampuan menulis,” ungkap Dian.

Pada era komunikasi digital saat ini, Dian menilai profesi yang ia jalani juga membutuhkan kemampuan memproduksi konten penyuluhan yang mudah diterima di media sosial. Dian pun berusaha menyederhanakan apa yang ia sampaikan, agar informasi pajak menjadi lebih mudah dipahami dan dijalankan.

Terus belajar

Yoyon Hardhianto memasuki ranah profesi Penyuluh Pajak sejak 2021. Semula ia dipercaya sebagai Penyuluh Pajak Ahli Pertama di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga. Belum sampai dua tahun, ia berpindah tugas ke Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus. Sebelum menjadi Penyuluh Pajak, Yoyon menjalankan peran sebagai Account Representative DJP hingga lima tahun lamanya. Pada peran tersebut, Yoyon menjadi ujung tombak penerimaan negara karena fokus menggali potensi pajak, memberikan bimbingan, analisis, serta pengawasan terhadap Wajib Pajak.

Tugas sebagai Penyuluh Pajak, menurut Yoyon, berbeda dengan AR. Yoyon membagi tugas Penyuluh Pajak menjadi dua kelompok besar. Pertama, menyelesaikan permohonan Wajib Pajak. Kedua, melakukan edukasi, baik dalam bentuk konsultasi tatap muka, konsultasi melalui chat dan telepon, maupun penyuluhan.

“Penyuluhan ada dua tipe, ada one to many yang artinya kami berhadapan dengan Wajib Pajak, ada one on one yang artinya kami bertemu dengan satu Wajib Pajak saja. Selain itu, di Kanwil DJP kami juga ada kegiatan inklusi berupa Pajak Bertutur, jadi kami datang ke sekolah dan perguruan tinggi,” cerita Yoyon tentang pekerjaannya.

Yoyon pun harus mempelajari banyak peraturan perpajakan dan menyiapkan materi penyuluhan. Apalagi, dia menghadapi Wajib Pajak dengan permasalahan aturan perpajakan dan transaksi keuangan yang spesifik.

“Permasalahan Wajib Pajak yang saya hadapi sudah berkaitan dengan transfer pricing, perpajakan internasional, perdagangan elektronik, juga perkebunan. Jadi, selain saya harus menguasai ketentuan perpajakan di bidang tersebut, saya juga perlu meng-update peraturan lain sesuai dengan karakteristik Wajib Pajak,” tutur Yoyon.

Yoyon sangat berhati-hati dalam menyampaikan penyuluhan kepada Wajib Pajak karena dia tak ingin melakukan kesalahan penyampaian sedikitpun. Informasi yang disampaikan oleh Penyuluh Pajak akan menjadi pedoman bagi Wajib Pajak. Ia bersyukur karena DJP memberikan beragam pelatihan untuk memastikan Penyuluh Pajak memiliki kompetensi terkait bidang permasalahan yang mereka hadapi.

Sebelum memulai tugas sebagai Penyuluh Pajak di Kanwil DJP Jakarta Khusus, pria yang mulai bekerja di DJP sejak 2010 tersebut mendapatkan beberapa pelatihan, di antaranya pelatihan transfer pricing, perpajakan internasional, termasuk juga pelatihan di bidang communication skills. Yoyon merasakan institusi DJP sangat mendukung peningkatan kompetensi Penyuluh Pajak agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

“Sekarang ketika ada informasi peraturan baru terbit, dalam kurun waktu satu-dua minggu, Kantor Pusat DJP langsung mengundang seluruh perwakilan, baik Penyuluh Pajak, Pemeriksa, maupun profesi lain yang berkaitan dengan materi peraturan, untuk mengikuti sosialisasi virtual. Saya bangga dengan gerak cepat DJP ketika ada aturan baru,” cerita Yoyon.

Selain itu, ia mengungkapkan setiap awal tahun DJP melakukan analisis kebutuhan diklat yang diperlukan untuk masing-masing individu. Namun, Yoyon pun berupaya terus meningkatkan kompetensinya dengan banyak belajar dan membaca.

“Biasanya saya membaca terutama ketika ada kasus-kasus dari konsultasi yang saya layani. Dari situ, mau tidak mau, ketika ada permasalahan saya harus belajar dulu untuk menjawab pertanyaan Wajib Pajak. Jangan sampai apa yang saya sampaikan ternyata kurang tepat,” tegas Yoyon.

Bagi Yoyon, menjadi sebuah kebanggaan mampu turut menyumbangkan penerimaan pajak dalam posisinya sebagai Penyuluh Pajak. (Foto: Irfan Bayu)

Semangat berbagi informasi

Risiko lain yang Yoyon hadapi berpotensi muncul saat ia melakukan tugas penyelesaian permohonan Wajib Pajak. Ia menjelaskan ada beberapa jenis permohonan Wajib Pajak yang ketika jatuh temponya terlampaui, akan menimbulkan konsekuensi DJP harus memberikan imbalan bunga.

“Contohnya, seharusnya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar pelaksanaan keputusannya adalah satu bulan. Lewat satu bulan, Wajib Pajak berhak menerima mendapat imbalan bunga. Berarti, karena kesalahan kita akhirnya kita bisa menyebabkan yang namanya kerugian negara,” terang Yoyon.

Dengan kompleksitas masalah perpajakan yang ia hadapi sebagai Penyuluh Pajak di unitnya saat ini, juga dengan kuantitas permohonan Wajib Pajak yang tinggi, Yoyon merasa dituntut untuk mengelola waktu dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, ia mampu menyelesaikan permohonan Wajib Pajak tepat waktu. Di sisi lain, ia juga harus tetap memberikan penyuluhan pajak. Namun, tantangan pekerjaan tersebut tidak menyebabkan ia surut semangat. Bahkan, ia mengaku menikmati lika-liku pekerjaannya.

“Saya enjoy. Saya itu memang suka berhadapan dengan orang lain. Dalam hal ini, saya senang ketika bisa memberikan informasi yang benar,” ucap Yoyon penuh semangat. “Ketika saya membantu Wajib Pajak dan mereka merasa terbantu, saya senang dan mereka pun senang,” lanjutnya.

Hubungan baik dengan Wajib Pajak berdampak pada perubahan perilaku bayar dan perilaku laporan Wajib Pajak. Ia menilai para Wajib Pajak tersebut cenderung menjadi lebih taat pajak. Yoyon mengisahkan pernah ada satu Wajib Pajak yang memiliki tunggakan PPh Pasal 25 selama beberapa bulan dengan total tunggakan mencapai hampir Rp1 miliar. Ketika Yoyon mengingatkan mereka untuk segera melakukan pembayaran, mereka segera melakukannya.

“Jadi tidak seperti waktu saya dulu menjadi AR, untuk minta bayar itu susah banget,” ungkap Yoyon.

Bagi Yoyon, menjadi sebuah kebanggaan mampu turut menyumbangkan penerimaan pajak dalam posisinya sebagai Penyuluh Pajak. Ternyata, melalui peran edukasi, Yoyon pun dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan kesadaran mereka tentang pentingnya kontribusi mereka bagi pembangunan. Dengan membagikan informasi pajak yang tepat, masyarakat menjadi lebih percaya diri dalam mengelola pajak. Pengalaman-pengalaman tersebut menjadikan Yoyon makin bersemangat menjadi Penyuluh Pajak.

Semangat berbagi informasi pajak juga menyala terang di hati Dian Anggraeni. Ia senang mengenalkan pajak dan manfaatnya kepada masyarakat. Selama ini, ia menjalin hubungan baik dengan berbagai kelompok masyarakat sehingga melahirkan kesempatan berbagi ilmu pajak di banyak tempat. Dian bahkan berkesempatan memberikan penyuluhan pajak di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura, Hongkong, Thailand, Kamboja, serta Oman.

“Saya berprinsip kalau kita bicara pajak tidak akan kehabisan bahan. Masih banyak orang yang belum tahu apa manfaat pajak. Dengan berdasar itu, saya selalu berusaha menjalin hubungan baik dan mencari jaringan untuk bisa berbagi tentang pajak,” ujar Dian.

Pernah suatu waktu, Dian memberikan penyuluhan pajak kepada kalangan disabilitas tuli. Bersama juru bahasa isyarat yang menemaninya, Dian menjelaskan seluk beluk perpajakan. Tak disangka, teman-teman tuli sangat antusias. Hatinya menghangat melihat respons teman-teman tuli untuk turut menyumbang penerimaan negara.

Ternyata mereka selama ini karena tidak paham, tetapi begitu paham mereka sangat semangat,”  ujar Dian.

Di lain kesempatan, Dian memberikan penyuluhan pajak kepada kalangan UMKM. Pelaku UMKM dengan omzet maksimal Rp500 juta setahun tidak dikenakan pajak. Kalaupun nanti sudah bayar pajak, tarif yang dikenakan hanya 0,5 persen. Informasi tersebut diterima dengan baik oleh pelaku UMKM.

“Mereka ingin berkontribusi. Itu membuat saya terharu,” kata Dian.

 Yoyon pun mengajak rekan-rekan sesama Penyuluh Pajak untuk tak lelah memperbarui informasi perpajakan terkini. Ia menyebut Penyuluh Pajak bagai sang pencerah yang memberikan penerangan bagi para Wajib Pajak sehingga mereka tahu apa hak dan kewajiban perpajakannya. (Foto: Dok. Pribadi)

Tingkatkan kepercayaan masyarakat

Baik Dian maupun Yoyon masih semangat berjuang melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Mereka menjadi bagian besar dari perjuangan meningkatkan penerimaan negara. Yang paling dikhawatirkan oleh Dian dan Yoyon bukanlah reaksi penolakan masyarakat yang sering hadapi. Yang paling dikhawatirkan ialah saat persepsi positif tentang pajak yang mereka bangun, tiba-tiba hancur dalam sekejap karena ada oknum tak berintegritas di tengah-tengah mereka.

“Yang menjadi harapan kita bersama tentu supaya jangan ada lagi yang seperti itu karena memang menambah berat langkah kita,” harap Dian.

Lebih lanjut, Dian menyebut tugas rekan-rekan lain di DJP akan lebih berat lagi jika DJP mendapat persepsi buruk dari masyarakat. Sebagai Penyuluh Pajak, tugasnya bersifat menyampaikan. Sementara, rekan-rekan lain di DJP seperti AR, Pemeriksa, atau Juru Sita harus sampai eksekusi. Tugas rekan-rekan dengan profesi tersebut akan menjadi lebih berat lagi. Untuk itu, Dian berharap seluruh insan DJP senantiasa menjaga integritasnya. Menurutnya, kepercayaan masyarakat adalah poin terpenting dalam mendorong kepatuhan pajak.

 Yoyon pun mengajak rekan-rekan sesama Penyuluh Pajak untuk tak lelah memperbarui informasi perpajakan terkini. Ia menyebut Penyuluh Pajak bagai sang pencerah yang memberikan penerangan bagi para Wajib Pajak sehingga mereka tahu apa hak dan kewajiban perpajakannya.

Kalau Wajib Pajak sudah tahu hak dan kewajibannya, saya rasa sistem perpajakan self assesment di Indonesia akan berjalan baik. Karena mereka jadi tahu salahnya di sini, kalau bisa jangan salah lagi. Jadi, nanti law enforcement atau penegakan hukumnya jadi berkurang,” tutur Yoyon.

Saat ini, menurut Dian, diskusi yang mengemuka di masyarakat mestinya bukan lagi tentang bayar pajak atau tidak, melainkan “akan dikemanakan uang pajak kita?”. DJP diberi kewenangan untuk mengumpulkan uang pajak, tetapi uang tersebut nantinya akan didistribusikan kepada kementerian/lembaga untuk pembangunan negara. Masyarakat dapat ikut mengawasi apakah uang pajak yang mereka bayarkan memang digunakan untuk kemakmuran masyarakat.

“Kita mengajak masyarakat untuk sadar pajak. Di sisi lain, pemerintah juga harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa uang pajak yang dibayarkan memang dikembalikan untuk kemakmuran bangsa dan negara,” pungkas Dian.

Dian, Yoyon, dan rekan-rekan Penyuluh Pajak lainnya bergabung dalam gerbong perjuangan penerimaan negara. Mereka mengajak masyarakat untuk taat bayar pajak dan berkontribusi terhadap pembangunan Indonesia. Pajak untuk kemakmuran rakyat, untuk Indonesia maju.


Reni Saptati D.I.
Artikel Lain
TELUSURI

DIPA 2024: Segera Eksekusi Belanja untuk Kepentingan Rakyat. Ilustrasi oleh Tubagus P.
DIPA 2024: Segera Eksekusi Belanja untuk Kepentingan Rakyat. Ilustrasi oleh Tubagus P.  

Tips bermain saham. Foto oleh Dimach Putra
Tips bermain saham. Foto oleh Dimach Putra  

J.B. Sumarlin, saat masih menjadi mahasiswa UI di rumah kos Rawamangun tahun 1957. Foto dari dokumentasi pribadi.
J.B. Sumarlin, saat masih menjadi mahasiswa UI di rumah kos Rawamangun tahun 1957. Foto dari dokumentasi pribadi.