Asa dalam Langkah Menapak Puncak Dunia

15 September 2021
OLEH: Dimach Putra
Asa dalam Langkah Menapak Puncak Dunia
 

Politeknik Keuangan Negara STAN (PKN STAN) adalah sekolah kedinasan di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Instansi ini dikenal mencetak bibit-bibit unggul pengelola keuangan negara yang andal. Lulusannya tersebar di berbagai Kementerian/Lembaga bahkan pemerintah daerah.

Untuk mencetak bibit unggul, tak cukup hanya dilakukan melalui pendidikan di kelas saja. Banyak kegiatan mahasiswa yang mendukung pembentukan soft skill mahasiswa-mahasiswi di sana. STAPALA salah satunya. Organisasi pencinta alam ini telah berdiri sejak 24 November 1979. Empat dekade berkiprah, STAPALA memiliki mimpi besar untuk menaklukkan “The Seven Summits” atau tujuh puncak tertinggi di dunia.

Akhir September ini, mereka berencana melakukan ekspedisi ke Island Peak di Himalaya. Kami berbincang dengan Erny Murniasih, Patuan Handaka Pulungan, Muhammad Rosidi dan Muhammad Ilham Ramadan terkait rencana besar mereka tersebut.

Apa itu STAPALA? Bisa diceritakan kegiatan apa saja yang dilakukan STAPALA?

STAPALA adalah kelompok pecinta alam dari PKN STAN. Anggotanya bukan hanya mahasiswa aktif saja. Ada juga organisasi yang menaungi para alumni di STAPALA melalui Dewan Pengurus Nasional. Saya, Erny Murniasih 400/SPA/1993, saat ini diberi amanah menjadi Ketua Dewan Pengurus Nasional. Salah satu program unggulan kepengurusan tahun ini adalah melanjutkan STAPALA menuju “The Seven Summits”.

Saat ini, STAPALA sudah mencapai empat dari tujuh puncak dunia tersebut. Yang pertama Gunung Kilimanjaro di Benua Afrika. Kemudian, Gunung Cartenz yang mewakili Oceania. Lalu, Gunung Elbrus yang mewakili Rusia dan Benua Eropa. Terakhir, Gunung Akonkagua di Amerika Selatan. Kegiatan ekspedisi pada tahun ini adalah rangkaian “Road to Everest”, karena tujuan utama STAPALA adalah kami ingin mencapai puncak Everest.

Rangkaian ekspedisi puncak ini atau yang dikenal dengan Ekspedisi Himalaya Island Peak akan dilakukan ke Imja Tse di kawasan Himalaya. Ini merupakan bagian dari pembinaan para atlet karena menjadi bagian pemenuhan kualifikasi anggota yang akan ke Everest. Dari ketinggiannya, puncak Island Peak berada di 6189 meter di atas permukaan laut (MDPL).  Dalam beberapa referensi, puncak ini biasa disebut “Mini Everest”. Di situ atlet bisa belajar aklimatisasi serta berlatih proses lainnya. Jadi, pengalaman ini akan menjadi gambaran bagaimana kira-kira pendakian ke Everest nantinya. 

Anggota STAPALA memiliki mimpi besar untuk menaklukkan “The Seven Summits” Foto : STAPALA

Berapa total tim yang akan melakukan ekspedisi Himalaya Island Peak tersebut?

Total empat orang atlet. Tiga orang dari Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan satu orang dari BPKP. Tim tersebut adalah Patuan Handaka Pulungan dari KPP Pratama Bandung Cibeunying, Muhammad Ilham Ramadhan dari KPP Pratama Batulicin, Muhammad Rosyidi dari KPP Pratama Muara Teweh, dan Eko Santoso dari BPKP Provinsi Kalimantan Timur.

Dua orang diantaranya, yaitu Patuan dan Eko Santoso ini telah menjadi bagian tim “Ekspedisi Aconcagua”. Kami sangat berharap mereka yang sudah memiliki pengalaman (di beberapa) 7 summits ini, mudah-mudahan dapat mencapai Everest. Bahkan, Patuan sudah menaklukkan empat summits, dari Kilimanjaro, Cartenz, Elbrus, dan Aconcagua. Mudah-mudahan nanti Patuan dan tim bisa mencapai 7 summits di dunia. Itu tentu saja akan membuat bangga STAPALA dan juga menjadi prestasi bagi Kementerian Keuangan.

Persiapannya fisik apa saja yang perlu dan telah dilakukan sebelum pendakian ekspedisi Himalaya Island Peak?

Persiapan fisik sudah dilakukan sejak bulan April. Ini berarti (persiapan) sudah lima bulan. Ada 3 tahapan. Kami sudah melalui tahap pertama, yaitu endurance. Lalu, tahap penguatan atau strength. Saat ini kami berada di tahap power.

Untuk tahap endurance contohnya kami melakukan jogging dan bersepeda untuk membangun stamina dan agar napas panjang. Tahapan strength ditujukan untuk membangun kekuatan. Terakhir, tahapan power yang merupakan gabungan endurance dan strength-nya. Tiga tahapan ini sudah diprogram oleh pelatih dan sudah pernah dilakukan di ekspedisi-ekspedisi sebelumnya. Sekarang (latihan ini) dipraktekan lagi  tentunya dengan penyempurnaan.

Anggota STAPALA sudah menaklukkanpuncak gunung Kilimanjaro Foto : STAPALA

Berapa lama ekspedisi ini akan dilaksanakan, dari berangkat hingga kembali ke Indonesia?

Ekspedisi Himalaya Island Peak akan dimulai dari 24 September 2021 sampai dengan 19 Oktober 2021, sudah termasuk periode karantina di sana dan di Indonesia. Untuk pendakian gunungnya sendiri membutuhkan waktu sekitar 17 hari. Para atlet akan menggunakan cuti tahunannya selama 21 hari. Sistem pendakian Himalaya dilakukan bertahap mulai dari aklimatisasi di ketinggian 2000 meter, kemudian naik lagi ke 3000 meter, lalu 4000 meter dan seterusnya.

Jadi memang membutuhkan waktu yang relatif lama. Kita tidak bisa memaksakan diri untuk langsung (menuju) ke ketinggian 5000 meter misalnya. Itu akan berakibat fatal terhadap tubuh. Oleh karena itu, proses aklimatisasi dalam pendakian Himalaya menjadi sebuah keharusan dan sudah sesuai arahan dari operator. Jadwal tersebut sudah diatur oleh operator.  Jadi, kami mengikutinya.

Untuk tantangan teknik, apa yang membedakan ekspedisi Himalaya Island Peak dengan ekspedisi lainnya?

Pertama, ini region-nya di Himalaya yang merupakan pegunungan bersalju. Hal ini tidak kita dapati di indonesia. Yang kedua, jarak dari pendakian awal ke titik puncaknya jauh, memakan waktu berhari-hari. Kalau untuk (ekspedisi) ke Gunung Gede misalnya, paling lama membutuhkan waktu dua hari untuk sampai di puncak. Sementara Island Peak, ketinggiannya di 6189 Mdpl, di mana itu lebih tinggi dari Cartenz Pyramid atau Puncak Jaya di Indonesia. Untuk mencapai puncaknya memakan waktu lebih dari 10 hari. Perjalanan membutuhkan waktu 11-12 hari ke puncak, turunnya 5 hari.

Yang ketiga karakteristik Island Peak yang disebut “Mini Everest”, tingkat kecuramannya cukup sulit dan tingkat kesulitannya cukup tinggi. Kita memerlukan alat climbing, seperti harness, carabiner, tali untuk memanjat dan sebagainya. Keempat, karena ini gunung salju, alat yang dipakai untuk mencapai gunung tersebut banyak. Mulai dari kepala sampai kaki itu gear-nya khusus dan mahal. Jadi, kesulitannya cukup besar bagi pendaki Indonesia yang belum terbiasa berjalan di atas gunung salju.

Selain itu, tantangan lain adalah masalah cuaca. Apabila di hari H yang kita targetkan untuk ke puncak ternyata kondisinya tidak memungkinkan, kita tidak bisa memaksakan diri. Itulah sebabnya sebelum kita melakukan summit attack, guide akan melakukan briefing dan akan meng-update seluruh kondisi cuaca, kecepatan angin, dan potensi terjadinya badai. Untuk itu kita perlu spare waktu. Jika saat summit attack tidak memungkinkan, maka kita akan rescheduling ke hari berikutnya.

Keselamatan adalah hal yang utama. Kode etiknya juga seperti itu. Jika memang kondisi cuaca tidak memungkinkan, atau ada atlet yang sedang sakit, kita tetap harus mementingkan keselamatan.

Terkait pendanaan, seberapa besar kebutuhan dana ekspedisi Himalaya Island Peak dan bagaimana cara pemenuhannya?

Pendanaan untuk ekspedisi ini memang lumayan besar. Hal ini menjadi salah satu tantangan bagi manajemen. Selain biaya operasional, kami juga harus mempertimbangkan asuransi full coverage, tiket, dan akomodasi yang layak. Apalagi saat pandemi, terdapat tambahan biaya untuk PCR dan karantina selama di negara tujuan dan juga di sini. Pendanaannya memang lumayan besar.

Strategi yang kami lakukan biasanya kami mengoptimalkan dana dari para anggota. Dalam hal ini, pembiayaan dari dana usaha. Kami menjual kaos, jersey, dan mengadakan kegiatan-kegiatan yang tujuannya untuk menghimpun dana. Kami juga menerima donasi dari internal maupun donatur lainnya. Selain itu, kami melakukan permohonan sponsorship. Alhamdullilah, saat ini ada dua perusahaan yang berkenan memberi sponsor di ekspedisi ini.

Dengan adanya sponsor, para atlet bisa tetap fokus menyiapkan fisik dan goals persiapan lainnya. Kami sangat berharap ekspedisi nantinya berjalan lancar karena pandemi ini memang menjadi kekhawatiran kami. Khususnya, apabila nanti mereka harus berinteraksi dengan pendaki-pendaki lain. Tetapi, kami telah memilih operator di sana yang meyakinkan kami bahwa protokol kesehatan tetap dikakukan. Tentunya, kami juga selalu memberikan pengetahuan yang cukup kepada para atlet agar terus menjaga diri dengan melakukan protokol kesehatan.

Mereka berharap dapat membawa nama STAPALA dan Kemenkeu menuju tujuh puncak dunia Foto : STAPALA

Apa harapan para atlet dari ekspedisi kali ini?

Harapannya, keikutsertaan saya (Muhammad Rosidi) dapat mengangkat nama STAPALA, terutama di lingkungan saya sendiri, di kampung halaman saya. Bagi saya pribadi, ekspedisi ini sebagai pengalaman hidup bahwa saya pernah di sini. Saya memiliki hobi fotografi dan saya suka mengamati keberagaman masyarakat serta lingkungan sosial. Saya berharap bisa belajar sekaligus mengabadikannya.

Semoga setelah perjalanan ini, saya (Muhammad Ilham Ramadan) bisa berubah menjadi lebih baik dan juga mendapatkan pengetahuan budaya di sana. Semoga saya juga bisa berkontribusi untuk mengangkat nama organisasi STAPALA di kancah internasional. Ketiga, untuk instansi tempat saya bekerja, ekspedisi ini akan berdampak pada kedisiplinan dan berbagai macam aspek dalam kehidupan sehingga saya berharap kami lebih berdedikasi lagi dalam bekerja.

Mimpi saya (Patuan Handaka Pulungan) adalah membawa nama STAPALA, membawa nama Kemenkeu ke tujuh puncak dunia. Semoga apa yang kami lakukan saat ini sebagai ASN di Kemenkeu, khususnya DJP, bisa memacu atau memberikan inspirasi buat teman-teman bahwa untuk mengejar mimpi bisa kita lakukan dengan berbagai cara. Tidak perlu takut, meskipun dengan segala keterbatasan yang kita miliki. Maka, bermimpilah dan jangan takut untuk memulai.

Nilai-nilai apa yang STAPALA ingin bagikan dari ekspedisi ini?

Para atlet adalah kebanggaan STAPALA, sebuah organisasi yang tak pernah kenal lelah. Meski kami bukan lagi mahasiswa, namun keangotaannya berlaku seumur hidup. Di sini kami terus mengabdi dan mendarmabaktikan diri untuk bisa mewujudkan apa yang menjadi visi STAPALA, menjadi organisasi yang selalu peduli lingkungan dan kemasyarakatan. Dalam hal ini, visi kami adalah membawa “STAPALA untuk Indonesia”.

Tidak hanya jago mendaki gunung, mereka adalah agen perubahan di instansi dan lingkungan masing-masing. Atlet-atlet ini berdedikasi, berkomitmen, dan memiliki jiwa kepemimpinan tinggi. Semangat influencing others itu yang ingin kami kobarkan agar bisa menginspirasi banyak orang, selalu bermanfaat, dan berbuat baik.


Dimach Putra