Berdayakan Perempuan, Dorong Perekonomian

18 Desember 2023
OLEH: Reni Saptati D.I.
Berdayakan Perempuan, Dorong Perekonomian
Berdayakan Perempuan, Dorong Perekonomian  

Perempuan Indonesia mampu menjadi penggerak ekonomi bangsa. Kalimat ini bukanlah bualan belaka. Berdasarkan data laporan “Women, Business and the Law 2021" yang diterbitkan oleh World Bank, pada tahun 2021 tercatat 60 persen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia dimiliki oleh perempuan.

Sementara itu, UMKM sendiri merupakan sektor usaha yang menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar untuk Indonesia. Pada tahun 2022 misalnya, sektor ini berkontribusi sebesar 60,5 persen terhadap PDB negara kita. Artinya, perempuan yang mendominasi sektor UMKM memiliki peran strategis dalam mendorong perekonomian nasional. Hingga sejauh ini, UMKM terbukti berpengaruh dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Penelitian dari berbagai lembaga dunia juga menunjukkan bahwa ketika perempuan secara ekonomi berdaya dan memiliki kontrol atas pendapatan, mereka cenderung menggunakan pendapatan tersebut memenuhi kebutuhan keluarga, di antaranya untuk gizi, kesehatan, dan pendidikan anak-anak. Oleh sebab itu, upaya untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan dirasa penting karena memiliki banyak dampak positif.

Namun demikian, selama ini perempuan masih menghadapi berbagai tantangan ekonomi. Masih banyak di antara mereka yang hidup dalam kemiskinan. Jika mereka bekerja, mereka masih menghadapi tantangan ketidaksetaraan pendapatan. Pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam sektor ekonomi, antara lain dengan memberikan pembiayaan untuk mengembangkan usaha mereka. Salah satu bentuk pembiayaan tersebut adalah pembiayaan ultra mikro (UMi) yang disalurkan oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP).

Direktur Utama PIP Ismed Saputra menjelaskan saat ini pembiayaan UMi telah menjangkau 9,4 juta orang, termasuk pertambahan debitur UMi dengan nomor induk kependudukan (NIK) baru mencapai 7,4 juta orang.

“Dari 7,4 juta orang yang berdasarkan NIK tadi, 96 persen adalah perempuan, 4 persennya laki-laki. Jadi, artinya pembiayaan UMi ini lebih banyak diakses oleh kaum perempuan,” ungkap Ismed.

Program pembiayaan UMi dianggap menjadi menjadi salah satu alternatif pembiayaan yang sesuai dengan karakteristik perempuan. Ismed mengatakan penyaluran pembiayaan UMi melalui lembaga keuangan bukan bank (LKBB) bersifat group lending. Penyaluran pembiayaan dengan model group lending dilakukan terhadap sekelompok orang yang mengajukan pembiayaan secara bersama-sama. Biasanya anggota kelompok tersebut sudah mengenal satu sama lain. Model penyaluran seperti ini dianggap lebih efektif dalam mengurangi risiko kredit macet.

“Nilainya ini kan maksimal Rp20 juta dan ini untuk usaha yang ultra mikro yang memang banyak dilakukan oleh kaum perempuan sebagai penambah penghasilan atau memang untuk kebutuhan hidupnya, aktivitasnya. Mungkin untuk menambah penghasilan dari suaminya yang bekerja di sektor lain, istrinya melakukan aktivitas ekonomi melalui pembiayaan UMi,” jelas Ismed.

Direktur Utama PIP Ismed Saputra menjelaskan saat ini pembiayaan UMi telah menjangkau 9,4 juta orang, termasuk pertambahan debitur UMi dengan nomor induk kependudukan (NIK) baru mencapai 7,4 juta orang.(Foto: Resha Aditya P.)

Pendanaan APBN Capai Rp10 triliun

Pembiayaan UMi didesain untuk pelaku usaha ultra mikro yang belum bankable. Dengan kata lain, debitur UMi pada umumnya memang belum mampu mengakses pembiayaan perbankan. Tujuan lain dari pembiayaan UMi ini juga berupaya agar usaha para debitur mampu tumbuh dan berkembang sehingga mereka bisa naik kelas dan memberikan kontribusi lebih besar terhadap perekonomian Indonesia.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memberikan mandat kepada PIP untuk menjadi coordinated fund pembiayaan UMi. PIP menerima alokasi dana dari APBN. PIP kemudian menyalurkan dana tersebut kepada Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) baik sebagai penyalur langsung maupun linkage.

“PIP ini sudah memperoleh dana pengelolaan dari APBN itu sekitar Rp10 triliun. Tetapi dana kelolaan ini bertahap. Jadi, pertama kita berdiri 2017 itu Rp1,5 triliun, tahun 2018 bertambah Rp2,5 triliun, tahun 2019 bertambah Rp3 triliun, tahun 2020 sebesar Rp1 triliun dan terakhir tahun 2021 sebesar Rp2 triliun,  sehingga total dana kelolaan sebesar Rp10 triliun. Dari dana pengelolaannya itu, ini sudah kita gulirkan kepada masyarakat senilai Rp35 triliun. Jadi sudah berputar senilai 35 triliun dari nilai yang kita kelola sebesar 10 triliun,” terang Ismed.

Untuk memaksimalkan pendanaan dari APBN, mitra penyalur PIP wajib menggulirkan sisa dana yang belum jatuh tempo dalam bentuk pembiayaan UMi. Dari modal dana kelolaan sebesar Rp10 triliun, nilai pembiayaan UMi hingga saat ini telah mencapai Rp35 triliun. Mekanisme penyaluran melalui mitra penyalur ini bertujuan agar mereka dapat mengenal karakteristik debitur dengan baik sehingga menekan serendah mungkin angka kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).

“Untuk penyaluran, kita sudah menjangkau 509 kabupaten/kota, artinya di seluruh provinsi sudah ada, tetapi memang saat ini masih didominasi di pulau Jawa,” ujar Ismed.

PIP berencana akan terus memperluas jangkauan program yang sudah bergulir sejak 2017 ini, terutama untuk daerah luar Pulau Jawa. Selain itu terkait plafon pembiayaan UMi yang besarannya maksimal Rp20 juta, Ismed mengatakan akan melakukan evaluasi. Masih ada masyarakat yang belum terlayani terutama di sektor pertanian, karena mereka membutuhkan nominal pembiayaan di luar Rp20 juta.

“Memang mereka unbankable, tapi pembiayaannya mungkin agak lebih daripada plafon yang sudah ada di skema kita yang saat ini ada di sistem berjalan,” ungkap Ismed.

Ismed mengakui masih adanya masyarakat belum bankable yang belum bisa dibiayai oleh pembiayaan UMi menjadi salah satu tantangan PIP ke depan. Menurutnya, PIP ini adalah bagian dari program inklusi keuangan yang memberikan akses pembiayaan formal bagi masyarakat di seluruh Indonesia. Ismed menjelaskan, tantangan lain yang ia hadapi yakni bagaimana PIP mampu menekan lending rate dari LKBB selaku mitra penyalur kepada masyarakat.

“Dari PIP kepada LKBB itu tingkat suku bunganya cukup rendah, maksimal 4 persen. Tetapi memang lending rate dari LKBB kepada debitur itu rata-rata 16,2 persen, jadi masih cukup tinggi. Dan ini PR kita di dalam memberi akses pembiayaan itu bagaimana kita bernegosiasi untuk menentukan tingkat suku bunga,” terang Ismed.

Ismed berharap dengan keberhasilan menekan lending rate, masyarakat memiliki akses pembiayaan di sektor keuangan formal dengan tingkat suku bunga yang rasional. Dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah, masyarakat bisa memiliki pilihan dalam akses pembiayaan, serta terhindar dari jeratan pinjaman online.

Bertumbuh dengan pendampingan

PIP terus mendorong para pelaku usaha ultra mikro untuk bisa naik kelas. Selain penyediaan akses pembiayaan, langkah PIP lainnya yakni dengan memberikan pendampingan. Sebagai kontributor penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, PIP menilai pelaku UMKM dan ultra mikro perlu mendapat perhatian besar.

“Kita berikan pendampingan pelatihan. Inilah salah satu program PIP. Jadi PIP tidak hanya memberikan pembiayaan. Kita membangun kepedulian, membangun masyarakat tadi bisa memiliki usaha, menopang usaha keluarganya, dan ini harapan kita untuk berdampak pada ekonomi negara secara lebih besar lagi,” kata Ismed.

PIP telah menyusun pedoman pendampingan sebagai standarisasi untuk meningkatkan efektivitas pendampingan yang dilaksanakan oleh mitra penyalur. Dalam penyusunan pedoman tersebut, PIP bekerja sama dengan sejumlah pihak, di antaranya United Nations Women, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Women’s World Banking. Keterlibatan lembaga-lembaga tersebut dilatarbelakangi besarnya jumlah perempuan yang menerima pembiayaan UMi, yakni lebih dari 90 persen.

Upaya pendampingan, menurut Ismed, penting agar pelaku usaha tersebut benar-benar bisa naik kelas. Ia memaparkan mayoritas penerima pembiayaan UMi memiliki orientasi sekadar menjalankan usaha, belum untuk bertumbuh.

“Sebagian besar debitur atau sekitar 60-80 persen memang yang penting saya usaha, yang penting anak bisa sekolah, mungkin bisa menambah penghasilan, memperbaiki sedikit ekonominya. Tetapi kalau untuk bertumbuh hanya sekitar 22 persen,” ujar Ismed.

Dengan gigih, PIP berusaha melakukan pendampingan, kurasi, dan pembinaan kepada para debitur melalui rekan mitra penyalur. PIP menyelenggarakan training of trainers kepada penyalur sehingga dapat memberikan pendampingan yang lebih baik terhadap pelaku usaha. PIP juga mengembangkan aplikasi pendampingan agar dapat memudahkan setiap pendamping untuk memonitor dan membuat laporan perkembangan usaha setiap pelaku UMi.

Perluasan kerja sama pendampingan dengan berbagai pihak, baik penyalur, kementerian/lembaga, maupun swasta juga terus dilakukan untuk memperluas jangkauan pelaku usaha. Dari hasil pendampingan tersebut, debitur UMi makin berkembang usahanya. Sebagian di antaranya bahkan berhasil memasukkan produknya ke Sarinah, Inacraft, dan pameran UMKM pada penyelenggaraan G20.

“Jadi, sebetulnya tugas PIP itu melakukan pembiayaan, tetapi bagian dari pembiayaan itu juga untuk membangun ekosistemnya. Untuk itu, kita lakukan juga pemberdayaan kepada para debitur UMi,” tugas Ismed.

PIP dukung perempuan makin berdaya

Ismed meyakini bahwa peran perempuan sangat strategis dalam mendukung kemajuan pembangunan bangsa. Membangun bangsa tidak hanya dengan duduk langsung di dalam pemerintahan, tetapi membangun bangsa juga dapat melalui jalan membangun keluarga.

“Keluarga adalah sendi kemajuan suatu bangsa. Perempuan ada di rumah untuk mendidik anak, jika dia punya usaha maka ini menjadi suatu hal yang luar biasa. Artinya dia punya peran strategis di dalam membangun ketahanan ekonomi nasional,” ujar Ismed.

PIP berkomitmen untuk memperluas akses pembiayaan formal bagi masyarakat, khususnya kaum perempuan yang ingin membangun ekonomi keluarga, menyekolahkan anak, memiliki penghasilan, dan memperkuat ekonomi keluarganya. Menurut Ismed, ekonomi keluarga adalah bagian dari ekonomi nasional.

Lebih lanjut, Ismed menegaskan PIP akan terus membenahi infrastruktur teknologi dan informasi serta SDM untuk mewujudkan tujuan menyediakan akses pembiayaan yang menjangkau seluruh pelaku usaha ultra mikro. Ia juga menyatakan dukungannya untuk mendorong perempuan agar makin berdaya.

“Kalau perempuan itu berdaya, dia bisa memiliki usaha atau membantu nafkah utama keluarga, artinya ia membangun kesejahteraan di tingkat keluarga dan berdampak pada kesejahteraan kita secara nasional,” sebut Ismed.

Dengan makin berdayanya perempuan terutama di bidang ekonomi melalui pembiayaan UMi, artinya PIP mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan kemiskinan ekstrem, meningkatkan inklusi keuangan, dan memperkuat ketahanan ekonomi. Dengan terwujudnya berbagai hal tersebut, Indonesia maju dan sejahtera bukan lagi impian.


Reni Saptati D.I.
Artikel Lain
TELUSURI

DIPA 2024: Segera Eksekusi Belanja untuk Kepentingan Rakyat. Ilustrasi oleh Tubagus P.
DIPA 2024: Segera Eksekusi Belanja untuk Kepentingan Rakyat. Ilustrasi oleh Tubagus P.  


Jaga Inflasi Untuk Capai Target Pertumbuhan
Jaga Inflasi Untuk Capai Target Pertumbuhan  

Ingin Indonesia Maju 2045? Ini Strateginya! Foto Shutterstock,
Ingin Indonesia Maju 2045? Ini Strateginya! Foto Shutterstock,