Bakti Karya Bantu Budi Daya

1 Februari 2021
OLEH: Resha Aditya Pratama
Bakti Karya Bantu Budi Daya
 

Berawal dari proyek kecil-kecilan saat kuliah S1 Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada (UGM), kini Banoo telah meraih berbagai award di bidang inovasi dan teknologi. Fajar Sidik Abdullah Kelana merupakan sosok dibalik berdirinya Banoo, sebuah start-up teknologi perikanan. Saat ini, Fajar sedang menempuh Pendidikan S2 di KHT Royal Institute of Technology Swedia. Seperti apakah kisahnya? Simak perbincangan Media Keuangan berikut ini.

 

Bisa Anda ceritakan latar belakang berdirinya Banoo?

Saat kuliah di UGM,  saya cukup aktif mengikuti berbagai kegiatan kampus, seperti tergabung dalam tim pengembangan mobil listrik Arjuna dan melakukan berbagai riset, terutama riset yang diperuntukkan untuk membantu masyarakat. Tahun 2016, kebetulan ada riset yang dilakukan bersama dengan pusat studi energi untuk mengembangkan teknologi yang dinamakan microbubble generator. Teknogi ini awalnya dipergunakan untuk pengolahan limbah. Saat itu, kami melakukan eksperimen di Pengolahan Limbah Lindi di TPST Piyungan Yogyakarta. Setelahnya, saya merasa seharusnya teknologi ini bisa diaplikasikan ke bidang lain. Karena saya anak dari petani miskin, akhirnya saya terpikir untuk mengaplikasikan microbubble generator ini ke sektor budi daya perikanan.

 Para petani budi daya ikan rata-rata hidup secara pas-pasan dan belum terbantu teknologi. Padahal, dengan penerapan teknologi, petani bisa menaikkan taraf hidup mereka dengan lebih baik lagi. Akhirnya, kami mencoba mengaplikasikan teknologi microbubble generator untuk budi daya ikan yang berkembang sampai sekarang dengan nama Banoo.

 

Bagaimana Banoo bisa meningkatkan produktivitas para petani budi daya ikan? 

Jadi di Banoo ini, kami menggunakan konsep microbubble. Microbubble merupakan teknologi penghasil gelembung dengan ukuran mikro yang rising velocity atau kecepatan gelembung naik ke permukaan air menjadi semakin lambat sehingga gelembung tersebut semakin lama berada di dalam air. Bila dibandingkan ukuran gelembung yang diproduksi dari mesin aerator biasa, microbubble generator mampu menghasilkan kadar oksigen di dalam air yang jauh lebih tinggi. Dengan demikian, kualitas air menjadi lebih baik, ikan menjadi lebih sehat dan nafsu makannya meningkat sehingga produksi ikan bisa meningkat sampai 40% dan masa panen menjadi lebih pendek.

 Kelebihan microbubble generator Banoo adalah menggunakan teknologi otomatisasi sehingga alat ini tidak perlu dinyalakan selama 24 jam. Jadi, mesin hanya akan menyala kalau kadar oksigennya rendah atau kualitas air kolam buruk sehingga lebih hemat listrik. Kami membuat sensor untuk mengukur kualitas air yang di tempel di alat microbubble tersebut. Selain itu, kami juga mengembangkan fitur agar bisa dipantau melalui aplikasi. Kalau ada masalah dengan air kolam, aplikasi tersebut bisa memberikan info atau notifikasi ke pembudidayanya melalui smartphone.

  

 Banoo menggunakan konsep microbubble generator (Foto: Dok. Pribadi)
Fajar saat studi S2 di Swedia (Foto: Dok. Pribadi)

Apa yang membuat Anda tertarik untuk apply beasiswa LPDP? 

LPDP merupakan pilihan terbaik bagi anak muda Indonesia jika ingin sekolah di luar negeri melalui jalur beasiswa. Dengan segala dukungan yang ada, mulai dari living allowance, settlement allowance, LPDP sangat membantu dan membuat kita merasa nyaman dan aman saat mengambil study di luar negeri. Selain itu, ada forum Mata Garuda yaitu komunitas dari para alumni LPDP  yang memiliki ikatan yang sangat kuat. Saat saya membutuhkan info, riset, atau referensi jurnal, saya tinggal kontak Mata Garuda maka info yang saya butuhkan dapat segera didapat.

 Menjadi peserta beasiswa dari LPDP bagi saya juga merupakan salah satu bentuk cinta tanah air kita karena para alumni LPDP diwajibkan mengaplikasikan ilmu yang didapatkan dari study di Indonesia. Jadi ada ikatan. Beberapa awardee pasti ada godaan untuk tetap stay di negara lain setelah lulus. Akan tetapi, dengan ikatan di LPDP, ketika lulus nanti saya harus pulang ke Indonesia dan bagi saya ini justru menjadi cara untuk menjaga kecintaan kita terhadap tanah air agar tidak luntur.

 

Mengapa Anda memilih KHT Royal Institute of Technology Swedia? 

Swedia merupakan negara nomor dua paling inovatif di dunia berdasarkan Global Innovation Index. Di sini, kami lebih sering membicarakan tentang inovasi. Bukan hanya tentang pengembangan teknologi hardware saja, tetapi juga cara bagaimana membuat ekosistem inovasi yang baik. Dari sini, saya bisa belajar mengapa di Indonesia inovasinya masih kurang, mengapa Swedia bagus. Itu kami pelajari juga di sini. Mimpi besar saya adalah ingin membuat sistem dan ekosistem inovasi yang baik di Indonesia.

 

Apa pesan Anda bagi anak-anak muda Indonesia yang lain yang sedang meraih cita-cita? 

Anak muda sekarang sering membandingkan hidupnya dengan orang lain. Saya juga pernah mengalami hal yang sama. Setiap orang memiliki value. Anak-anak muda sekarang pasti memiliki keunggulan masing-masing dan kita harus terus mengenali diri sendiri. Kita unggul di mana dan kita bisa apa. Saat kita tahu kita unggulnya di mana, kita kembangkan itu. Dalam proses mengembangkannya juga jangan semata-mata hanya untuk diri sendiri, tetapi lakukanlah agar potensi Anda juga dapat bermanfaat untuk orang lain.