Beraksi Dengan Konservasi Ikan

1 Juli 2021
OLEH: Resha Aditya Pratama
Beraksi Dengan Konservasi Ikan
 

Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi termasuk jenis hiu dan pari. Namun, Indonesia juga menjadi ancaman sebagai produsen hiu dan pari terbesar di dunia. Muhammad Ichsan merupakan awardee LPDP yang terjun langsung di bidang konservasi hiu dan pari. Pemuda yang mengambil S2 bidang Konservasi Biologi di University of Queensland ini berjuang untuk mengenalkan dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian hiu dan pari di Indonesia. Seperti apa kisahnya? Simak perbincangan Media Keuangan berikut ini.    

 

Apa yang menginspirasi Anda untuk menjadi peneliti hiu dan pari?

Menurut data dari Food and Agricultural Organization (FAO), Indonesia memiliki rata-rata produksi tahunan Indonesia pada kurun waktu 2000-2011 mencapai 106.000 ton atau sekitar 13% dari total tangkapan global. Besarnya potensi dan ancaman terhadap keberlangsungan hiu dan pari Indonesia, mendorong saya untuk mengetahui lebih banyak mengenai hiu dan pari, apalagi jenis Ikan ini masih belum banyak diteliti dibandingkan jenis ikan lainnya.

 

Bagaimana Anda bisa terjun ke dunia konservasi hiu dan pari?

Awal mula saya terjun ke dunia konservasi hiu dan pari ketika saya mengikuti program internship dari MantaWatch UK di Taman Nasional Komodo. Dari program inilah saya mengenal lebih banyak mengenai konservasi laut. Setelah lulus S1, saya bekerja sebagai pemandu selam dan peneliti hiu bersama Sharkdiving Indonesia di Morotai Maluku Utara. Disana saya mengikuti proses seleksi LPDP dan berangkat ke Australia pada tahun 2015. Kemudian saya bekerja untuk Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia Setelah lulus kuliah dari Australia. Di WCS ini, saya memperdalam pengetahuan dan pengalaman saya mengenai konservasi hiu dan pari. Yang menarik perhatian saya, sebelum penangkapan besar-besaran hiu dan pari beberapa dekade terkahir, saya menyadari bahwa hiu dan pari telah turun temurun dimanfaatkan secara tradisional dan menjadi budaya oleh masyarakat Indonesia. Sehingga penelitian hiu dan pari saat ini dituntut menggunakan pendekatan holistik dari berbagai ilmu, tidak hanya dari segi perikanan, biologi dan lingkungan saja namun juga harus didukung dari berbagai aspek keilmuan lain seperti sosial, budaya, dan ekonomi.

Setelah tidak lagi bersama WCS Indonesia, saya tetap aktif melakukan beberapa kegiatan konservasi hiu dan pari sebagai fellow di ZSL EDGE. Bersama istri saya yang satu profesi, kami pun membuat platform online bernama Elasmo Initiative Indonesia. Platform ini bertujuan untuk mengenalkan dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian hiu dan pari di Indonesia juga secara global. Diharapkan dengan narasi dan informasi yang mudah dicerna lewat platform ini, akan semakin banyak generasi muda yang tergerak untuk melakukan usaha konservasi laut terutama hiu dan pari.

 

Ichsan melihat tangkapan hiu dan pari oleh nelayan lokal (Foto: Dok. Pribadi) 
Saat studi di University of Queensland Australia (Foto; Dok. Pribadi)

 

Apa yang membuat Anda tertarik mendaftar beasiswa LPDP?

Beasiswa LPDP tidak hanya dapat mendukung studi saya namun juga dapat menekankan nilai-nilai nasionalisme dan pengabdian. Yang paling berkesan dari saya adalah ketika melakukan proses pendaftaran beasiswa dan memenuhi persyaratan secara daring dari Morotai. Berbekal tekad, saya jalani prosesnya dimulai dari mengerjakan berbagai tugas yang diberikan, bolak-balik ke Jakarta untuk proses wawancara hingga mengikuti Persiapan Keberangkatan (PK). Pada saat mengikuti PK saya sangat termotivasi dengan berbagai kegiatan dan narasumber yang mumpuni. Disetiap langkah juga ditanamkan rasa nasionalisme dan kebersamaan yang saya bawa terus hingga sekarang.

 

Apa yang membuat Anda tertarik studi ke S2 ke University of Queensland Australia?

Untuk bidang konservasi laut, Australia merupakan salah satu negara dengan kualitas pendidikan yang sangat tinggi. University of Queensland merupakan salah satu yang terbaik di bidang ini. Beberapa ahli yang dulu hanya bisa saya lihat namanya di tulisan ilmiah internasional, bisa saya temui dan saya ajak diskusi secara langsung. Untuk soal fasilitas juga sangat lengkap, sebut saja Heron Island Research Station yang terletak di tengah pulau di Great Barrier Reef, gugusan terumbu karang terbesar di dunia. Di stasiun penelitian ini bisa ditemui lab kelautan yang mumpuni dan beberapa langkah dari stasiun penelitian kami sudah bisa berenang bersama hiu dan penyu di antara terumbu karang.

 

Apa pesan Anda bagi anak muda Indonesia yang sedang berjuang meraih cita-cita?

Diawali oleh keinginan yang kuat, doa dan konsistensi semua mimpi bisa diraih. Menempuh pendidikan lebih tinggi bukan tujuan akhir namun merupakan jalan untuk cita-cita yang lebih besar. Cita-cita yang besar tentunya harus berguna bagi orang lain, bangsa, agama dan juga alam. Temukanlah relungmu dan jawablah panggilan hatimu, berusahalah dengan sepenuh hati dan jangan pernah menyerah pada nasib dan keadaan. Jadilah pembelajar seumur hidup, belajarlah dimanapun, kapanpun dan pada siapapun bahkan pada ciptaan Tuhan yang diciptakan dengan bermacam bentuk dan rupa. Sesuai kata pepatah Minangkabau “Alam takambang jadi guru”.