Tenang, Probabilitas Indonesia Alami Resesi Amat Kecil

15 November 2022
OLEH: Reni Saptati D.I.
Tenang, Probabilitas Indonesia Alami Resesi Amat Kecil
 

Media massa dan media sosial sempat ramai dengan pembahasan isu ancaman resesi global. Masyarakat Indonesia menunjukkan kekhawatirannya di sana. Sebagian dari mereka takut situasi ekonomi Indonesia akan benar-benar suram pada tahun depan. Takut kehilangan pekerjaan, takut harga bahan pokok semakin mahal, takut terjadi kekacauan. Sebagian lagi menyuarakan kebingungan tentang apa yang harus dilakukan untuk menghadapi tantangan ekonomi masa depan. Apakah harus lebih banyak menabung? Ataukah justru tetap membelanjakan uang supaya ekonomi terus bergerak?

Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memang pernah menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang berbagai tantangan ekonomi dan potensi terjadinya resesi global pada tahun 2023. Namun, upaya penyampaian Informasi tersebut sama sekali bukan bertujuan untuk menciptakan kekhawatiran di tengah masyarakat.

“Itu satu langkah signaling,” jelas Analis Kebijakan Muda Badan Kebijakan Fiskal Dwi Anggi Novianti. “Jadi, pemerintah mengerti problem. Kita tidak denial karena denial itu bisa bahaya juga. Kita memetakan sehingga kita tahu ada risiko di dunia dan memberikan signal agar berhati-hati,” lanjutnya.

Dalam beberapa kesempatan, Menkeu mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia dalam keadaan baik. Prospek probabilitas resesi akibat ketidakpastian global memang cukup tinggi di banyak negara, tetapi untuk Indonesia sangat kecil. Menurut survei Bloomberg, probabilitas Indonesia mengalami resesi adalah sebesar 3 persen.

Probabilitas resesi Indonesia jauh lebih rendah jika dibandingkan Sri Lanka 85 persen, Eropa 55 persen, dan Amerika Serikat 40 persen. Probabilitas Indonesia juga lebih kecil jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia 13 persen, Vietnam dan Thailand 10 persen, serta Filipina 8 persen. Negara kita juga jauh lebih resilien dibanding negara di kawasan Asia Pasifik, seperti Selandia Baru 33 persen, Jepang 25 persen, Korea Selatan 25 persen, dan Tiongkok 20 persen.

Meskipun demikian, Menkeu mengingatkan Indonesia harus tetap waspada karena volatilitas yang meningkat menimbulkan kemungkinan pelemahan kinerja ekonomi negara-negara di seluruh dunia. Pada saat yang sama, kompleksitas dari kebijakan dari negara-negara tersebut dapat menimbulkan imbas negatif ke negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Langkah antisipasi Indonesia

Secara teknis, resesi adalah penurunan perekonomian selama dua kuartal berturut-turut pada suatu negara. Di luar definisi teknis tersebut, jelas Anggi, resesi berarti ada tekanan. Selama beberapa waktu terakhir, tekanan di ekonomi global memang tengah meningkat. Terjadi disrupsi supply, perang Rusia-Ukraina, serta inflasi berkepanjangan.

“Secara logika ekonomi, inflasi yang tidak terkendali memang harus diobati dengan kenaikan suku bunga atau pengetatan moneter. Hal itu akan menekan aktivitas ekonomi yang bisa menjadi parah sampai menciptakan resesi,” tutur Anggi.

Walaupun menurut survei Bloomberg, probabilitas Indonesia terhadap resesi sangat kecil yaitu sebesar 3 persen, Anggi mengatakan Indonesia jangan lalu merasa puas dengan kondisi tersebut. Banyak negara besar yang kemungkinan besar tidak bisa menghindari resesi.

“Ada negara besar yang tidak bisa menghindari resesi, seperti Amerika Serikat dan Eropa. Dan jangan lupa Cina juga perekonomiannya sedang lambat sekali. Hal itu menunjukkan bahwa situasi global sangat tidak kondusif, bahkan buat Indonesia. Indonesia harus berhati-hati karena menganut perekonomian terbuka. Artinya, tidak bisa menghindari impact yang ada,” terang Anggi.

Karena resesi terjadi di negara lain, Indonesia tidak bisa mengatur apa yang perlu dilakukan di sana. Namun, Indonesia bisa melihat seberapa jauh resesi itu akan terjadi. Setelahnya, lanjut Anggi, pemerintah juga melakukan langkah antisipasi. Ketika sumber tekanan berasal dari eksternal, pemerintah akan menjaga perekonomian domestik dengan sebaik-baiknya.

“Faktor pertumbuhan ekonomi itu ada yang dari domestik, ada yang dari eksternal seperti ekspor. Nah, yang domestiknya ini yang kita perlu jaga. Konsumsi masyarakat harus dipastikan baik. Kita juga harus menjaga investasi supaya Indonesia dipercaya masih menjadi tujuan investasi yang bagus,” ujar Anggi.

Untuk menjaga konsumsi, pemerintah memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat dalam berbagai program, antara lain Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Sembako, dan bantuan sosial untuk UMKM. Pemerintah juga memperbaiki mekanisme subsidi dan bantuan sosial supaya tepat sasaran. Upaya perbaikan iklim investasi juga dilakukan antara lain dengan reformasi perpajakan dan reformasi transfer ke daerah.

“Kita melakukan pemetaan dan melakukan respons kebijakan. APBN menjadi salah satu instrumen untuk memitigasi situasi. Dia berperan sebagai shock absorber, menyerap risiko tadi. APBN selalu memastikan pengeluarannya berkualitas supaya ekonomi terus bergerak. Sisi penerimaan terus diperkuat karena kita tahu itu adalah tulang punggung supaya negara bisa melakukan berbagai intervensi,” jelas Anggi.

Ekonomi global memang penuh risiko dan ancaman, tetapi sampai saat ini ekonomi Indonesia masih baik-baik saja. Masyarakat juga tidak perlu takut melakukan aktivitas ekonomi seperti biasa. (Foto: Aik Kuswanadji)

Jangan panik

Anggi berpendapat adanya diskusi mengenai resesi global di masyarakat merupakan hal yang bagus. Artinya, masyarakat sadar bahwa ekonomi global tengah menghadapi sebuah tekanan besar. Ia menyebutkan satu sikap yang harus ditanamkan pada benak masyarakat sebelum melakukan berbagai langkah antisipasi lainnya dalam menghadapi ancaman resesi.

“Pertama, sikap jangan panik,” tegasnya.

Ia melanjutkan, masyarakat perlu memahami permasalahan secara mendetail. Ekonomi global memang penuh risiko dan ancaman, tetapi sampai saat ini ekonomi Indonesia masih baik-baik saja. Masyarakat juga tidak perlu takut melakukan aktivitas ekonomi seperti biasa. Jika ingin berinvestasi, ia berharap masyarakat melakukan riset atau berkonsultasi terlebih dulu untuk memastikan instrumen investasi pilihannya aman dan terproteksi.

“Waspada itu boleh, tetapi panik dan takut yang tidak berlandasan itu tidak boleh,” ujar Anggi.

Sikap ketakutan yang berlebihan menurut Anggi justru akan mengecilkan raihan bagus yang sudah dimiliki Indonesia saat ini. Ia mengajak masyarakat terus mengedukasi diri dari sumber informasi yang kredibel. Anggi pun kembali menegaskan bahwa probabilitas Indonesia mengalami resesi amat kecil. Hal tersebut menurutnya lantaran ada dua karakter besar yang dimiliki Indonesia yang sangat berpengaruh terhadap resiliensi ekonominya.

“Pertama, karakter struktur ekonominya,” ujar Anggi.

Struktur ekonomi Indonesia masih ditopang oleh konsumsi yang besar, terang Anggi. Konsumsi yang besar tersebut didorong oleh masyarakatnya yang berada dalam usia produktif. Masyarakat yang masih muda cenderung senang mencoba hal baru sehingga dia terus beraktivitas dan mengkonsumsi. Hal itu menjadi modal besar yang membuat ekonomi Indonesia masih terus tumbuh.

“Kedua, kredibilitas kebijakan,” tegas Anggi.

Ia berpendapat pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang selalu terukur, terkoordinasi, dan diimplementasikan dengan penuh komitmen. Kebijakan fiskal yang dikeluarkan pemerintah selama dua puluh tahun terakhir mengalami improvement yang berkesinambungan. Dulu inflasi di Indonesia menyentuh dua digit, tetapi secara gradual bisa diturunkan. Utang Indonesia juga pernah mendekati jumlah sebesar 90 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), tetapi angka tersebut terus dapat diturunkan hingga di bawah 40 persen, bahkan jauh di bawah batas maksimal utang menurut Undang-Undang tentang Keuangan Negara sebesar 60 persen terhadap PDB.

“Kita bisa menjaga defisit secara disiplin dan konsisten sejak ada Undang-Undang Keuangan Negara hanya 3 persen (di luar masa penanganan pandemi), itu luar biasa. Tidak banyak negara yang bisa melakukan itu. Banyak negara yang akhirnya menyerah dan akhirnya tidak disiplin pada aturan defisit itu atau melakukan revisi. Indonesia konsisten,” ungkap Anggi.

 Anggi optimistis Indonesia pada tahun depan tidak akan berada dalam situasi ekonomi yang buruk seperti pada krisis ekonomi yang pernah terjadi sebelumnya. Hingga saat ini, ekonomi domestik masih baik yang merupakan buah dari upaya reformasi secara terus menerus. Hal penting lain yang terus diperkuat yaitu koordinasi kebijakan dan sinergi antarinstitusi.

Indonesia memiliki forum Koordinasi Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang secara intensif memonitor apa yang terjadi di luar sana. KSSK terdiri atas institusi-institusi penting di sektor ekonomi dan keuangan, yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tidak hanya memonitor, KSSK juga saling bersinergi dan berkoordinasi terkait kebijakan apa yang harus didorong supaya terus menciptakan bantalan.

“Koordinasi sinergi ini menunjukkan kredibilitas kebijakan kita yang baik dan akan terus menjadi fondasi penjaga kita di tengah turbulensi,” pungkas Anggi.


Reni Saptati D.I.
Artikel Lain
TELUSURI

AIFED 2023: Kalibrasi Strategi di Tengah Fragmentasi. Foto oleh Firman Akhmadi H.
AIFED 2023: Kalibrasi Strategi di Tengah Fragmentasi. Foto oleh Firman Akhmadi H.  



Ekonomi Indonesia Resilien di Tengah Pelemahan Ekonomi Global. APBN Kita Menjadi Instrumen Peredam Guncangan. Foto oleh Dodi Achmad.
Ekonomi Indonesia Resilien di Tengah Pelemahan Ekonomi Global. APBN Kita Menjadi Instrumen Peredam Guncangan. Foto oleh Dodi Achmad.