Buka Jalan Buat Cakalang

Potret Kantor
1 Juni 2021
OLEH: Aditya Wirananda
Buka Jalan Buat Cakalang

 

Bitung adalah sebuah kota di pantai timur Sulawesi Utara. Kota ini berada 40 kilometer di sebelah timur kota Manado. Sejak masa sebelum kemerdekaan, Bitung telah dikenal sebagai salah satu pelabuhan sekaligus penghasil ikan terbesar di wilayah Sulawesi.

Komoditas Lokal

Pada periode terbaiknya, Bitung pernah menjadi wilayah terbesar penghasil ikan di Indonesia. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Bitung, Agung Riandar Kurnianto mengatakan, "Dulu itu Bitung sempat mengalami zaman kejayaan. Ada 14 perusahaan pengalengan di Indonesia (saat itu), tujuh itu ada di Bitung," ujarnya. Saking lekatnya citra perikanan pada Bitung, terutama cakalang, KPPBC Bitung membangun tagline "Cakalang Fufu" yang merupakan kependekan dari "Cakap dalam Pelayanan dan Pengawasan, Fasilitasi Usaha dengan Fasilitas Unggulan".

Saat ini, komoditas Bitung tak lagi didominasi oleh industri perikanan saja. Belakangan, industri kelapa sawit mulai turut meramaikan lalu lintas barang di kota Bitung. Menurut Agung, saat ini ekspor dari Bitung justru didominasi oleh produk kelapa sawit dan turunannya. "Saat ini, untuk ekspor (didominasi) CPO (crude palm oil) dan produk turunannya. Ikan masih survive, hanya tidak sebesar zaman kejayaan dulu," ujarnya. Saat ini, ekspor industri perikanan tak lagi dilakukan dalam partai besar tetapi cenderung bersifat eceran dan dilakukan melalui jalur udara.

Dari sisi jumlah produsen, industri perikanan mengalami penurunan sejak adanya kebijakan moratorium penangkapan ikan empat tahun silam. Dari tujuh pelaku industri perikanan di Bitung, saat ini tersisa empat pelaku industri. Sisanya, sebagian beralih ke industri lain, dan sebagian lagi melebur ke perusahaan yang lain.

Selain perikanan dan kelapa sawit, Bitung juga memiliki andalan lain di sektor perkebunan. Rempah-rempah. Rempah-rempah dari wilayah Sulawesi tentu saja bukan produk sembarangan. Konon, dahulu orang Eropa datang ke wilayah nusantara mula-mula untuk berburu rempah-rempah terbaik yang tumbuh subur di wilayah Indonesia.

Satu hal yang disayangkan Agung terkait produk perkebunan dari Bitung adalah produk yang dikirim masih berupa barang mentah. Pemrosesan hasil perkebunan itu masih dilakukan di luar wilayah Bitung, umumnya di Jawa. Menurut Agung, jika proses pencucian, pengeringan, dan pengepakan dapat dilakukan secara mandiri di Bitung, nilai manfaat yang diterima kota Bitung akan meningkat sekaligus biaya produksinya dapat ditekan.

Customs visit customer (Foto: Dok. KPPBC Bitung)
Salah satu kegiatan yang pernah dilakukan KPPBC Bitung, Repatriasi Satwa (Foto: Dok. KPPBC BItung)

Misi Direct Call

Lelaki kelahiran Purworejo yang menjadi komandan KPPBC Bitung sejak 2017 ini mengatakan, "Saat ini PR (pekerjaan rumah) kami adalah terwujudnya direct call dari pelabuhan Bitung," ujarnya. Direct call adalah pengangkutan muatan dari tempat asal ke tempat tujuan secara langsung, tanpa singgah di pelabuhan lain. Agung mengatakan bahwa kegiatan ekspor dan impor komoditas di Bitung selama ini masih dilakukan melalui Jakarta atau Surabaya. Hal ini menurutnya memicu harga komoditas yang kurang kompetitif, baik dari sisi ekspor maupun impor. Selain harga barang ekspor dari Bitung yang kurang kompetitif di pasar internasional, harga barang impor di Bitung juga cenderung tinggi.

Dengan direct call, Agung berharap dapat meningkatkan efisiensi dari perspektif harga maupun waktu pengiriman barang. Kelak, saat direct call ini terwujud, Bitung tidak akan menjadi lokasi pertama yang melayani direct call di wilayah Sulawesi. Pada akhir 2018, direct call dari wilayah Sulawesi sudah dapat dilayani oleh Makassar. Menurut keterangan yang dilansir kala itu, direct call export dari Makassar berhasil memangkas waktu perjalanan ekspor lebih dari 10 hari dan menghemat biaya kontainer hingga 500 dollar AS.

Misi ini, menurut Agung, mendapatkan dukungan serius dari kantor wilayah (Kanwil) dan kantor pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Adanya direct call dari Bitung tentu akan menguatkan peran Bitung sebagai hub internasional (International Hub Port). Saat ini terdapat dua pelabuhan hub internasional di wilayah Indonesia, yakni di Bitung di bagian timur dan Kuala Tanjung di bagian barat.

Saat ini komoditas ekspor di wilayah Bitung tergolong variatif. Banyaknya varian ini berdampak pula pada banyaknya negara tujuan ekspor. Sedangkan, jasa pengangkutan ekspor umumnya menerapkan mekanisme satu tujuan untuk sekali perjalanan. Agar tak merugi, penyedia jasa angkutan perlu memenuhi kuota tertentu untuk barang yang diangkut dalam sekali perjalanan. Kesenjangan ini menjadi pekerjaan yang perlu dikonsolidasikan oleh KPPBC Bitung. Salah satu solusi yang menurut Agung potensial adalah dengan memanfaatkan perjanjian bilateral Indonesia-Filipina. "Ada perjanjian perdagangan bilateral antar dua negara ini yaitu dengan kapal roro. Kapal roro ini melayani (jalur) Bitung-Davao dan Bitung-General Santos," ujarnya. Menurutnya, konektivitas di kota-kota yang ada di Filipina tersebut cukup baik, seperti Jakarta. Nantinya, barang-barang dari Bitung dapat diangkut lebih dulu menuju Filipina. Lantas sesampainya di Filipina, barang-barang ini disortir menuju negara tujuan masing-masing.

Selain misi efisiensi ekspor-impor tersebut, KPPBC Bitung juga berharap dapat memaksimalkan perannya melalui pendampingan bagi pelaku usaha industri yang ada di wilayahnya. Terutama dalam mendukung proyek-proyek strategis nasional yang ada di wilayah Sulawesi bagian utara. Untuk mencapai misi-misi itu, saat ini KPPBC Bitung diperkuat oleh 57 personel--yang mayoritas adalah generasi muda--yang terbagi dalam lima seksi. Bersama seluruh personelnya tersebut, Agung terus melakukan berbagai ikhtiar dan pembaruan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.