Tegas di Perairan, Welas di Daratan

1 Maret 2022
OLEH: Aditya Wirananda
Tegas di Perairan, Welas di Daratan
 

Kantor yang menjaga pesisir timur Sumatera ini ini sudah beberapa kali ganti nomenklatur dan berpindah lokasi. Dari sisi sungai, ke tengah daratan, lalu kembali lagi ke sisi sungai. Terakhir, kantor ini menempati hilir sungai Indragiri di sisi timur provinsi Riau.

Mengawasi labirin

Bea Cukai Tembilahan punya wilayah kerja meliputi kabupaten Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, dan Kuantan Singingi. Lokasinya di pesisir timur Sumatera. “Jadi langsung berhadapan dengan lalu lintas yang digunakan masyarakat untuk ke area FTZ (free trade zone) Batam ya, dan berhadapan dengan laut yang mengubungkan Malaysia dan Singapura,” ujar Eka Purnama Putra, kepala Bea Cukai Tembilahan. Sudah luas, strategis pula. Lokasi macam ini bikin Bea Cukai Tembilahan jadi lebih banyak tugas pengawasan daripada pelayanan. “Karena landing spot untuk oknum penyelundup itu banyak,” ujar Eka.

Selain itu, di wilayah kerja Bea Cukai Tembilahan juga dipenuhi aliran sungai. Setiap aliran sungai ini saling bertemu. Dari citra pada peta, aliran anak-anak sungai ini menyerupai labirin, berliku dan saling bertemu. Wajar kota ini punya julukan Negeri Seribu Parit. Parit dalam julukan ini merujuk pada anak sungai dari sungai-sungai besar macam Indragiri, Kampar, dan Siak.

Setiap anak sungai yang melintasi wilayah Tembilahan, nyaris semua bisa dilalui kapal kecil. Selain itu, posisi sungai ini juga berhadapan langsung dengan wilayah perairan Indonesia-Malaysia-Singapura. Dus, kapal kecil dari laut bisa langsung menyelusup ke area daratan Sumatera melalui anak sungai itu bila tak diawasi. Selain itu, lokasi geografis semacam ini juga bikin para pegawai Bea Cukai Tembilahan akrab sekali dengan air pasang. “Jadi kalau bicara tempat basah, tempat ini basah sekali. Karena tiap hari ada pasang,” ujar Eka berseloroh.

Tim patroli Bea Cukai Tembilahan sedang melakukan pengawasan menggunakan kapal. Dok. KPPBC Tembilahan

Kejar-kejaran di perairan

Tugas pengawasan lalu lintas barang nyaris selalu punya kejutan. Begitu pula yang terjadi pada Bea Cukai Tembilahan. Kendati kejar-kejaran dengan pelaku penyelundupan sudah jadi makanan sehari-hari, tetap saja sekali waktu ada adegan yang lebih merepotkan.

Seperti yang terjadi dua tahun silam, saat tim Bea Cukai Tembilahan mengejar pelaku penyelundupan rokok ilegal. “Sebenarnya kasus seperti itu sudah sering terjadi tapi kemarin itu agak sedikit di luar dugaan gitu,” ujar Eka.

Saat itu ada laporan intelijen tentang adanya pergerakan kapal di wilayah pengawasan Bea Cukai Tembilahan. “Itu udah bisa kami pastikan, pasti HSC (High Speed Craft) lah itu,” ujarnya. Sebagai ilustrasi, kapal yang melintas itu memiliki kapasitas mesin sekitar dua tiga kali lipat kapal milik Bea Cukai Tembilahan. Setelah mendalami informasi, Bea Cukai Tembilahan kemudian menurunkan tim patroli bersama dengan tim patroli dari Tanjung Balai Karimun. “Karena kami sudah berpikir, tidak mungkin kami sendiri karena kapal besar adanya di Tanjung Balai Karimun,” ujar pria kelahiran Boyolali ini.

Kelompok penyelundup itu terdiri dari 4 kapal HSC berisi muatan barang dan 1 kapal penumpang yang diduga sebagai pengawal barang-barang itu. Tim patroli Bea Cukai melakukan pengejaran. Tidak ada tindakan kooperatif dari kelompok itu, bahkan setelah diberikan peringatan oleh petugas. “Akhirnya terjadilah kejar mengejar.” Dalam pengejaran itu, satu kapal sengaja melakukan manuver untuk mengganggu tim patroli Bea Cukai Tembilahan. Beruntung, nakhoda kapal Bea Cukai cukup piawai dan berhasil beberapa kali menghindari tabrakan.

Setelah beberapa saat, tim patroli Bea Cukai berhasil menyudutkan satu kapal pengangkut barang di Sungai Belah. “Nakhodanya melompat ke sungai dan melarikan diri. Kami akhirnya mengamankan 1 HSC tesebut, kami lakukan pemeriksaan,” ia melanjutkan, “baru diperiksa, satu kapal yang lain datang lagi. Mereka mau merebut (kapal yang sudah diamankan).” Petugas berikan peringatan. Tak digubris. Petugas berikan tembakan peringatan. Kelompok itu malah merangsek. Lengkap dengan senjata tajam. Mereka berupaya merebut kembali kapal yang sudah dikuasai petugas bea cukai. Dengan terpaksa, petugas melakukan tindakan tegas terukur kepada kelompok itu.

Dari pengejaran itu, petugas mendapati 7,2 juta batang rokok ilegal yang berpotensi merugikan negara sebesar 7,6 miliar rupiah. “Enak diceritain tapi nggak enak dijalanin ya,” ujar Eka berseloroh menutup kisah pengejaran itu.

Petugas Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan barang kena cukai. Dok. KPPBC Tembilahan.

Tegas tapi welas

Di balik ketegasan yang ditampilkan dalam tugas pengawasan, para petugas Bea Cukai Tembilahan menyimpan welas yang besar di dalam dadanya. Sejumlah barang hasil tangkapan yang dapat dimanfaatkan, oleh mereka, dihibahkan kepada masyarakat setempat yang membutuhkan.

Pada 2020, kala pandemi merebak, Bea Cukai Tembilahan menghibahkan sejumlah kasur hasil tangkapan kepada rumah sakit setempat. Lantas, pada tahun ini, Bea Cukai Tembilahan menghibahkan kapal hasil tangkapan kepada dua desa di wilayah kerjanya.

Kapal itu didapat dari penyelundupan rokok ilegal. Eka mengatakan, “Rokoknya kami musnahkan, kapalnya kami lihat lagi, ‘bisa nggak dimanfaatkan oleh Kementerian Keuangan?’ Ternyata tidak, karena kapalnya kecil,” ia melanjutkan, “sedangkan kapal ini kan punya umur (manfaat), kalau didiamkan kan rusak.” Ia lantas berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat tentang kemungkinan hibah kapal kepada masyarakat yang membutuhkan. Syahdan, ditunjuklah dua desa di pesisir timur yang ditinggali suku asli, suku Duano.

Salah satu barang hasil tangkapan yang dihibahkan kepada masyarakat setempat yang membutuhkan. Dok. KPPBC Tembilahan

Di kedua desa ini, untuk mengakses fasilitas kesehatan terdekat, mereka harus menyeberangi perairan yang butuh waktu tempuh sekitar 20-30 menit. Pun, saat ada yang sakit dan butuh pertolongan, tidak selalu ada kapal yang tersedia. “Untuk mencari kapal carteran pun, mereka butuh waktu,” ujar Eka. Belum lagi bila situasi darurat itu terjadi di malam hari, usaha untuk mendapatkan pertolongan perlu lebih panjang lagi.

Atas pertimbangan itu, Bea Cukai Tembilahan memutuskan untuk memberikan hibah kepada dua desa ini. Kapal itu rencananya akan digunakan sebagai ambulans bagi kedua desa tersebut. Eka menambahkan, “Poin kami sebenarnya adalah menyampaikan kehadiran negara untuk ujung negeri, khususnya Kementerian Keuangan,” ia melanjutkan, “jadi Kementerian Keuangan tidak hanya memungut pajak dalam rangka impor melalui DJBC, tidak hanya represif untuk tindakan penyelundupan, tapi kita hadir juga dengan hal kemanusiaan lainnya.”