Menjaga Budaya dan Sejarah Lewat Aksara

15 Juni 2021
OLEH: Dimach Putra
Menjaga Budaya dan Sejarah Lewat Aksara
 

Alfabet Romawi bisa jadi satu-satunya sistem tanda grafis untuk berkomunikasi yang digunakan secara formal di Indonesia. Namun jauh sebelum mengenal a-z, manusia-manusia yang mendiami nusantara Indonesia telah menggunakan sistem abjadnya tersendiri. Beberapa asli dari kebudayaan setempat, lainnya bisa dari hasil adopsi dan adaptasi aksara dari kebudayaan lain.

Kami berbincang dengan Aldila Dwiki Himawan, salah satu pendiri Aksara di Nusantara (ADN). Desainer interior asal Gresik ini dan beberapa rekannya membentuk wadah bagi sekelompok orang yang mencintai dan secara sukarela mencoba mendokumentasikan keragaman aksara di nusantara. Baca petikan wawancara kami berikut ini.

 

Bisa diceritakan awal ketertarikan Anda mempelajari aksara-aksara nusantara?

Sekitar tahun 2010-2013, saya mulai tertarik dengan khasanah budaya Jawa karena sering mengikuti kegiatan komunitas Maiyah yang digagas oleh budayawan Muhammad Ainun Nadjib atau lebih dikenal dengan Cak Nun. Di tahun-tahun itu secara kebetulan saya menemukan grup-grup yang mengulas tentang aksara-aksara di Indonesia.

Secara khusus juga berkenalan dengan Mas Aditya Bayu, seorang pemuda asal Jakarta yang menurut saya sangat ahli dan menggeluti serta mengkreasikan banyak font aksara. Di sana saya baru tahu jika banyak sekali aksara-aksara yang berkembang di Indonesia yang sayangnya tak lagi banyak yang menggunakan. Kemudian saya ajak Mas Bayu untuk membuat laman facebook ”Aksara di Nusantara”. Di tahun-tahun itu, saya juga cukup rutin datang ke Museum Majapahit di Trowulan, Mojokerto untuk ikut kegiatan pembacaan prasasti dalam aksara Jawa Kuno oleh komunitas Kojakun Sutasoma.

 

Seperti apa cerita di balik terbentuknya ADN?

Kami memulainya di Facebook. Dari data yang tersimpan di sana, laman ADN pertama kali dibuat tanggal 24 Mei 2015. Pendirinya adalah saya dan mas Aditya Bayu. Kami memilih platform itu karena kemudahannya menjangkau audiens. Kami lebih mudah mengajak teman-teman di facebook yang berasal dari banyak kota untuk membuat konten aksara.

Tujuan kami adalah untuk menyebarluaskan informasi tentang kekayaan ragam aksara yang terdapat di Indonesia. Kami ingin memperkenalkan kembali huruf-huruf yang telah digunakan di nusantara sejak masa lampau. Tentunya, itu kami lakukan dengan pendekatan yang lebih pop sesuai gaya informatif anak muda. Selain itu, kami juga ingin sekalian membuat koneksi dengan para penggiat aksara.

 

Apa saja kegiatan yang dilakukan oleh ADN?

Di awal, kami fokus mengembangkan media dengan konten-konten grafis nuansa anak muda untuk ditampilkan pada laman facebook. Kemudian berkembang dengan membuat situsweb yang berfungsi sebagai sarana pengumpulan font aksara yang dikreasikan para creator yang bisa diunduh. Platform ini dibuat oleh mas Arif Budiarto, salah satu admin yang tergabung sejak awal ADN terbentuk. Situsweb kami bisa diakses di aksaradinusantara.com

Font aksara-aksara yang bisa diunduh di aksaradinusantara.com terpantau cukup banyak digunakan penggiat-penggiat aksara di konten yang mereka buat. Situsweb kami menjadi salah satu rujukan penyedia banyak font aksara yang bisa diunduh bebas. Tentu, dengan tetap menampilkan kontak penciptanya. Salah satu penggerak sekaligus admin ADN, mas Ridwan Maulana pada tahun 2019-2020 telah merampungkan buku yang mengulas (semua) aksara-aksara yang ada atau pernah ada di Indonesia. Bukunya berjudul “Aksara-Aksara di Nusantara: Seri Ensiklopedia”.

 

Tak hanya media sosial, ADN berupaya melestarikan dan meningkatkan literasi aksara melalui acara televisi dan berbagai kegiatan lain

 

Berapa banyak jenis aksara asli nusantara?

Istilah “asli” itu sebenarnya bisa diperdebatkan ya, karena kebanyakan aksara terpengaruh beberapa atau bahkan banyak bahasa dan kebudayaan. Data saat ini, aksara yang dipergunakan di Indonesia sekitar 15 aksara. Itupun masih bisa dipecah menjadi variasi-variasinya. Juga bisa ditambahkan aksara-aksara rekaan baru.

Kami berharap agar aksara-aksara tersebut terdokumentasikan dengan baik. Hal ini selanjutnya bisa dibawa ke meja diskusi para penggiat kebudayaan dan pemerintahan. Tujuannya untuk dirumuskan kembali, disesuaikan dengan kebutuhan tutur saat ini. Setelah itu kita bisa membiasakannya untuk sebanyak mungkin digunakan. Minimal untuk keperluan sektor pariwisata.

Salah satu contoh naskah kuno dengan aksara Jawa

 

Apa pentingnya menjaga eksistensi aksara nusantara?

Kita bisa melihat bagaimana Tiongkok, Jepang, Korea, bahkan Thailand menjadi berkembang dan mengglobalkan kebudayaannya tanpa kehilangan salah satu identitas kulturalnya, yakni aksara. Pada konten sosial media yang kami unggah, ada saja yang berkomentar “mirip aksara Thailand ya”. Komentar ini menyiratkan pemaknaan bahwa orang tersebut lebih mengenal aksara Thailand daripada aksara Jawa.

Pelestarian aksara bisa menjadi semacam katalog kunci pembuka kebudayaan. Jika suatu hari generasi setelah kita tergerak mencari akar kebudayaannya, maka gerbang awal harus dibuka dengan kunci berupa aksara-aksara yang telah disimpan dengan rapi, ataupun yang telah dipergunakan dengan semestinya.

Hibrida antara modernitas atau globalisasi dengan akar kebudayaan nusantara rasanya akan menjadi kunci penguatan karakter bangsa. Menjadi dirinya sendiri, tanpa tertinggal dari kompetisi dunia. Seperti yang ditunjukkan oleh Tiongkok, Jepang, Korea, dan Thailand. Dari sisi kekuatan ekonomi, dunia kreatif, musik, film, animasi, dan lain sebagainya.


Dimach Putra