Merancang Identitas Yang Membekas

Wawancara
15 Februari 2022
OLEH: Dimach Putra
Merancang Identitas Yang Membekas

 

Gelaran Presidensi Indonesia G20 – 2022 telah dimulai sejak Desember 2021. Berbagai persiapan dikebut untuk mendukung suksesnya penyelenggaraan acara akbar ini. Tak terkecuali  dalam penyiapan elemen visual berupa logo dan branding. Fungsinya sering disepelekan sebatas pemanis venue pertemuan-pertemuan para delegasi kenegaraan. Padahal, ia memegang peran sentral sebagai identitas dari acara yang diselenggarakan selama setahun ke depan.

Kami berbincang dengan Seto Adi Witonoyo, Co-Founder Satu Collective, konsultan desain yang berbasis di Jakarta, pemenang sayembara logo untuk acara pertemuan tahunan dari Group of Twenty (G20) ini. Seperti apa obrolan kami tentang penciptaan, peran dan literasi logo serta profesi desainer grafis di Indonesia? Berikut petikan wawancaranya:
 

Bagaimana keterlibatan Anda dalam pembuatan logo Presidensi Indonesia G20 -2022?

Awalnya kami masuk kuratorial dari Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI) untuk project ini yang saat itu masih dirahasiakan. Lalu, kami diundang untuk melakukan pitching (presentasi konsep, red). Saat itu, kalau tidak salah, ada tiga hingga empat studio yang mengikuti proses tersebut. Mungkin karena diadakan di akhir taun, maka pesertanya terbatas karena sudah banyak yang terlibat di project lain. Seleksinya diikuti oleh anggota asosiasi dari beberapa chapter di Indonesia, tidak hanya dari Jakarta saja.

Seluruh proses memakan waktu sekitar tiga minggu. Pertama kami mengumpulkan proposal yang diserahkan ke pemerintah. Selanjutnya pemberian opsi logo. Sampai akhirnya diumumkan bahwa kami dari Satu Collective yang menjadi pemenang. Setelah itu pun kami harus bergegas membuat graphic standard manual (GSM) untuk pengaplikasian dan turunan logo dalam waktu dua minggu saja. Karena harus mengejar tanggal 1 Desember 2021 di mana Indonesia memulai presidensi G20 – 2022.

 

Apa filosofi dibalik pemilihan elemen visual yang digunakan dalam logo tersebut?

Proses penggalian idenya kami mulai dengan melakukan analisis terhadap logo-logo presidensi G20 selama ini. Kami melihat bahwa tiap negara selalu membawa karakteristik masing-masing. Ada yang menggunakan landmark, budaya, alam, atau karakter lainnya yang menonjol. Rata-rata menggunakan ikon negaranya yang sudah mendunia. Mengapa kami pilih wayang? Mungkin bagi masyarakat kita sudah sangat awam, namun bagi dunia internasional, belum tentu mereka aware bahwa produk budaya ini dari Indonesia. Kami melihat peluang untuk sekaligus mengenalkan wayang lewat acara ini.

Kami memilih untuk menampilkan gunungan sebagai perlambang bumi dan isinya. Selain itu, gunungan juga menyimpan filosofi sebagai penanda babak baru dalam sebuah pergelaran wayang. Kemudian ada motif batik kawung, kami pilih karena menyimpan makna sebuah kebulatan tekad. Kami percaya bahwa G20 ini memiliki tekad kuat bersama membuat dunia yang lebih baik. Sulur dan daun dipilih untuk merepresentasikan kepedulian ke lingkungan, sebuah isu yang juga sering diangkat di forum G20 selain financial track.

Terakhir kami menyisipkan filosofi seorang dalang pada huruf G yang digambarkan “memegang” gunungan. Itu melambangkan peran aktif Indonesia yang memimpin rangkaian pertemuan di Group of Twenty di tahun 2022 ini. Ya, selayaknya dalang yang membawakan narasi dalam pergelaran wayang. Presidensi Indonesia di G20 -2022 akan membawa narasi baru bagi dunia yang lebih baik. Bisa dibilang kami melihat bahwa acara akbar selama setahun ini layaknya sebuah pergelaran wayang. Sebuah mahakarya yang bukan hanya milik kita lagi, Bangsa Indonesia, tapi juga dunia karena sudah terdaftar sebagai warisan milik dunia.

 

Tantangan apa yang Anda dan tim hadapi dalam pembuatan logo ini?

Saya menyiapkan tim berisi sekitar lima orang dari Satu Collective yang memang dedicated untuk project ini. Untuk tantangan, sudah pasti selalu merasa deg-degan bekerja sama dengan pemerintah. Ini bukan pengalaman pertama saya dengan pemerintah dan tentu challenge-nya beda-beda. Sebelumnya saya juga membuat logo HUT RI ke-75 dan beberapa kali juga terlibat dalam project kampanye pariwisata ‘Wonderful Indonesia’. Jadi, kami tidak tahu ekspektasinya akan seperti apa untuk logo ini.

Dari penggalian ide, lalu pembuatan opsi logo saja sudah sangat menantang. Contohnya dalam memilih gunungan, kami mungkin membuat ratusan alternatif hingga akhirnya terpilih yang final. Paling susah juga adalah membuat turunan dan penyiapan GSM beserta aturan-aturan pengaplikasian logonya. Ditambah lagi waktunya penyiapannya yang sangat singkat. Seiring berjalannya Presidensi G20 selama setahun ini, tentunya juga pasti banyak perubahan-perubahan dalam menjawab kebutuhan di lapangan yang lebih spesifik. Tapi secara pribadi saya merasa senang dan bangga karena bisa berkontribusi bagi negara lewat karya yang digunakan untuk sebuah acara berskala internasional seperti ini.
 

Sebuah branding yang bagus adalah yang diingat oleh audiens. Perlu konsistensi dalam pengaplikasiannya. Sumber foto dok. Biro KLI.

Apa pentingnya logo dan branding dalam sebuah perhelatan acara?

Menurut saya sangat penting terutama untuk acara sebesar ini. sebuah branding yang bagus adalah yang diingat oleh audiens. Kadang tanpa melihat logo, dari warna saja sudah bisa tahu. Jadi penerapan brand identity tidak hanya dari peran logonya saja, tapi juga elemen pendukung lainnya. Branding bisa jadi sangat bagus atau kadang juga membutuhkan durasi untuk menciptakan sebuah awareness. Oleh karena itu, menurut saya, sangat penting bagi kita untuk menjaga konsistensinya. Di sini GSM sangat memegang peranan, karena di dalamnya sudah memuat turunan aturan dalam pengaplikasian logo dan elemen pendukung lainnya.

Sebenarnya kami tidak membatasi kreativitas para desainer pemerintahan untuk berkarya. Asalkan, masih sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan. Di sini literasi kita perlu ditingkatkan lagi. Tak cukup hanya membaca tapi juga memahami acuan yang telah kami siapkan di dalam GSM tersebut. Bahkan kami juga sudah menyiapkan template desain untuk memudahkan pekerjaan mereka. Mungkin, ke depan akan dibentuk satuan tugas yang berperan sebagai brand guardian untuk menjaga konsistensi penerapan branding ini. Harapannya adalah ketika semua elemen branding itu terpasang, seluruh delegasi dan juga masyarakat yang melihat akan terus terngiang dan semakin familiar dengan identitas acara ini.

 

Selain menjadi wadah para desainer, ADGI menjadi penghubung ke pihak yang membutuhkan jasa seperti pemerintah. Sumber foto dok. Satu-Collective

Ada peran ADGI dalam keterlibatan Anda dalam acara ini, seperti apa?

Saya adalah anggota dari ADGI yaitu asosisasi yang menaungi profesi desainer grafis di Indonesia.  Saat ini ADGI diketuai oleh Rege Luhur Indrastudianto. Untuk teman-teman desainer grafis yang ingin bergabung menjadi anggota seperti saya cukup mendaftar saja lewat situsweb kami. Peran ADGI sangat besar. Jadi, jika ada proyek yang ditawarkan ke ADGI, dari asosiasi akan meneruskannya ke kami, para anggotanya.

Contohnya seperti saat ini, peran asosiasi ibarat jembatan yang menghubungkan saya dengan pihak pemerintah yang membutuhkan jasa desainer grafis untuk penyelenggaraan G20-2022. Tanpa adanya penghubung ini, saya tidak bisa membayangkan bisa terlibat dalam proyek strategis pemerintah yang berskala internasional. Dan seperti yang saya bilang tadi, ini bukan pengalaman pertama saya terlibat dalam proyek besar seperti ini. Jadi, saya merasa sangat terbantu bergabung dalam asosiasi ini dalam mengembangkan portfolio saya.

 

Apa harapan Anda terkait profesi desainer grafis Indonesia ke depan?

Bisa dibilang Indonesia memiliki suplai desainer terbesar di dunia. Nama-nama mereka pun sudah cukup besar di kancah dunia lewat forum-forum dan online platform yang tersedia saat ini. Melihat ini semua, saya yakin perkembangannya akan semakin pesat. Para desainer ini akan makin dimudahkan dengan perkembangan teknologi, namun juga dituntut lebih kompetitif lagi.

Saya berharap dengan banyaknya desainer dan studio desain yang muncul akan membantu menciptakan ekosistem yang semakin sehat. Peran asosiasi di sini juga sangat penting sebagai salah satu wadah yang tak hanya menaungi tapi juga membuka kesempatan untuk para desainer terlibat dengan proyek-proyek besar dan strategis. Semoga perkembangan kualitas para desainer ini juga dibarengi dengan peningkatan literasi juga.


Dimach Putra