Penimba Ilmu Untuk Perimba

1 April 2021
OLEH: Resha Aditya Pratama
Penimba Ilmu Untuk Perimba
 

Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba saat ini masih dikategorikan sebagai “masyarakat asing” yang berdiam di Pulau Sumatra. Di Jambi, terdapat sebuah komunitas Sobat Eksplorasi Anak Dalam (SEAD) yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan untuk memajukan pendidikan dan sosial SAD. Reny Ayu Wulandari merupakan salah satu pendiri dari SEAD Jambi yang sedang menempuh pendidikan S2 di Belanda melalui beasiswa LPDP. Seperti apa kisahnya? Simak perbincangan Media Keuangan berikut ini.

 

Apa yang menginspirasi Anda untuk mengunjungi dan berbagi ilmu dengan Suku Anak Dalam (SAD)? 

Saya lahir di Jambi dan SAD kebanyakan berada di Jambi juga. Lalu, saya berpikir apa yang bisa kita perbuat? Sebenarnya banyak sekali anak muda Jambi yang tahu SAD, tetapi tidak ada yang pernah berani mencoba masuk ke sana karena lokasinya di hutan.  Saat itu saya berpikir, kenapa tidak dicoba? Akhirnya saya masuk ke sana dengan menggandeng beberapa teman. Awalnya memang tidak ada niatan yang jauh, hanya sekadar nekat saja masuk ke sana. Alhamdulillah banyak inspirasi yang menggerakkan kami untuk berbuat sesuatu. Sampai akhirnya, kami membuat komunitas yang bernama SEAD Jambi. SEAD ini menjadi wadah bagi anak-anak muda Jambi yang ingin berkontribusi untuk SAD yang mayoritas memang buta huruf dan tidak bisa baca-tulis. Tagline kami dari dulu ingin memberantas buta huruf di SAD maka dari itu program paling dominannya adalah pendidikan dasar. Namun, sekarang sudah banyak program lain yang kami kembangkan seperti bidang lingkungan, kesehatan, sosial, dan yang lainnya.

 

Bagaimana cara Anda membangun hubungan dengan SAD? 

Caranya berbeda-beda karena beberapa SAD ada yang sudah bertransisi modern seperti orang desa, ada juga yang masih primitif sekali. Biasanya yang masih primitif sekali adalah yang sulit menerima kami karena mereka sering didatangi oleh orang asing dan mengalami pengalaman yang kurang baik seperti dieksploitasi atau “hanya dimanfaatkan” saja. Hal ini benar-benar terjadi. Jadi, kami juga dicurigai akan berbuat hal yang sama. Awalnya kami harus berjuang untuk mendapatkan trust hingga akhirnya kami menginap di sana bersama mereka. Kami berkehidupan seperti mereka. Butuh waktu yang lama, namun pada akhirnya mereka menerima kami dan anak-anaknya juga boleh kami ajar.

Reny dan Suku Anak Dalam (Foto: Dok. Pribadi)
Reny saat melanjutkan studi S2 di Belanda (Foto: Dok. Pribadi)

Apa yang membuat Anda tertarik mendaftar beasiswa LPDP? 

Tujuan dari LPDP adalah mencari orang-orang yang berkontribusi untuk Indonesia. Visi-misi yang saya bawa sesuai dengan visi-misi LPDP juga. Saya hanya berpikir untuk mencoba meskipun harus butuh dua kali percobaan hingga akhirnya lulus. Struggling juga karena bagi anak daerah seperti saya, bahasa Inggris menjadi tantangan. Saya harus belajar bahasa Inggris dari nol sampai akhirnya bisa. Alhamdulillah, sekarang bisa lanjut kuliah.

 

Saat ini, Anda sedang mengambil pendidikan Development and Rural Innovation di Wageningen University, Apa yang membuat Anda tertarik menempuh pendidikan ke sana?

Saya ingin memperdalam dunia social working yang sesuai dengan komunitas SEAD Jambi. Negeri Belanda saya pilih karena ada jurusan yang paling spesifik, yaitu rural studi. Saya berharap nantinya saya akan banyak mendapatkan insight baru tentang apa yang perlu saya kembangkan lagi. Tidak hanya di dunia pendidikan, namun juga lini-lini yang lain yang bisa saya lakukan untuk kemajuan daerah asal saya.

 

Pengalaman menarik apa yang paling berkesan bagi Anda? 

Banyak pengalaman menarik saat berinteraksi dengan SAD. Saat pertama kali memutuskan ke sana, itu menjadi satu keputusan yang besar dalam hidup saya. Tinggal di hutan dengan tidak ada listrik, tidak ada sinyal, semuanya terabtas. Bahkan saat persiapan tes LPDP, saya lakukan di dalam hutan. Saya menyiapkan berkas-berkas pendaftaran menggunakan laptop dengan baterai seadanya. Kalau laptopnya mati, saya harus berjalan kaki sepanjang 3-4 KM ke desa terdekat untuk men-charge laptop lalu kembali lagi ke hutan. Saya juga tinggal di rumah sederhana beratap dan berdinding terpal sama seperti mereka. Pernah juga tidur bersama ular, memasak menggunakan kayu, namun karena anak-anak SAD sangat bersemangat belajar jadi saya enjoy saja.

 Momen paling menarik adalah saat bersama anak-anak SAD. Banyak momen bersama mereka yang tidak bisa dilupakan. Seperti di tahun 2017, untuk pertama kalinya mereka melaksanakan upacara bendera merah putih di tanggal 17 Agustus 2017 untuk memperingati 72 Tahun Kemerdekaan Indonesia. Momen yang tidak bisa dilupakan. Bahkan awalnya mereka tidak mengenal bendera merah-putih. Meskipun sederhana, kami bangga karena sudah bisa menanamkan jiwa nasionalisme kepada mereka. Akhirnya, mereka sekarang tahu bendera merah putih dan sadar bahwa mereka tinggal di Indonesia.

 

Apa pesan Anda bagi anak muda Indonesia yang sedang berjuang meraih cita-cita? 

Berbuat baiklah kepada banyak orang. Ketika kamu menginginkan suatu cita-cita, kalau bisa cita-cita itu tidak hanya kita tujukan untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang banyak atau minimal untuk lingkungan sekitar kita. Itu kontribusi yang bisa kita lakukan sebagai anak muda. Anak muda harusnya memiliki semangat yang lebih kuat dan energik.