Proyek Strategis Nasional Bendungan Sadawarna Aliri Kehidupan Tiga Daerah

16 Juli 2023
OLEH: Dimach Putra
Bendungan Sadawarna
Bendungan Sadawarna  

Bunyi sirene menggema ke segala penjuru disusul ramai tepukan tangan para hadirin di antara gemuruh suara air yang mengalir deras. Suasana riuh tersebut menyelingi hangat dan khidmatnya peresmian Bendungan Sadawarna pada 27 Desember 2022 silam. Dimulai dengan ucapan Bismillah, Presiden Joko Widodo meresmikan bendungan ke-33 yang berhasil dibangun di sejumlah daerah di tanah air sejak 8 tahun yang lalu itu.

 

Aliri kehidupan tiga daerah

Bendungan Sadawarna merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) di bidang sumber daya air yang terletak di Desa Sadawarna, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Proyek ini menjadi bendungan ke-5 di Jawa Barat yang telah selesai dan diresmikan sejak 2014, menyusul Bendungan Jatigede di Kabupaten Sumedang, Bendungan Kuningan di Kabupaten Kuningan, Bendungan Ciawi dan Sukamahi di Kabupaten Bogor. Tanggul yang dibangun setinggi sekitar 40 meter dan sepanjang 933 meter ini membendung Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunegara.

DAS Cipunagara mengalir sepanjang 137 Km. Hulunya bermula dari mata air di di Pegunungan Bandung Utara dan bermuara ke Laut Jawa. Sungai ini mengalir dan memberi kehidupan bagi warga masyarakat di Kabupaten Sumedang, Subang dan Indramayu. Cabang-cabang aliran sungainya mengairi lahan-lahan persawahan di tiga daerah. Ketiga daerah tingkat II tersebut juga menjadi lumbung padi nasional ini. Bahkan, Indramayu menjadi penyumbang surplus beras terbesar nasional.

Pembangunan total area bendungan yang berlangsung selama 2018-2022 ini menelan anggaran sebanyak Rp2,65 triliun. Bendungan Sadawarna memiliki kapasitas tampung hingga 70,86 juta m3. Luasan area genangan bendungan ini sebesar 681,48 Ha. Proyek strategis dan masif ini digadang mampu membantu mengatasi masalah banjir di hilir DAS Cipunegara, memberi pasokan irigasi bagi lahan-lahan pertanian di Kabupaten Subang dan Indramayu, termasuk menyediakan air baku di sana, ditambah Kabupaten Sumedang,

 

Bendungan Sadawarna merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) di bidang sumber daya air yang terletak di Desa Sadawarna, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. (Foto: Faiz)

Uang kita untuk penyediaan lahan

Untuk merealisasikan pembangunan bendungan ini, dibutuhkan pembebasan sejumlah lahan yang terdiri dari berbagai jenis. Di antaranya berupa tanah masyarakat, hutan, tanah kas desa, wakaf dan sebagainya. Dalam proses pembebasan lahan tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bekerja sama dengan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Lembaga plat merah ini merupakan salah satu special mission vehicle di bawah Kementerian Keuangan. LMAN memiliki visi menjadi pengelola dan penggerak optimalisasi aset negara untuk kepentingan publik. Dalam hal pembangunan Bendungan Sadawarna, LMAN menjalankan tugasnya membantu pemerintah dalam penyediaan lahan untuk pembangunan infrastruktur.

Beberapa tahapan perlu dilalui agar pembebasan lahan dari sebuah proyek dapat dibantu proses pembayaran dananya oleh LMAN. Langkah awal merupakan penetapan proyek menjadi proyek strategis nasional (PSN) melalui pengusulan K/L terkait. Proses selanjutnya menetapkan lokasi pembangunan infrastruktur. Berlanjut ke identifikasi dan inventarisasi pertanahan lokasi pembangunan. Setelah itu, proses berikutnya merupakan penilaian. Langkah selanjutnya yaitu mengadakan musyawarah melibatkan para pemilik lahan. Setelah warga sepakat, Badan Pertanahan Nasional akan memvalidasi bidang tanah terdampak. Selanjutnya, K/L akan menyampaikan permohonan pembayaran ke LMAN. Setelah seluruh proses dilakukan dan persyaratannya lengkap, LMAN akan melakukan pembayaran hak yang akan disalurkan ke rekening warga penerima.

LMAN telah mengalokasikan dana sebesar Rp790 miliar untuk proyek ini. Realisasi penyaluran dana tersebut dilakukan pertama kali pada tahun 2019. Hingga Juni 2023, total terdapat 66 berita acara (BA) realisasi penyaluran dana pembebasan lahan. Melalui skema tersebut, uang kita hadir dan dimanfaatkan untuk memberi hak ganti  kerugian warga yang lahannya terdampak pembangunan PSN Bendungan Sadawarna.

 

Liku penyaluran dana pembebasan lahan 

Kepala Unit Pengelola Bendungan (UPB) Sadawarna, Maman Sulaeman (Foto: Faiz)

Maman Sulaeman, Kepala Unit Pengelola Bendungan (UPB) Sadawarna, mengatakan bahwa proses pembebasan lahan warga untuk pembangunan proyek ini tak semudah membalik telapak tangan. Pria yang kini dipercaya memberi komando dalam pengelolaan seluruh fasilitas di Bendungan Sadawarna ini menuturkan sekelumit sejarah bendungan ini. Maman mengatakan bahwa proses pendekatan ke warga telah dilakukan KemenPUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum sejak 2016. Sosialisasi dilaksanakan secara humanis melibatkan warga, tokoh serta perangkat desa terdampak.  Proses tersebut berlangsung sekitar setahun.

Warga sekitar sebenarnya tidak terlalu keberatan dengan pembangunan bendungan ini. Mereka telah tumbuh bersama cerita lokal dari leluhur. Para sesepuh telah mengatakan bahwa kelak aliran Sungai Cipunegara di sini akan dibendung. ”Suatu hari nanti, orang-orang bakal ngambil air dari sini,”  Wasno mengingat ucapan neneknya saat ia masih kecil. Warga asli Desa Tanjung, Kabupaten Sumedang  ini baru benar-benar bisa memahami perkataan yang telah diucapkan neneknya tersebut setelah beberapa dekade setelahnya. Rupanya, di desa ini akan dibangun bendungan yang nantinya akan dialirkan ke desa-desa di bawah sekitar Indramayu dan Subang.

Kepala Desa Cibalandong Jaya, Lili Maulana (Foto: Faiz)

”Pro-kontra itu pasti ada. Saat itu lebih karena kesalahpahaman terkait proses penggantian haknya apakah tukar guling atau berupa uang langsung,” jelas Lili Maulana, Kepala Desa Cibalandong Jaya yang wilayahnya juga terdampak karena menjadi green belt (area penghijauan) Bendungan Sadawarna. Kendala tersebut langsung diselesaikan pihaknya bersama dengan BBWS Citarum dan LMAN dengan terus mengadakan sosialisasi ke warga terdampak. Akhirnya warga paham bahwa skema penggantian hak yang akan dilakukan oleh LMAN berupa penyaluran uang ganti rugi (UGR).

Setelah berhasil mencapai kesepakatan dan dasar pemahaman yang sama, pemerintah desa terdampak pun membantu penyiapan proses administrasi dan pengurusan dokumen-dokumen persyaratan. Layaknya jembatan, mereka bertugas menghubungkan warga terdampak dengan pihak-pihak terkait pembangunan bendungan ini. “Saat itu tidak kenal waktu, siang malam kami kejar untuk memenuhi target dan menjalankan tugas kami mengayomi warga,” beber Edi Herdiana, Kepala Desa Tanjung.

           

Untung dari ganti rugi

Dengan kerja sama dan koordinasi yang baik antarpihak, proses penyaluran UGR dapat berjalan relatif mulus. Para warga pun senang karena bisa mendapatkan haknya dengan lancar. Wasno sebagai salah satu penerima penggantian hak di Desa Tanjung mengungkapkan rasa syukurnya karena hasil dari UGR itu justru membawa untung alih-alih kerugian. Ruskana, tetangganya di Desa Tanjung pun puas karena dirinya malah bisa mengganti lahan kebun buah-buahannya lebih luas dari hasil UGR yang didapatnya.  Testimoni serupa juga disampaikan oleh beberapa penerima UGR lainnya.

Warga Cibalandong Jaya, Sukram (Foto: Faiz)

”Tanah saya awalnya cuma 200 bata. Alhamdulillah saya bisa belikan lagi hampir 1000 bata,” beber Sukram warga Cibalandong Jaya. Tak hanya mengembangkannya asetnya sebanyak lima kali lipat, pria berusia 60 tahun ini mengaku juga memanfaatkan UGR untuk renovasi rumah, membangunkan tempat usaha untuk anak, hingga menunaikan ibadah ke tanah suci. Bahkan, uang tersebut masih dapat Ia sisihkan untuk ditabung.

Hal senada diungkapkan oleh Suyatna. Warga Cibalandong Jaya ini juga berkomitmen membelanjakan UGR yang didapat dengan bijak. Selain mengganti dan menambah aset lahan garapannya, ia juga memutuskan untuk membeli sebuah truk. Aset itu dimanfaatkannya sebagai pengangkut hasil panen, sekaligus dapat disewakan pula bagi warga yang membutuhkan. ”Kebetulan anak kami juga lagi butuh banyak biaya untuk praktek di sekolah bidan,” ungkapnya. Bahkan, Suyatna juga telah menyisihkan uang yang didapat sebagai modal pembangunan klinik bidan untuk anaknya. Sebuah misi mulia mengingat di daerah ini belum ada bidan yang berpraktik.

 

Mengalirkan manfaat lebih jauh

Bendungan Sadawarna merupakan bendungan multiguna dengan konsep green, natural, recycle dam. Artinya, infrastruktur publik ini dibangun menggunakan prinsip-prinsip berbasis lingkungan dan berkelanjutan. Pengelolaan bendungan ini diharapkan berfungsi untuk mereduksi banjir, pengaliran irigasi dan penyediaan air baku. Dari ketiganya, manfaat yang dapat dirasakan baru berupa pengaturan debit air untuk pengurangan risiko banjir. Puncak debit banjir yang mengalir ke muara di daerah Pamanukan telah berhasil tereduksi sebesar 25,5 persen. Maman berkisah bahwa pihaknya telah mendapat apresiasi dari warga yang bersyukur bahwa tahun ini tak terjadi lagi banjir seperti tahun-tahun sebelumnya. Dahulu, bencana tahunan tersebut kadang bisa sampai merusak lahan pertanian warga di hilir.

Prestasi tersebut tak lantas membuat UPB Sadawarna berpuas diri. Dua fungsi utama pembangunan bendungan ini belum dapat terlaksana. Kepala UPB Sadawarna meyakinkan bahwa tahapan-tahapan untuk merealisasikan fungsi irigasi dan penyediaan air baku tengah dikerjakan. Saat ini prosesnya sudah sampai pada penyusunan dokumen untuk pembebasan lahan. Mengacu pada sistem SIDLACOM (survei, investigasi, desain, land acquisition/pembebasan tanah, konstruksi, hingga operasi dan pemeliharaan) yang diterapkan di KemenPUPR, maka tahapan ini merupakan tahapan akhir sebelum konstruksi hingga akhirnya dapat difungsikan. Proses pembebasan lahan ini diproyeksikan dapat dikebut dalam kurun waktu satu tahun. Nantinya, bendungan ini diharapkan mampu menyuplai irigasi seluas 4.284 hektar di Kabupaten Subang (2.517 ha) dan Indramayu (1.767 ha). Sehingga, sawah-sawah yang semula berjenis tadah hujan dapat meningkatkan intensitas tanamnya hingga 2-3 kali.

Pengelolaan dan pemeliharaan Bendungan Sadawarna juga dapat dimanfaatkan lebih, selain dari tiga fungsi utamanya di atas. Komplek fasilitas pendukung aset ini juga dilengkapi dengan laboratorium mekanika tanah dan geoteknik secara mandiri. Fasilitas ini tak hanya mampu mengurangi waktu pengetesan untuk kebutuhan sendiri, tapi juga dimanfaatkan untuk bendungan lainnya. Maman mengaku bahwa UPB Sadawarna telah menerima kunjungan beberapa pihak yang memanfaatkan fasilitas ini. Selain sebagai wahana edukasi, ke depan pengelolaan bendungan ini juga akan memberdayakan peran warga desa sekitar lewat pengelolaan keindahan alam sekitar bendungan yang memiliki potensi pariwisata tinggi. ”Kami akan terus melibatkan masyarakat untuk pemanfaatan bendungan ini ke depannya. Terutama yang dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan warga sekitar,” tutup Maman.


Dimach Putra