RAPBN 2024, Rangka Krusial Melajukan Indonesia

1 September 2023
OLEH: CS. Purwowidhu
RAPBN 2024, Rangka Kokoh Melajukan Indonesia Maju. Ilustrasi oleh Tubagus P.
RAPBN 2024, Rangka Kokoh Melajukan Indonesia Maju. Ilustrasi oleh Tubagus P.  

Pemerintah telah menyiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 yang ekspansif, terarah, dan terukur. Kerangka fiskal tersebut menjadi landasan penting bagi rezim pemerintahan saat ini untuk menuntaskan target-target yang tersisa, maupun rezim pemerintahan mendatang yang akan melanjutkan tongkat estafet pembangunan.

Kebijakan fiskal 2024 ditujukan untuk mengakselerasi pencapaian target dan prioritas pembangunan nasional. Pemerintah akan melanjutkan agenda transformasi ekonomi, termasuk hilirisasi sumber daya alam, baik hasil tambang maupun pangan.

Tak hanya itu, perlindungan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang berpendapatan rendah, juga akan tetap dikedepankan untuk menopang perbaikan struktural secara fundamental.

“APBN tetap berpihak kepada kesejahteraan rakyat dengan terutama fokus pada penurunan kemiskinan, stunting, dan kesenjangan. Kita akan melihat APBN dijaga tetap sehat dan berkelanjutan untuk bisa terus menopang tujuan menuju Indonesia maju 2045,” tegas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan Tahun 2024 di Jakarta (16/8).

Masih ada ruang

Resiliensi dan pemulihan ekonomi Indonesia semakin menguat di tengah tantangan global. Laju pemulihan ekonomi bahkan berhasil melesatkan Indonesia kembali ke jajaran kelompok negara berpendapatan menengah atas (Upper Middle Income Countries) pada 2022.

Pertumbuhan ekonomi selama tujuh kuartal terakhir, sejak akhir 2021, juga secara konsisten berada di atas 5,0%. Ekonomi nasional tercatat tumbuh sebesar 5,1% pada semester-1 2023. Pemulihan ekonomi nasional juga terjadi merata di seluruh wilayah Indonesia.

Sementara World Economic Outlook memprediksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2024 akan berada pada level 3,0% (IMF, Juli 2023). Sedangkan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia diproyeksikan tumbuh 5,0% pada tahun 2024.

Mempertimbangkan kondisi perekonomian global dan domestik, pemerintah memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,2% pada 2024.  Meskipun momentum pemulihan ekonomi nasional semakin menguat, namun pemerintah masih mewaspadai risiko perlambatan ekonomi global akibat dinamika kondisi dunia. Mulai dari pergeseran geopolitik, krisis iklim, hingga pesatnya digitalisasi yang disruptif di berbagai area.

Ekonom INDEF Abra Talattov menilai proyeksi pertumbuhan ekonomi 2024 yang dipatok sebesar 5,2% tersebut cukup konservatif mengingat pertumbuhan ekonomi pada APBN 2023 diasumsikan sebesar 5,3%. Menurut Abra masih ada ruang peningkatan target pertumbuhan utamanya dalam jangka menengah ini untuk memperkuat fondasi menuju Indonesia Maju 2045.

“Ini masih ada ruang-ruang untuk bisa menembus pertumbuhan ekonomi di atas 5,2%. Dengan syarat adanya kesamaan pandangan dan juga komitmen. Bukan hanya dari otoritas fiskal, tapi juga didukung oleh otoritas lain misalnya moneter dan juga di sektor keuangan,” ujar Abra.

Kestabilan fundamental ekonomi domestik juga didukung oleh tingkat inflasi yang semakin terkendali di level yang relatif rendah. Hingga Juli 2023, inflasi tercatat mencapai 3,1%. Dikutip dari Nota Keuangan RAPBN 2024, sejalan dengan berkurangnya tekanan global dan moderasi harga, inflasi di tahun 2023 diperkirakan akan terus melandai dan kembali bergerak dalam sasaran inflasi 3,0±1,0 persen (yoy).

Pemerintah akan terus mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber untuk melindungi daya beli masyarakat. Sehingga laju inflasi di 2024 dapat terkendali dalam rentang sasaran target 2,8%.

Menanggapi target tersebut, Abra menyampaikan pemerintah perlu mempertimbangkan risiko iklim khususnya fenomena El-Nino yang bisa berdampak kepada produktivitas sektor pertanian dan selanjutnya dapat mengakibatkan inflasi pangan.

Di sisi lain, Abra melihat pemerintah tetap berfokus dalam memitigasi risiko inflasi dan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut nampak dari besaran alokasi anggaran perlindungan sosial 2024 yang naik 12,4% menjadi Rp493,5 triliun, tertinggi sejak tahun 2021.

Selain dari kuantitas, tentu yang perlu menjadi catatan adalah kualitas. Artinya, dalam hal distribusi penyaluran, agenda untuk mempertajam subsidi yang tepat sasaran melalui anggaran perlindungan sosial ini juga perlu menjadi fokus pemerintah di tahun mendatang,” tuturnya.  

Yang juga menjadi catatan penting dari asumsi makro RAPBN 2024 lanjut Abra adalah asumsi nilai tukar yang diproyeksi bergerak di kisaran Rp15.000 per Dolar AS. Prediksi tersebut relevan dengan perkembangan rata-rata nilai tukar hingga saat ini.

Abra juga berpendapat adanya implementasi beleid mengenai devisa hasil ekspor dan devisa pembayaran impor yang merupakan sinergi pemerintah bersama Bank Indonesia diharapkan bisa menahan lebih banyak modal asing untuk berada di dalam negeri. Bahkan dapat menambah cadangan devisa kurang lebih dua kali lipat.

Hal lain yang perlu dicermati pemerintah lanjut Abra adalah risiko eksternal yang hingga kini masih menjadi perdebatan yaitu mengenai keberlanjutan kenaikan suku bunga acuan oleh bank-bank sentral negara-negara maju. Karena risiko tersebut akan berpengaruh signifikan terhadap volatilitas nilai tukar Rupiah.

Infografis : Tubagus P.

Postur sehat

Sepak terjang APBN sebagai instrumen fiskal yang responsif, adaptif, dan prudent kian bertaji di tengah pergolakan ekonomi global. Setelah berhasil membawa Indonesia keluar dari tekanan krisis pandemi, APBN melanjutkan kerja kerasnya meredam guncangan inflasi dunia.

Postur APBN yang semakin sehat kian mendorong efektivitas peran fiskal dalam menyejahterakan masyarakat dan memperbaiki perekonomian domestik. Di kala sebagian besar negara masih mengalami defisit fiskal yang sangat lebar, seperti defisit India yang mencapai 9,6% DB pada tahun 2022, Jepang 7,8%, Tiongkok 7,5%, Amerika Serikat 5,5%, dan Malaysia 5,3%, defisit fiskal Indonesia telah mampu kembali di bawah 3% PDB sejak 2022, satu tahun lebih cepat dari rencana semula.

Rasio utang Indonesia juga tercatat sebagai salah satu yang paling rendah di antara kelompok negara G20 dan ASEAN, bahkan sudah menurun dari 40,7% PDB di tahun 2021 menjadi 37,8% di Juli 2023. Sebagai perbandingan, rasio utang Malaysia saat ini di tingkat 66,3% PDB, Tiongkok 77,1%, dan India 83,1%.

Tren penurunan rasio utang terhadap PDB menurut Abra menunjukkan komitmen pemerintah untuk terus bisa mengurangi beban utang. Dia pun mengapresiasi upaya pemerintah dalam mengelola pembiayaan secara efisien, salah satunya tercermin dari yield (imbal hasil) tahun depan yang dirancang sebesar 6,7%, cukup rendah dibandingkan yield tahun ini yang sebesar 7,9%.

Mudah-mudahan penurunan bunga utang pemerintah ini dapat terus dijaga sehingga bisa mengurangi porsi belanja bunga utang terhadap belanja pemerintah pusat,” ungkap Abra.

Di sisi lain Abra menerangkan pemerintah juga perlu menjaga agar tren debt service ratio (DSR) atau rasio utang terhadap ekspor tetap menurun. Sehingga pembiayaan bisa semakin efektif meningkatkan produktivitas.

Adapun berdasarkan data Kementerian Keuangan tercatat DSR Indonesia menurun dari 2020 yang sebesar 47,3% menjadi 34,4% pada 2022, dan turun lagi per April 2023 menjadi 28,4%. Penurunan tersebut mengindikasikan kemampuan APBN dalam membayar biaya utang (pokok dan bunga) semakin menguat.  

Kinerja positif APBN terus berlanjut dengan pemulihan ekonomi yang semakin solid. Hingga akhir Juli 2023 APBN mencatatkan surplus 0,72% PDB atau senilai Rp153,5 triliun.

Dengan kondisi fiskal yang semakin prima tersebut Abra meyakini target defisit APBN 2024 sebesar 2,29% bisa tercapai.

Bahkan pemerintah perlu juga mempertimbangkan realisasi 2021, 2022, 2023 ketika penerimaan negara meningkat cukup signifikan, dan belanjanya terutama dalam aspek efisiensi di beberapa sektor itu bisa dilakukan, saya pikir masih dimungkinkan ruang untuk menurunkan defisit APBN di bawah 2,29%,” jelas Abra.

Infografis : Tubagus P.

Spending better

APBN 2024 Abra mengatakan menjadi krusial mengingat ini merupakan APBN tahun terakhir pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pemerintah tentunya akan berupaya keras merealisasikan program-program strategis yang telah dicanangkan sedari awal. Ruang fiskal yang memadai memungkinkan pemerintah menggolkan target-target yang belum tercapai.

Kendati demikian, Abra mengungkapkan pemerintah perlu tetap mengimbangi upaya akselerasi pencapaian target tersebut dengan efisiensi dan mengedepankan prioritas.

 “APBN 2024 juga tetap perlu menjadi pijakan yang cukup solid untuk diwariskan ke pemerintahan berikutnya atau di APBN di 2025 dan seterusnya. Jadi diberikan cukup ruang yang memadai lah untuk nantinya bisa meneruskan berbagai program atau kegiatan yang memang terbukti berhasil di periode ini dan memang layak untuk diteruskan dan ditingkatkan,” ungkapnya.

Dengan penerimaan negara yang ditargetkan tumbuh sebesar 5,5% dari outlook APBN 2023 atau mencapai Rp2.781,3 triliun, pemerintah mematok pagu belanja sebesar Rp3.304,1 triliun atau tumbuh 5,8% dari outlook 2023 yang sebesar Rp3.123,7 triliun. Belanja negara 2024 terdiri dari belanja K/L Rp1.086,6 triliun, belanja Non K/L Rp1.359,9 triliun, dan transfer ke Daerah (TKD) Rp875,6 triliun.

 Abra menilai target penerimaan negara 2024 yang dirancang pemerintah cukup realistis mengingat fundamental perekonomian yang semakin solid. Realisasi penerimaan pajak saja hingga akhir Juli 2023 sudah mencapai 64,5% dari target. Laju pertumbuhan penerimaan pajak yang cepat tersebut didorong aktivitas ekonomi yang semakin menggeliat serta hilirisasi sumber daya alam maupun manufaktur.  

"Tinggal juga dibarengi dengan kualitas belanjanya, istilahnya spending better,” imbuhnya.

 Sebagai landasan bagi keberlanjutan pembangunan di periode pemerintahan mendatang, APBN 2024 menurut Abra memang harus difokuskan untuk menjaga ketahanan ekonomi Indonesia.

Ketahanan pangan penting untuk memitigasi risiko perubahan iklim dan risiko inflasi pangan. Sementara ketahanan energi dapat dicapai dengan mengakselerasi transisi energi.

“Kita tidak hanya bicara bagaimana ketahanan energi, tetapi bagaimana energi itu juga bisa dilihat ke depannya bisa terus diarahkan kepada energi yang hijau,” ungkapnya.

Pemerintah juga perlu mengejar pembangunan infrastruktur dasar yang menjadi penopang mobilitas maupun kelancaran industrialisasi. Alokasi anggaran infrastruktur yang naik 5,8% dibandingkan outlook 2023 atau sebesar Rp420,7 triliun menurut Abra perlu diperhatikan kualitasnya dan dievaluasi.

 Dia menekankan agar pemerintah dapat segera mengeksekusi pembangunan infrastruktur yang dinilai sangat krusial untuk mendorong produktivitas, mengurangi biaya logistik, dan sebagainya. Namun, yang dinilai kurang urgen, bisa ditunda atau bahkan dibatalkan sama sekali.

 Abra menambahkan adanya problem ekonomi biaya tinggi (high-cost economic) yang tercermin dari tingginya angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia maupun ICOR di level provinsi menjadi pekerjaan rumah yang harus dibereskan. Dengan begitu, belanja infrastruktur dapat lebih berkualitas dan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Peningkatan daya saing tercermin salah satunya lewat parameter berkurangnya nilai ICOR kita. Sehingga bila nilai ICOR menurun, investor lebih tertarik untuk menanamkan investasi di Indonesia,” tutur Abra.

Dikutip dari BPS, ICOR merupakan parameter ekonomi makro yang menggambarkan rasio investasi kapital/modal terhadap hasil yang diperoleh (output), dengan menggunakan investasi tersebut.

Semakin kecil angka ICOR, biaya investasi yang harus dikeluarkan semakin efisien untuk menghasilkan output tertentu. Tingkat ICOR sendiri sangat dipengaruhi oleh kemudahan dalam berbisnis dan daya saing tenaga kerja.

Adapun rata-rata ICOR Indonesia periode 2021-2022 sebesar 7,6%. Lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain seperti Filipina yang hanya 3,7% serta Malaysia dan India 4,5%. 

People matters

Pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkualitas tak lepas dari upaya perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang berkelanjutan. Sebab itu, di 2024 pemerintah juga akan berfokus antara lain pada penghapusan kemiskinan ekstrem dan penurunan prevalensi stunting.

Berbagai indikator menunjukkan perbaikan kualitas SDM di Indonesia misalnya penurunan tingkat pengangguran dari 6,26% pada Februari 2021 menjadi 5,45% pada Februari 2023. Sementara tingkat kemiskinan juga terus menurun menjadi 9,36% pada Maret 2023, dari puncaknya di masa pandemi 10,19% pada September 2021. Begitupun dengan kemiskinan ekstrem yang turun dari 2,04% pada Maret 2022 menjadi 1,12% pada Maret 2023.

Terkait belanja di sektor sumber daya manusia, lagi-lagi Abra menekankan pentingnya pemerintah memperhatikan kualitas penyerapan dan implementasi anggaran. Misalnya dengan mempercepat pengintegrasian data sehingga manfaat yang diberikan maupun pendistribusiannya lebih tepat guna dan tepat sasaran. Serta perlu adanya harmonisasi program kegiatan lintas sektor.    

“Anggaran-anggaran yang berkaitan dengan manusia, baik itu anggaran kesehatan, anggaran pendidikan, anggaran perlindungan sosial itu tetap mesti menjadi fokus pemerintah karena kita sedang sama-sama memiliki ekspektasi ataupun cita-cita yang sama, menjadikan Indonesia Maju di Indonesia Emas 2045,” pungkas Abra.


CS. Purwowidhu