Sedia Payung Sebelum Hujan, Siapkan Arsitektur Kesehatan Global Sebelum Krisis Kesehatan

1 Maret 2022
OLEH: Dara Haspramudilla
Sedia Payung Sebelum Hujan, Siapkan Arsitektur Kesehatan Global Sebelum Krisis Kesehatan
 

Dua tahun sudah pandemi Covid-19 hadir dan menjadi momen yang tidak bisa dilupakan. Begitu besar dampak negatif yang dihadirkan. Begitu banyak kehilangan yang dirasakan. Baik kehilangan orang-orang tersayang maupun materiel seperti hilangnya pendapatan.  

Pandemi juga berimbas tidak hanya bagi individu dan kelompok tertentu, tetapi juga negara-negara di dunia. Pemerintah di seluruh dunia berjibaku dengan krisis kesehatan yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi negaranya. Gelombang demi gelombang pandemi yang tak kunjung usai, juga turut mempengaruhi pemulihan ekonomi di seluruh dunia.

Pemulihan Tak Merata

Selalu ada pelajaran dari setiap kejadian. Berkaca dari pandemi Covid-19, penanganan krisis kesehatan yang berdampak ke ekonomi dan sifatnya sistemik masih dilakukan secara sendiri-sendiri oleh masing-masing negara. Selain itu, fasilitas kesehatan serta akses terhadap vaksin dan alat-alat kesehatan juga masih belum merata. Hal ini tentu menjadi kendala dalam penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi secara global.

“Ini adalah sebuah tantangan baru yang berkembang dengan proses pemulihan ekonomi yang tidak merata. Tidak meratanya karena masalah pandemi dan vaksinasi, juga karena tidak meratanya karena memang ada negara yang masih tertinggal dalam memulihkan ekonominya. Oleh karena itu, semangat kooperasi atau kerjasama ini menjadi sangat penting,” tutur Menteri Keuangan dalam konferensi pers penutupan pertemuan pertama Finance Minister and Central Bank Governor (FMCBG) G20.

Hal ini pun diamini oleh Teuku Riefky, Ekonom LPEM UI. Menurutnya ketidakselarasan antara negara maju dan negara berkembang terlihat jelas dan nyata saat pandemi.

“Isu kesehatan ini sudah terlihat dan memang solusinya ini masih jelas ada ketidakselarasan antara negara maju dan negara berkembang. Kita lihat fasilitas kesehatan belum memadai di seluruh dunia, terutama di negara-negara berpendapatan menengah dan rendah. Bahkan banyak yang put the blame atau menyalahkan kenapa muncul varian Delta atau Omicron. Itu karena memang negara maju menahan hak paten vaksin,” ujar Teuku Riefky, Ekonom LPEM UI.  

Piter Abdullah Redjalam, Direktur Riset CORE Indonesia, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada protokol global di sektor kesehatan yang dapat membantu krisis kesehatan selayaknya sektor keuangan global yang memiliki International Monetary Fund (IMF) dan World Bank.

“Kerja sama internasional terkait dengan kesehatan ini belum ada protokol yang bisa mengatur secara otomatis yang ketika sebuah negara khususnya negara misalnya negara berkembang mengalami permasalahan kesehatan yang berpotensi sistemik. Ini perlu sekali disuarakan dalam Presidensi G20 Indonesia,” ungkap Piter dalam Indonesia Bicara edisi Jumat, 11 Februari 2022.

Ibrah pandemi jadi agenda prioritas G20

Salah satu pelajaran penting yang didapat dari pandemi Covid-19 adalah bahwa saat ini arsitektur kesehatan global lambat dalam merespon pandemi dan tidak siap untuk mencegah keadaan darurat kesehatan masyarakat di masa depan. Untuk itu, arsitektur kesehatan global menjadi salah satu agenda prioritas pada Presidensi G20 Indonesia yang bertemakan “Recover Together, Recover Stronger”.

Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, Indonesia membawa logika baru tentang pentingnya arsitektur kesehatan global. Kedepannya, dunia mungkin akan menghadapi pandemi yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Maka, sistem kesehatan yang saling terkait dan mendukung antar negara menjadi kebutuhan yang mendesak.

“Kita ingin pastikan bahwa arsitektur kesehatan global itu adalah sistem yang saling terkait dan saling mendukung satu sama lain, khususnya adalah kita melihat bagaimana banyak negara yang miskin misalnya, sistem kesehatannya tidak mumpuni. Pada saat kondisi seperti sekarang ini, dunia itu bisa pulih dari pandemi hanya kalau semua negara itu pulih dari pandemi. Nah, ini bentuk arsitektur kesehatan yang harus kita pikirkan bersama-sama dengan negara G20,” tutur Febrio dalam CNN Indonesia News Report pada Rabu, 16 Februari 2022.

Memperkuat arsitektur kesehatan global menjadi salah satu fokus utama yang didiskusikan dalam forum G20. Tujuannya agar dunia dapat lebih tangguh dalam menghadapi ancaman di bidang kesehatan seperti pandemi yang mungkin dapat terjadi di masa depan serta mempersiapkan generasi mendatang yang lebih baik.

“Pandemi dan kondisi darurat kesehatan lainnya akan terjadi dan tidak ada satu negara dan institusi yang akan dapat mengatasi permasalahan kesehatan tersebut sendirian. Kita harus mengatasinya bersama-sama, tidak bisa eksklusif. Permasalahan kesehatan harus diselesaikan secara inklusif dan respon kolektif dari Forum G20 ini adalah akan menentukan trajectory dari pandemi saat ini dan juga di masa depan,” tutur Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin dalam High Level International Seminar: Strengthening Global Health Architecture pada Kamis, 17 Februari 2022.

‘Menata Ulang Arsitektur Kesehatan Global’ menjadi tema yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI sebagai ketua dari Health Working Group. Dari tema tersebut, akan ada tiga agenda prioritas dari bidang kesehatan yang akan didorong selama Presidensi G20 Indonesia 2022 berlangsung. Ketiga agenda tersebut adalah membangun ketahanan sistem kesehatan global, menyelaraskan standar protokol kesehatan global, dan mengembangkan pusat manufaktur dan pengetahuan global untuk Prevention, Preparedness, dan Response (PPR) atau pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon terhadap pandemi.

Perkuat ketahanan sistem kesehatan global

Menurut Menteri Kesehatan, dalam membangun ketahanan sistem kesehatan global, ada tiga strategi kebijakan yang akan dilakukan. Pertama, menyusun dan membangun mekanisme Global Health Fund. Strategi ini merupakan tindak lanjut dari agenda G20 di Italia. Saat ini, Indonesia dalam penyusunan mekanisme tersebut mendapat bantuan dari tim World Health Organization (WHO) dan tim World Bank.

“Mengapa dana ini diperlukan? Sebab kita membutuhkan tenaga dan kecepatan yang mumpuni dalam menghadapi pandemi berikutnya di masa datang. Kita harus memiliki kapasitas pendanaan dan kecepatan dalam memutuskan penyaluran dana saat terjadi krisis kesehatan di dunia,” tutur Menkes.

Strategi kedua yang dilakukan dalam membangun ketahanan sistem kesehatan global adalah dengan membuka akses penanggulangan darurat kesehatan. Menurut Menkes, memiliki dana saja tidak cukup, tetapi perlu dibarengi dengan terbukanya akses terhadap alat-alat dan fasilitas kesehatan.

“Contohnya Indonesia, saat pandemi kita memiliki uang namun kita memiliki keterbatasan dalam mengakses masker, ventilator, dan juga vaksin. Jadi, kita perlu membuka akses agar dana yang dimiliki juga bisa digunakan untuk membeli alat-alat kesehatan dalam menanggulangi krisis kesehatan yang muncul. Kerja sama semacam ini perlu terus diperkuat di masa depan, sebab sekali lagi dalam krisis kesehatan memiliki dana saja tidaklah cukup,” terang Menkes.

Pembentukan platform genome sequence data secara global menjadi strategi ketiga yang harus dilakukan. Berkaca dari pengalaman pandemi Covid-19 saat virus mulai menyebar di Wuhan, dalam beberapa pekan data sekuens genom yang diunggah dapat diakses, tetapi hanya oleh para peneliti di Amerika Serikat, peneliti Moderna dan juga peneliti Jerman dari BioNTech. Formalisasi platform global berbagi data sekuens genom perlu dilakukan agar semua pihak dapat mengaksesnya.  

“Kecepatan akses data sangat dibutuhkan terutama di masa pandemi sebab penyebaran virus juga sangat cepat. Itu yang menjadi tujuan utama kami. Dalam masalah kesehatan dan kemanusiaan, lupakan persoalan geopolitik, lupakan soal ekonomi, siapa yang mendapatkan datanya. Namun, fokuslah pada nyawa yang bisa diselamatkan,” ujar Menkes.

Indonesia mendorong agar sistem protokol kesehatan global bisa seperti protokol imigrasi yang memiliki standar yang sama di seluruh dunia.  Foto : Shutterstock

Harmonisasi standar protokol kesehatan global

Prioritas kedua yang diusung oleh Indonesia dalam Presidensi G20 2022 adalah standardisasi protokol kesehatan global untuk seluruh negara di dunia. Hal ini bertujuan agar terdapat keseragaman di seluruh dunia terkait aturan PCR, karantina, dan protokol kesehatan lainnya.

“Harmonisasi standar protokol kesehatan global untuk membuka mobilitas antarnegara. Meskipun menimbulkan risiko, namun harmonisasi pedoman kesehatan dibutuhkan sejalan dengan konektivitas sistem kesehatan untuk perjalanan internasional,” ujar Menkeu.

Indonesia mendorong agar sistem protokol kesehatan global bisa seperti protokol imigrasi yang memiliki standar yang sama di seluruh dunia.  

“Ketika anda pergi ke satu negara, ada yang menetapkan aturan untuk tes PCR dan vaksin sebagai jaminan. Namun, jika pergi ke negara berbeda, aturannya berbeda lagi. Kita memerlukan proses seperti proses imigrasi di mana setiap negara yang anda datangi, anda memerlukan satu dokumen yang disebut paspor sehingga jika anda memiliki (dokumen) itu proses imigrasinya lancar,” ujar Menkes

Hingga saat ini, Indonesia telah menyeragamkan protokol kesehatannya dengan Arab Saudi. Data yang ada di PeduliLindungi telah terintegrasi dengan aplikasi Tawakkalna milik Arab Saudi. Selain itu, kerja sama Indonesia dengan ASEAN Communities serta Uni Eropa untuk menyamakan standar protokol kesehatan sesuai anjuran WHO juga sedang dilakukan.

Pembentukan manufaktur global dan pusat pengetahuan pandemi

Respons pandemi atau pandemic prevention, preparedness dan response (pandemic PPR) juga menjadi fokus. Oleh karena itu, strategi ketiga yang perlu dilakukan adalah mengembangkan pusat manufaktur dan pengetahuan global untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon terhadap pandemi. Harapannya, melalui upaya tersebut seluruh negara akan memiliki kemampuan yang sama dalam menghadapi kemungkinan pandemi yang akan datang.

"Ini akan terdiri dari ekspansi manufaktur global untuk vaksin, therapeutic, dan diagnostik untuk negara bekembang sejalan dengan sharing knowledge untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi selama krisis," ujar Menkeu.

Idealnya, pusat manufaktur dan pengetahuan tersebut terdapat di berbagai negara dan bukan hanya di negara-negara maju saja. Maka dari itu, diperlukan proses transfer pengetahuan atau kompetensi dari institusi atau universitas di negara maju ke negara berkembang. Ini diperlukan agar Global Network of Knowledge dapat dibangun.

“Jika pandemi melanda suatu negara, bisa mengakibatkan negara tersebut runtuh. Kapasitas produksi dan ilmu yang dimiliki para ilmuwan di negara tersebut pun berpotensi hilang. Jika itu terjadi maka kita masih memiliki pusat manufaktur dan pengetahuan di wilayah lain. Indonesia sangat berkomitmen untuk membangun hub manufaktur global terutama di wilayah Selatan.

Dari agenda-agenda prioritas di bidang kesehatan yang diusung Indonesia dalam Presidensi G20 tersebut di atas, ada harapan yang besar agar kerja sama kesehatan antar negara semakin solid. Tidak hanya itu, harapan lain adalah agar modal dunia juga mulai digerakkan semakin kuat ke arah investasi di sektor kesehatan.

Pandemi Covid-19 telah memperlihatkan ke pada dunia, bahwa krisis di sektor kesehatan berimplikasi signifikan ke berbagai sektor lainnya terutama ekonomi. Untuk mengatasinya dengan cepat dan tepat, sinergi antar negara menjadi kunci. Mengutip kata-kata Menkes “Jika Anda ingin melangkah cepat, Anda bisa melangkah sendiri. Namun, jika Anda ingin melangkah jauh maka Anda perlu melangkah bersama-sama. If you want to go fast; you can go alone but if you want to go far then you need to go together”.