Penilai Pemerintah Jeli Taksir Aset, Berdayakan Kekayaan Negara

16 Agustus 2023
OLEH: CS. Purwowidhu
Penilai Pemerintah Jeli Taksir Aset, Berdayakan Kekayaan Negara
Penilai Pemerintah Jeli Taksir Aset, Berdayakan Kekayaan Negara  

Sebagian besar dari kita mungkin tak asing lagi dengan istilah appraisal atau penilaian. Istilah tersebut sering kita jumpai dalam proses pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR) atau pengajuan kredit lainnya dengan jaminan sebuah aset. Tahap penilaian perkiraan harga aset tersebut dikenal dengan tahapan appraisal. Adanya appraisal dapat membantu pihak bank dalam menafsirkan harga aset ketika dilepas di pasaran. Appraisal atau penilaian dilakukan oleh penilai.

Penilai adalah seseorang yang memiliki kompetensi, kemampuan dan pengalaman dalam melakukan praktik penilaian untuk mendapatkan nilai ekonomis sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Opini nilai yang dihasilkan oleh penilai kemudian menjadi dasar acuan dalam berbagai transaksi.

Di Indonesia, praktik profesi penilai terbagi menjadi dua yakni penilai publik dan penilai pemerintah. Penilai publik melayani jasa penilaian kepada masyarakat umum melalui Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Sedangkan penilai pemerintah berwenang melakukan penilaian sesuai dengan permohonan di lingkup pemerintahan, baik pusat maupun daerah.

Penilai di lingkungan pemerintahan terdiri dari penilai pajak di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yang melaksanakan penilaian untuk kepentingan perpajakan, penilai pemerintah di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan yang melaksanakan penilaian untuk pengelolaan kekayaan negara, serta kementerian/lembaga lain seperti Kementerian ATR/BPN maupun pemerintah daerah.

Pejabat Fungsional Penilai Pemerintah Ahli Madya Direktorat Penilaian DJKN Warlan menjelaskan tugas fungsional penilai pemerintah merujuk kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.06/2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penilai Pemerintah. (Foto: Dok. Pribadi)

Berperan strategis

Negara melalui UUD 1945 Pasal 28G ayat (1) bukan hanya menjamin hak asasi setiap orang atas perlindungan diri, keluarga, kehormatan, dan martabatnya, namun juga perlindungan atas harta benda yang menjadi kekuasaan orang tersebut. Di sisi lain, dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) termaktub bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Profesi penilai menjadi salah satu instrumen untuk memastikan terwujudnya perlindungan atas harta benda setiap orang dan keadilan bagi rakyat atas pengelolaan kekayaan negara.

Berdasarkan informasi dari laman djkn.kemenkeu.go.id, penilai berperan signifikan dalam mengoptimalisasi pengelolaan aset melalui penyediaan opini nilai. Opini tersebut yang kemudian menjadi rujukan dalam kegiatan jual beli aset.

Di samping itu, penilai juga mendukung penyajian neraca dalam nilai wajar. Hal tersebut penting dalam mendukung tata kelola yang baik bagi institusi pemerintah maupun privat serta dapat mengoptimalkan potensi sumber pendanaan melalui pembiayaan.

Tak hanya itu, penilai juga dapat berperan dalam mendukung optimalisasi aset idle ataupun aset strategis sehingga memberikan manfaat dan dampak secara maksimal kepada masyarakat misalnya melalui penyediaan infrastruktur dengan mekanisme kerja sama maupun sewa antara pemerintah dengan sektor swasta.

Dan yang tak kalah penting, penggunaan nilai wajar yang dihasilkan oleh penilai juga akan mendukung optimalisasi penerimaan negara baik dari sektor perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak. Begitu pula dengan peran di sektor perbankan dimana opini nilai atas aset agunan kreditur menjadi pertimbangan untuk pemberian plafon pinjaman sehingga dapat memitigasi kredit macet perbankan.

Pejabat Fungsional Penilai Pemerintah Ahli Madya Direktorat Penilaian DJKN Warlan menjelaskan tugas fungsional penilai pemerintah merujuk kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.06/2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penilai Pemerintah. Kegiatan penilaian sendiri dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.06/2020 tentang Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Sementara untuk petunjuk teknis cara penilaian merujuk ke standar penilaian Indonesia.

Artinya prosesnya, outputnya, nilai yang dihasilkan, baik yang dilakukan oleh teman-teman penilai pemerintah maupun swasta itu sama. Jadi sama-sama diakui secara legalitas,” ujar Warlan.

Tujuan penilaian pemerintah sendiri beragam antara lain penilaian barang milik negara (BMN), barang milik daerah (BMD), maupun barang yang akan menjadi BMN atau BMD, benda sitaan, barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain, instrumen keuangan, sumber daya alam, aset BUMN, BUMD, dan lain-lain sesuai regulasi terkait. Objek penilaian pun bervariasi baik itu properti, bisnis, hingga sumber daya alam.

Warlan lebih lanjut mencontohkan, penilaian sumber daya alam misalnya bertujuan untuk pencatatan dalam neraca sumber daya alam. Seperti kegiatan penilaian sumber daya laut yang dilakukan oleh tim dari Direktorat Penilaian DJKN beberapa waktu lalu di kawasan konservasi perairan nasional kepulauan Anambas dan pulau Pieh atas permohonan Kementerian Kelautan.  

Di mana ada aset pemerintah, baik itu BMN maupun non BMN yang semua berasal dari pendanaan APBN maka kami bisa melakukan penilaian di sana, termasuk yang hal-hal baru sekarang adalah sumber daya alam,” jelas Warlan.

Penilai pemerintah juga turut andil dalam sektor penerimaan negara. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa kegiatan penilaian yang memang bertujuan mendukung proses pengelolaan barang milik negara. Misalnya dalam rangka pemanfaatan aset yang hendak dikerjasamakan.

“Nanti berapa sih besarnya kontribusi tetap, pembagian keuntungan yang harus diberikan kepada negara terhadap sebuah aset. Nah ini kami penilai melakukan penilaiannya,” lanjutnya.

Begitu juga dalam rangka lelang aset, misalnya eks kapal perang TNI yang sudah tidak terpakai dan mau dijual. Penilailah yang bertugas menaksir nilai aset tersebut. Kemudian hasil penilaian akan digunakan sebagai acuan harga lelang. Lelang selanjutnya akan berkontribusi bagi penerimaan negara.

Jadi pada prinsipnya, para penilai ini adalah sebagai supporting unit dalam penerimaan negara,” ucap Warlan.

Selaku pembina profesi penilai pemerintah, menurut Warlan DJKN bekerja sama dengan Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan telah menyelenggarakan beragam diklat untuk menunjang pengembangan kompetensi para penilai. Bahkan ada juga diklat-diklat yang dikerjasamakan dengan asosiasi penilai dari negara-negara lain. (Foto: Dok. Pribadi)

Cermat menaksir

Fungsional penilai pemerintah saat ini Warlan menerangkan baru ada tiga jenjang yaitu fungsional ahli pertama, ahli muda, dan ahli madya. Sementara jabatan fungsional penilai pemerintah ahli utama belum ada yang mengisi. Untuk menjabat sebagai fungsional penilai pemerintah ahli pertama misalnya terlebih dahulu harus lulus minimal uji kompetensi dasar penilaian properti. Latar belakang disiplin ilmu apapun dimungkinkan untuk menjadi penilai pemerintah.

“Yang penting bagaimana hasil seleksinya. Pastinya kalau mau belajar pasti bisalah,” ujarnya.

Selaku pembina profesi penilai pemerintah, menurut Warlan DJKN bekerja sama dengan Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan telah menyelenggarakan beragam diklat untuk menunjang pengembangan kompetensi para penilai. Bahkan ada juga diklat-diklat yang dikerjasamakan dengan asosiasi penilai dari negara-negara lain.

Dalam menjalankan kegiatan penilaian, ketelitian dan ketajaman analisa penilai sangat dibutuhkan. Proses penilaian Warlan menjelaskan berawal dari diterimanya permohonan dari stakeholder. Setelah permohonan diterima, penilai akan melakukan verifikasi. Setelah berkas lengkap barulah dibentuk tim untuk melakukan survei lapangan yang bertujuan mencocokkan kebenaran data dengan kondisi di lapangan serta mencermati kondisi pasar. Setelah itu penilai melakukan evaluasi dan analisis. Adapun tingkat kompleksitas aset akan menentukan seberapa jumlah penilai yang terlibat dalam kegiatan penilaian tersebut. Semakin tinggi kompleksitas aset, membutuhkan lebih banyak penilai.

“Dari analisis itu kemudian kami menentukan metode, pendekatan apa yang kami gunakan, kami hitung hasilnya kemudian kami menghasilkan sebuah nilai,” ungkap Warlan.

Tak berhenti sampai di situ, opini nilai yang dihasilkan akan diuji lebih lanjut dalam mekanisme verifikasi terkait dengan output. Proses ini menjadi bagian dari kendali mutu dan transparansi.

“Jadi setelah tim itu melakukan perhitungan tadi ketemu angka ya, maka tim harus memaparkan hasilnya ke penilai yang lain, jadi terbuka. Ada aturannya, harus diundang teman-teman penilai untuk memaparkan ini loh hasil penilaian saya, silakan dikritisi, silakan kasih masukkan mana yang kira-kira salah, apakah dari perhitungannya, dari metodologinya, dan sebagainya,” papar Warlan panjang lebar.

Laporan penilaian secara umum berlaku selama enam bulan, kecuali untuk penilaian sumber daya alam berlaku selama satu tahun. Sementara apabila tujuan penilaiannya untuk penyusunan neraca keuangan maka berlaku hingga tercatat dalam neraca laporan keuangan tersebut.

Di samping ketelitian dan ketajaman, Warlan berpendapat penilai juga membutuhkan ketahanan yang kuat dan manajemen waktu yang baik. Karena tak jarang penilaian aset dengan kompleksitas tinggi seperti saham dan bisnis memerlukan analisa yang lebih tajam, data yang lebih banyak. Alhasil untuk menyelesaikan penilaian aset tersebut pun akan membutuhkan waktu yang lebih lama yang mungkin hingga 30 sampai dengan 40 hari. Sedangkan untuk aset yang sederhana hanya membutuhkan waktu penilaian 5 hingga 20 hari. Rintangan apapun tidak menyurutkan semangat para penilai untuk tetap turun ke lapangan bahkan di masa pandemi Covid-19 silam kata Warlan para penilai tetap menunaikan tugas penilaian.

“Memang pekerjaan itu harus kita bisa manage, ketika kita ada penugasan ini maka kapan kita harus selesai. Kan kita bisa mengatur waktu. Dan itu harus dijalani ya karena memang yang namanya permohonan penilaian itu enggak bisa ditolak,” tutur Warlan.

Dia merasa beruntung selama bertugas sebagai penilai telah berkesempatan menginjakkan kaki di berbagai daerah di Indonesia, dari Sabang hingga Merauke, bahkan utara Natuna untuk menunaikan penugasan sebagai penilai pemerintah. (Foto: Dok. Pribadi)

Semangat jalani tugas

Proses penilaian tak lepas dari berbagai risiko dan tantangan. Dari sisi pengguna jasa misalnya Warlan menceritakan ada saja pengguna yang tidak puas dengan hasil nilai sehingga mengungkapkan komplain. Ada pula pengguna yang melakukan intervensi atau menekan penilai agar nilai yang dihasilkan bisa ditinggikan atau sebaliknya direndahkan karena pengguna memiliki kepentingan tertentu.

“Sebab itu penilai harus memiliki integritas supaya bekerja secara profesional. Dan sedari awal penilai harus yakin dan jangan sampai diintervensi,” terang punggawa keuangan negara yang sudah merasakan penempatan di Samarinda, Pekanbaru, dan Serang sebelum bertugas di kantor pusat DJKN Jakarta tersebut.

Penilai juga berisiko bersinggungan dengan hukum misalnya ketika aset yang dinilai kemudian disalahgunakan oleh pihak pengguna sehingga terjadi kerugian negara.

Meskipun kita sudah bekerja dengan baik, standar prosedur udah dijalankan, ada kemungkinan kita akan dipanggil oleh APH (aparat penegak hukum) juga untuk klarifikasi. Ketika mungkin hasil penilaian kita ini merembet ke sebuah kasus hukum misalnya,” ungkap Warlan.

Menjalankan tugas di berbagai daerah dengan budaya berbeda juga menjadi tantangan tersendiri. Sehingga menurut Warlan penilai harus mau mempelajari budaya setempat agar bisa memahami karakteristik warga setempat. Melibatkan rekan-rekan yang ada di daerah tersebut juga akan sangat membantu tuturnya.

“Misalnya kita mau menilai tentunya dari analisis pasar kan, setiap daerah beda. Jadi tidak cukup hanya melihat dari media Oh ini seperti ini, nggak cukup, tapi kita perlu wawancara dengan mereka, diskusi dengan mereka, bahkan kalau perlu melibatkan teman-teman daerah yang lebih paham tentang kondisi setempat,” ujar Warlan bercerita.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai penilai pemerintah tak jarang pula Warlan menghadapi rintangan meskipun tidak sampai membahayakan keselamatannya. Misalnya ketika dia bertugas menilai aset BLBI di Bogor. Kala itu Warlan bersama tim sedang tidak mendapatkan pendampingan dari aparat dan pihak debitur kala itu sempat memicu sedikit ketegangan. Namun kendala tersebut dapat teratasi dengan negosiasi dan komunikasi yang baik oleh tim penilai. Sehingga penilaian dapat dituntaskan sesuai disposisi.

“Jadi prinsipnya adalah tentunya ada resiko dan hambatan-hambatan yang mungkin akan kami temui di lapangan dan itu pintar-pintar kami lah di lapangan untuk bisa berkomunikasi dengan mereka,” tutur Warlan.

Kendati tak lepas dari risiko dan tantangan yang tak bisa dibilang mudah, Warlan tetap menikmati pekerjaannya sebagai penilai. Berkecimpung di bidang penilaian sejak tahun 2009 sebagai kepala seksi penilaian lalu menjabat sebagai fungsional penilai pemerintah ahli madya di akhir 2020, Warlan mengakui memiliki passion tinggi terhadap pekerjaannya. Menjalani keseharian mondar mandir dari kantor lalu ke lapangan lalu balik ke kantor lagi untuk melakukan analisa, tidak membuatnya merasa jenuh.

Dia merasa beruntung selama bertugas sebagai penilai telah berkesempatan menginjakkan kaki di berbagai daerah di Indonesia, dari Sabang hingga Merauke, bahkan utara Natuna untuk menunaikan penugasan sebagai penilai pemerintah.

Saya merasa bahwa kalau bukan sebagai seorang penilai tentunya saya tidak punya pengalaman untuk bisa menjelajah Indonesia dari Sabang sampai Merauke seperti ini. Maksudnya saya merasa oh beruntunglah saya profesi ini,” ucapnya seraya bersyukur.

Berprofesi sebagai penilai menurut Warlan juga dapat memperkaya pengalaman dan ilmu yang dimilikinya. Serta mendorong dia untuk konsisten memperbarui pengetahuannya. Setiap objek yang dinilai membawanya ke pembelajaran baru yang berbeda. Hal tersebut membuatnya antusias setiap kali diperhadapkan pada objek-objek penilaian baru.

“Misalnya kita nilai saham, kita belajar penilaian bisnis. Kita menilai kapal, meski saya bukan teknik perkapalan, saya harus belajar bagaimana kapal itu dibuat, saya harus belajar di sana. Saya nilai pesawat, saya belajar itu. Jadi banyak sekali yang harus saya pelajari dan itu membuat kita semakin banyak ilmu yang kita dapatkan. Nah itu pengalaman yang mungkin bisa kita peroleh hanya jika saya sebagai penilai,” paparnya bersemangat.

Mengabdikan diri sebagai penilai juga membawa kebanggaan tersendiri bagi Warlan terlebih ketika aset yang dinilainya berdampak signifikan bagi negara dan masyarakat. Seperti penilaian pangkalan udara Soewondo atau eks bandara Polonia yang terletak sekitar 2 km dari pusat kota Medan. Dari luas 500 ha terdapat sekitar 200 ha yang berstatus jelas dan bersih (free and clear). Sisanya masih berstatus bermasalah atau berpolemik sehingga memerlukan proses penyelesaian yang lama. Dengan demikian untuk lahan yang berstatus free and clear dapat didahulukan untuk dilakukan pengelolaan BMN yang bermanfaat dan berkontribusi untuk negara dan masyarakat. Meski aset tersebut sempat menjadi polemik, Warlan dan tim penilai saat itu berhasil melakukan penilaian untuk lahan seluas 200 ha lebih yang sudah free and clear tersebut.

Warlan berpesan agar para penilai tetap semangat meningkatkan kompetensi. Dia berharap instansi pembina profesi penilai dapat membuka kesempatan seluas-luasnya bagi para penilai untuk mengembangkan keahlian melalui berbagai diklat yang dibutuhkan. Di sisi lain, Warlan juga mengharapkan kesempatan pengembangan karir bagi para fungsional penilai semakin luas ke depannya, baik pada jalur fungsional maupun diagonal.

Kita nikmati aja bahwa setiap penugasan itu tentunya ada pengalaman baru yang akan kita dapatkan, ada ilmu baru yang akan kita peroleh. Di sanalah kemudian kita akan tentunya menjalankan dengan tanggung jawab. Nah, kalau kita bisa melaksanakan itu, saya kira kita enjoy aja menjalani profesi ini,” piungkasnya.    


CS. Purwowidhu
Artikel Lain
TELUSURI

Percepat Transformasi Ekonomi, Ini Bukti Nyata Upayanya
Percepat Transformasi Ekonomi, Ini Bukti Nyata Upayanya  

12  Tahun LPDP, Jaga Misi Luhur Bangun SDM Indonesia.
12 Tahun LPDP, Jaga Misi Luhur Bangun SDM Indonesia.  


RAPBN 2024, Rangka Kokoh Melajukan Indonesia Maju. Ilustrasi oleh Tubagus P.
RAPBN 2024, Rangka Kokoh Melajukan Indonesia Maju. Ilustrasi oleh Tubagus P.