Tetap Kuat dengan Jaring Penyelamat

16 Agustus 2021
OLEH: CS. Purwowidhu
Tetap Kuat dengan Jaring Penyelamat
 

Pembatasan sosial sebagai upaya pengendalian penyebaran wabah COVID-19 berdampak keras bagi masyarakat miskin dan rentan. Jahuri, warga Desa Panjang Wetan, Pekalongan Utara contohnya. Dilansir dari Instagram @Kemensosri, Jahuri yang dalam kesehariannya bekerja serabutan itu bercerita jika sebelumnya ia bekerja lima hari dalam seminggu, di masa PPKM darurat ia hanya bisa bekerja tiga hari dalam seminggu. Penghasilan yang tak menentu di masa pandemi pun semakin menurun saat PPKM. “Ini dapet beras 10 kg sama uang Rp600 ribu. Ya buat makan. Alhamdulilah,” ujarnya seraya mengucap syukur saat menerima bantuan sosial tunai dan bantuan beras Bulog yang disalurkan Kemensos RI Juli lalu.

Jahuri hanyalah satu dari sekitar 92 juta individu atau kurang lebih 25 juta rumah tangga yang tercakup dalam 40 persen penduduk Indonesia dengan kondisi sosial ekonomi terendah. Pandemi COVID-19 bukan semata menyoal keselamatan jiwa melalui penanganan kesehatan, namun juga ihwal mengikhtiarkan kesejahteraan rakyat yang berusaha bertahan hidup di tengah pagebluk ini. Karena itu, sejalan dengan upaya penanganan kesehatan, skema perlindungan sosial (perlinsos) pemerintah juga adaptif terhadap dinamika pandemi yang masih eskalatif. APBN menjadi instrumen pelindung masyarakat miskin dan rentan agar bisa bertahan menghadapi tekanan pandemi.

Penguatan jaring pelindung

Sebagai langkah penguatan dukungan bagi masyarakat kecil di masa PPKM Darurat pada Juli lalu, pemerintah menambah alokasi anggaran perlinsos dari Rp153,86 triliun menjadi Rp186,64 triliun, yang hingga 6 Agustus 2021 telah terealisasi sebesar 50,8 persen. Beberapa tambahan bansos yang dikucurkan antara lain penambahan penyaluran Kartu Sembako selama dua bulan (Juli-Agustus 2021) untuk 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM), sehingga KPM total memperoleh 14 bulan pembayaran selama 2021. Lalu penambahan Bantuan Sosial Tunai (BST) selama dua bulan (Mei-Juni 2021) yang disalurkan pada Juli 2021 untuk 10 juta KPM. Serta Kartu Sembako PPKM dengan manfaat Rp200 ribu per bulan selama 6 bulan untuk 5,9 juta KPM baru usulan pemda.

Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan bantuan beras Bulog sebanyak 10 kg/keluarga yang menyasar 28,8 juta keluarga penerima BST dan Kartu Sembako. Sementara bagi pekerja yang ter-PHK diberikan Pra Kerja dan bagi pekerja dirumahkan dan terdampak diberikan bantuan subsidi upah tenaga kerja dengan total tambahan alokasi sebesar Rp10 triliun. Di samping itu, pemerintah juga memperpanjang subsidi kuota internet peserta dan tenaga pendidik serta diskon listrik hingga Desember 2021.

Yusuf Rendy Manilet, ekonom CORE menilai besaran alokasi perlinsos sangat bergantung dari durasi pemberlakuan PPKM dan seberapa lama lonjakan kasus COVID-19 bertahan di level tinggi. “Seandainya sampai Agustus, saya kira dengan penambahan anggaran yang sudah dilakukan, itu sudah sudah relatif cukup ya untuk menjadi bantalan,” ujar Yusuf.

Adapun sumber dana tambahan program perlinsos berasal dari refocusing belanja Kementerian/Lembaga misalnya dari pembatalan kegiatan yang dianggap tidak lagi relevan atau tidak prioritas seperti perjalanan dinas dan kegiatan lainnya yang tidak dapat dilakukan pada periode darurat untuk direalokasi. Yusuf memandang kebijakan refocusing untuk penambahan anggaran penanganan dan antisipasi pandemi sudah tepat dilakukan agar defisit APBN tahun ini tetap terkendali sesuai target yakni sekitar 5,7 persen, dan sebagai upaya menuju konsolidasi fiskal di tahun 2022 dan 2023.

Penyokong pertumbuhan

Kilas balik ke pemulihan pertumbuhan ekonomi secara gradual selama pandemi, mulai dari triwulan 2-2020 ekonomi tercatat terkontraksi -5,32 persen, lalu triwulan 3-2020 ketika kebijakan pemerintah mulai stabil, termasuk skema perlinsos, ekonomi sedikit membaik di -3,49. Hingga di triwulan 2-2021 lalu ekonomi Indonesia berhasil keluar dari zona negatif dengan mencatatkan pertumbuhan 7,07 persen. Yusuf berpendapat tren menggembirakan ini tidak lepas dari kontribusi perlinsos sebagai bagian program pemulihan ekonomi nasional (PEN). “Pemulihan ini kalau kita melihat salah satu indikatornya adalah sedikit membaiknya pos dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Meskipun memang relatif marjinal, tetapi ada progress di sana,” kata Yusuf.

Cakupan penerima yang komprehensif dan porsi perlinsos dalam program PEN yang cukup besar mampu menjaga konsumsi masyarakat sebagai penyokong pertumbuhan ekonomi. Di 2020 lalu program perlinsos berhasil terealisasi sebesar Rp216,59 triliun. “Bantuan perlindungan sosial ini berhasil menjaga daya beli masyarakat sehingga (ekonomi) tidak terjerembab lebih dalam,” ucap Yusuf. 

Bauran kebijakan yang saling mendukung akan mendorong roda ekonomi dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran. Foto Shutterstock

Penahan laju kemiskinan

Beragam bantuan dalam skema perlinsos PEN sebagai recovery kit mampu menahan laju kemiskinan dan kesenjangan di masa pandemi. Data BPS mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 sebesar 27,54 juta orang atau menurun 0,01 juta orang dibanding September 2020. Sedangkan tingkat pengangguran pada Februari 2021 sebesar 6,26 persen atau turun 0,81 persen dibandingkan Agustus 2020. Sementara pada Maret 2021, BPS mencatat pengeluaran penduduk berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah dengan gini ratio sebesar 0,384, menurun 0,001 poin dibandingkan September 2020. Ini berarti jaring pengaman sosial yang diterapkan pemerintah efektif menahan pemburukan dan menjaga daya tahan masyarakat dari tekanan pandemi. 

Meski demikian, Yusuf mengingatkan perlinsos harus terus berjalan beriringan dengan bantuan pemerintah lainnya seperti penanganan kesehatan dan dukungan UMKM agar berdampak optimal sebagai bantalan daya beli masyarakat menengah bawah. Seperti yang juga sudah dilakukan pemerintah misalnya dengan memperluas Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) ke 3 juta peserta baru dan bantuan Pedagang Kaki Lima (PKL) sebanyak 1 juta peserta dengan bantuan Rp1,2 juta per usaha. Bauran kebijakan yang saling mendukung ini akan mendorong roda ekonomi dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran. “Perkiraan saya dengan pertumbuhan ekonomi 7,07 persen (di triwulan 2-2021) seharusnya itu juga bisa menurunkan tingkat pengangguran kita untuk rilis data (BPS) Agustus nanti. Dengan catatan, bahwa kasus COVID-19 yang kita alami saat ini dan juga restriksi tidak berlangsung lebih lama lagi,” ungkap Yusuf.

Ruang perbaikan

Skema perlinsos menyasar seluruh spektrum kelompok miskin dan rentan di Indonesia. Perlindungan ini mencakup desil pendapatan yang sangat miskin sampai kelompok yang dikategorikan rentan dan hampir miskin. Hampir semua rumah tangga di kelompok 40 persen terbawah menerima setidaknya satu bantuan. Persentase rumah tangga penerima bantuan sosial (bansos) per November 2020 juga meningkat menjadi 73 persen. Ini menandakan sasaran program yang semakin baik.

Namun, tak dapat dinafikan bahwa di lapangan masih saja terjadi ketidaktepatan sasaran akibat kesalahan data penerima bansos (exclusion dan inclusion error). Menurut Yusuf, proses validasi data penerima bantuan pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) harus diperbaiki. “Di tahun lalu kita ketahui bahwa DTKS itu salah satunya kan tidak banyak pemerintah daerah yang melakukan update data tersebut, padahal data tersebut penting untuk menyalurkan bantuan dari perlindungan sosial,” beber Yusuf.

Senada, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Mochamad Ardian Noervianto menjelaskan validasi DTKS di daerah masih perlu dibenahi. Dia mengatakan lurah, kades, atau camat selaku garda terdepan dengan melibatkan pengawasan dari segenap komponen masyarakat, berperan penting dalam menyempurnakan DTKS. “Nah, nanti datanya silakan direkam sama Dinas Sosial. Untuk selanjutnya, mungkin dipadupadankan dengan data yang ada di DTKS kemudian dipadankan dengan NIK (Nomor Induk Kependudukan). Jadi semua jelas akan berbasis kepada NIK,” papar Ardian.

Selain pembenahan validasi data, kecepatan penyaluran bantuan juga menjadi tantangan tersendiri. Ardian mengungkapkan salah satu kendalanya adalah kekhawatiran pemda akan adanya duplikasi target penerima bantuan dari program sejenis baik yang bersumber dari APBN maupun APBD. “Kalau ada duplikasi, mereka khawatir akan berimplikasi kepada pihak penegak hukum tentunya, minimal temuan BPK, entah itu administratif maupun yang bersifat pengembalian,” beber Ardian.

Terhadap kendala ini Kemendagri telah membuka ruang diskusi dengan pemda. Pedoman percepatan penyaluran bansos yang berasal dari APBD juga diterbitkan melalui Imendagri Nomor 21 Tahun 2021. Di samping itu, pemda juga terus didorong untuk mempercepat penyampaian laporan penyesuaian APBD dalam rangka refocusing kepada Kementerian Keuangan. Ardian berharap ke depan dapat diterapkan sistem reward dan punishment berbasis kinerja terhadap capaian realisasi anggaran daerah.      

Sementara Yusuf menyarankan agar koordinasi dan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah bisa lebih ditingkatkan agar penyaluran bansos pusat ke daerah bisa cepat dan tepat dengan tetap menjaga akuntabilitas pelaksanaan. “Daerah seharusnya juga aktif berkoordinasi dengan kementerian/lembaga ataupun institusi di daerah yang kiranya tepat diajak berkomunikasi atau berdiskusi untuk penyaluran bantuan ini. Misalnya BPKP di daerah,” pungkas Yusuf.

 

 

 

     


CS. Purwowidhu