Tetap Transparan dan Akuntabel di Tengah Badai Pandemi

1 Agustus 2021
OLEH: Reni Saptati D.I.
Tetap Transparan dan Akuntabel di Tengah Badai Pandemi
 

Dalam kondisi apa pun, pemerintah harus mempertahankan kepercayaan masyarakat atas pengelolaan keuangan negara. Untuk itu, Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) menjadi sangat penting untuk diperjuangkan. Opini WTP adalah bukti bahwa keuangan negara dikelola secara transparan dan akuntabel.

Dalam situasi yang tak mudah akibat pandemi, pemerintah mengambil berbagai langkah strategis dan memperkuat sinergi antara Kementerian Keuangan dengan seluruh kementerian/lembaga (K/L) dalam penyusunan LKPP. Hasilnya, LKPP Tahun 2020 sebagai bentuk pertanggungjawaban atas APBN 2020 mendapatkan opini WTP. Lebih istimewanya, raihan ini merupakan yang kelima kalinya berturut-turut sejak LKPP Tahun 2016.

Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Hadiyanto mengungkapkan, untuk mempertahankan opini WTP dalam LKPP, pemerintah menyempurnakan berbagai regulasi dan kebijakan akuntansi, meningkatkan kapasitas SDM pengelola keuangan, dan menindaklanjuti seluruh rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan.

“Pada tahun 2020, Ditjen Perbendaharaan menyempurnakan kebijakan akuntansi untuk menyesuaikan adanya perkembangan transaksi keuangan pemerintah, khususnya untuk mengakomodasi transaksi terkait program penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional. Kami juga menyempurnakan beberapa sistem aplikasi yang digunakan satuan kerja dalam pelaporan keuangan sesuai kebutuhan transaksi keuangan tahun 2020, seperti SAIBA, SIMAK BMN dan aplikasi Persediaan, maupun aplikasi SAKTI,” jelasnya.

Arti penting WTP

Hadiyanto mengatakan opini WTP ini sesungguhnya penting bagi berbagai pihak. Bagi pemerintah selaku pengelola keuangan negara, dengan LKPP yang beropini WTP, pemerintah pusat dapat menginformasikan kepada publik bahwa APBN yang diamanatkan oleh rakyat telah dikelola sesuai praktik pengelolaan keuangan yang baik (best practices), serta sesuai ketentuan perundangan dan Standar Akuntansi Pemerintahan.

Bagi masyarakat, ujar Hadiyanto, opini WTP akan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Mereka dapat mengetahui bahwa uang yang dipungut dari pajak dan sumber-sumber lain telah dikelola dengan baik dan dipergunakan untuk kesejahteraan masyarakat sesuai amanat konstitusi.

“Jadi, laporan keuangan yang berkualitas merupakan syarat mutlak untuk memenuhi ekspektasi masyarakat untuk terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean governance). Dengan demikian, masyarakat dapat merasakan manfaat secara nyata melalui peningkatan kualitas layanan publik dan peningkatan kesejahteraan rakyat,” tambah Hadiyanto.

Selain itu, opini WTP juga memiliki arti penting bagi perekonomian nasional lantaran dapat meningkatkan kepercayaan publik internasional kepada pemerintah Indonesia. “Data empiris menunjukkan respons positif pasar terhadap opini WTP dan opini laporan keuangan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi yield SBN. Pasar keuangan, termasuk di emerging market, mempertimbangkan informasi laporan keuangan dalam menentukan borrowing cost,” ungkap Hadiyanto.

Tantangan masa pandemi

Untuk mengatasi pandemi, pemerintah bergerak cepat dengan menjalankan Program Penaganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Alokasi anggaran untuk program tersebut sangat besar, hingga mencapai Rp695,2 triliun. Tantangan yang dihadapi pemerintah tidak hanya dalam hal pelaksanaan PC-PEN agar bisa benar-benar tepat guna dan tepat sasaran kepada masyarakat, tetapi juga dalam hal pertanggungjawabannya.

“Pelaksanaan dan pertanggungjawaban PC-PEN harus dilaksanakan secara pruden dan transparan serta dilaporkan dalam LKPP Tahun 2020,” ujar Hadiyanto.

Dalam tahun normal saja, ada berbagai permasalahan yang muncul, seperti permasalahan revaluasi Barang Milik Negara (BMN) yang juga harus diselesaikan. Dengan adanya pandemi, tantangan yang harus dihadapi menjadi kian berat.

“Pemerintah berusaha menjaga dan memelihara komitmen dari masing-masing Pimpinan K/L dari tingkat tertinggi sampai dengan Pimpinan Satuan Kerja walaupun di tengah situasi pandemi. Penekanan komitmen ini terutama terkait pemahaman dan kesepakatan bahwa situasi darurat tidak mengesampingkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara,” Hadiyanto menjelaskan.

Pihaknya menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Rakernas Akuntansi) pada September 2020, yang melibatkan seluruh Pimpinan K/L, Sekjen/Sestama, dan Inspektur Jenderal/APIP K/L untuk menjaga dan memelihara komitmen Pimpinan K/L di level Menteri/Pimpinan Pusat, Pejabat Eselon I dan Pejabat Eselon II. Di sisi lain, pembaruan sistem informasi penyusunan laporan keuangan dilakukan mulai dari tingkat satker hingga tingkat K/L.

LKKK turut raih WTP

Tidak hanya LKPP Tahun 2020 yang mendapat opini WTP, Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (LKKK) pun meraih capaian yang sama. Bahkan, opini WTP pada LKKK Tahun 2020 merupakan capaian selama sepuluh tahun berturut-turut. Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Jenderal berperan penting dalam mempertahankan opini tersebut. Selain menjadi penyusun laporan keuangan tingkat kementerian, mereka juga berperan sebagai fasilitator penyelesaian masalah terkait akuntansi dan pelaporan keuangan.

“Kami melakukan identifikasi akun-akun signifikan yang berisiko tinggi sehingga dapat meminimalisasi terjadinya kesalahan penyajian/pengungkapan dalam laporan keuangan dengan menerapkan Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan (PIPK). Secara berkala, kami juga melakukan monitoring dan evaluasi atas laporan keuangan melalui sistem terintegrasi baik dari aplikasi e-Rekon&LK maupun MonSAKTI, sehingga dapat meminimalisasi permasalahan pada periode pelaporan keuangan,” ungkap Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Chalimah Pujihastuti.

Ia menyatakan kondisi pandemi menuntut pihaknya melakukan inovasi pola kerja untuk menyesuaikan dengan kondisi new normal. Mereka memaksimalkan penggunaan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas kerja, melakukan kegiatan koordinasi secara daring, serta digitalisasi dokumen.

Begitu pula pada proses pemeriksaan BPK. Dalam pemeriksaan di tengah pandemi, BPK mempertimbangkan keselamatan dan dilandasi dengan professional judgement. Pengembangan pemeriksaan yang dilakukan adalah pengembangan prosedur dengan memanfaatkan teknologi informasi, pemanfaatan big data analytics, kerjasama aparat pengawasan internal, dan dokumentasi pemeriksaan secara elektronik agar kualitas audit tetap terjaga,” terang Chalimah.

Komitmen tingkatkan pengelolaan keuangan negara

Kementerian Keuangan berkomitmen untuk serius mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang kian baik dengan terus memperhatikan berbagai temuan dan rekomendasi BPK. Opini WTP yang selama ini sudah diraih menggambarkan pengakuan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan telah memadainya sistem pengendalian intern atas transaksi keuangan. Namun, Chalimah menyebut masih terdapat beberapa ruang bagi Kementerian Keuangan untuk melakukan continuous improvement.

Selanjutnya, tutur Chalimah, pihaknya akan melakukan akselerasi penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan BPK serta meningkatkan kapasistas SDM penyusun laporan keuangan melalui diklat. Tak hanya itu, implementasi Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan (PIPK) dan peningkatan kerja sama dengan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dalam rangka menjaga keandalan penyajian LKKK juga akan terus dilakukan untuk menjaga keandalan laporan keuangan.

Senada, untuk meningkatkan kualitas LKPP, Hadiyanto menuturkan perbaikan dan penyempurnaan juga akan terus dilakukan. Ia membagi langkah perbaikan tersebut menjadi dua bagian besar. Pertama, perbaikan secara eksternal, yaitu dengan menindaklanjuti seluruh rekomendasi BPK di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPP. Kedua, perbaikan dari sisi internal pemerintah.

“Perbaikan dari sisi internal pemerintah antara lain dengan meningkatkan kualitas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) khususnya yang belum mendapat opini WTP, perbaikan kualitas pengelolaan aset pemerintah di K/L, dan peningkatan kualitas SDM pada KL dan pemda melalui pelatihan di bidang keuangan negara secara berkelanjutan,” terang Hadiyanto.

Untuk laporan tahun 2020, terdapat peningkatan jumlah LKKL yang mendapatkan opini WTP. Dari 86 LKKL, dua LKKL memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan tidak ada lagi LKKL yang memperoleh opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP). Ke depannya, Hadiyanto berharap kualitas LKKL kian membaik.

“Pemerintah perlu melakukan konsolidasi dengan seluruh elemen pengelola keuangan negara, yaitu K/L, BUMN, dan pemda untuk dapat mengoptimalkan manfaat yang diperoleh masyarakat dari transparansi dan akuntabilitas pertanggungjawaban keuangan negara,” pungkasnya.


Reni Saptati D.I.