Waspadai Omicron dan Risiko Global, Jaga Momentum Pemulihan

Laporan Utama
15 Februari 2022
OLEH: CS. Purwowidhu
Waspadai Omicron dan Risiko Global, Jaga Momentum Pemulihan

 

Bauran kebijakan pemerintah dalam menekan lonjakan gelombang kedua pandemi efektif meredakan tingkat kasus Covid-19 varian Delta pada akhir Juli 2021. Tingkat kasus Delta pun terus melandai hingga Desember 2021. Ekonomi tercatat mampu tumbuh positif 3,69 persen secara kumulatif pada 2021.

Namun, mulai Januari 2022 kasus Covid-19 kembali menanjak seiring munculnya varian Omicron. Per 13 Februari 2022 tercatat penambahan kasus baru sebanyak 44.526 dan rata-rata tujuh hari sejumlah 41.614 kasus.

Pemerintah pun memutuskan untuk menerapkan kembali PPKM Level III di beberapa wilayah yang mengalami lonjakan kasus Omicron.

Di samping mewaspadai potensi risiko dari sisi domestik, pemerintah juga bersiap menghadapi beragam potensi risiko global agar momentum penguatan pemulihan ekonomi tetap bisa terjaga.

Beda kasus, beda strategi

Menyikapi merebaknya gelombang ketiga Covid-19 atau varian Omicron, Plt. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Abdurohman menyampaikan Pemerintah senantiasa mengevaluasi perkembangan data dan situasi pandemi terkini guna menyesuaikan langkah kebijakan yang akan ditempuh. Pemerintah juga menurut dia telah banyak belajar dari pengalaman penanganan gelombang-gelombang Covid-19 sebelumnya.

Pengalaman negara lain yang sudah melewati gelombang Omicron seperti Afrika Selatan dan Inggris, serta negara yang tengah berada di gelombang tersebut seperti India juga menjadi bekal pembelajaran Pemerintah.

“Meskipun kita juga melihat di berbagai negara pengetatan restriksi tidak kembali ke level paling ketat seperti gelombang sebelumnya,” ujar Abdurohman.

Abdurohman menjelaskan strategi penanganan gelombang Omicron berbeda dengan gelombang Delta. Menurut dia hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan karakter antara varian Omicron dan Delta serta capaian tingkat vaksinasi Covid-19 saat ini.

Varian Omicron memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi dibandingkan varian Delta. Tetapi dengan tingkat keparahan, keterisian rumah sakit (BOR), dan fatalitas yang masih relatif lebih rendah dibanding Delta.

“Ini tentunya bukan untuk membuat kita lengah tapi justru terus waspada terutama untuk melindungi saudara-saudara kita yang termasuk kelompok rentan seperti lansia atau penderita komorbid,” ujar Abdurohman.

Sementara dari sisi tingkat vaksinasi Covid-19, data Kementerian Kesehatan per 14 Februari 2022 mencatat total vaksinasi dosis satu telah mencapai 90,51 persen, vaksinasi dosis dua sebesar 65,49 persen, dan vaksinasi dosis tiga atau booster 3,47 persen.

Pemerintah akan melanjutkan intervensi sistem kesehatan dan kesadaran masyarakat atas protokol kesehatan, termasuk memperkuat testing, tracing, dan treatment. Di samping terus mengakselerasi vaksinasi Covid-19 sebagai proteksi utama dan game changer sekaligus menjadi syarat berbagai aktivitas sosial ekonomi.

Tren pemulihan ekonomi Abdurohman menegaskan sangat erat kaitannya dengan kemajuan penanganan dan pengendalian pandemi Covid-19.

“Aspek penanganan sisi kesehatan akan selalu menjadi prioritas untuk mengantisipasi risiko terjadinya peningkatan kasus kembali di masa yang akan datang,” lugasnya.

Walaupun kondisi pandemi saat ini relatif terkendali, namun dia mengingatkan kewaspadaan tetap harus dijaga karena masih terdapat potensi penyebaran varian virus baru yang dapat menyebar setiap saat.

Sebab itu, peran serta masyarakat dalam penerapan disiplin protokol kesehatan dan partisipasi dalam program vaksinasi sangat krusial. Agar Indonesia segera terbebas dari pandemi serta laju pemulihan ekonomi semakin kuat dan berkelanjutan.

“Dengan berbagai upaya tersebut, penyebaran varian Omicron diharapkan tidak berdampak besar terhadap kinerja perekonomian di triwulan I 2022,” ungkap Abdurohman.

Implementasi reformasi struktural di tahun ini akan mendorong pertumbuhan investasi dan ekspor. Sumber foto Shutterstock


APBN 2022 jaga momentum pemulihan

Menghadapi risiko ketidakpastian Covid-19 yang masih eskalatif tahun ini, pemerintah menurut Abdurohman masih menyiagakan belanja APBN tahun 2022 untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi. Selain melanjutkan agenda reformasi struktural, pemerintah juga meneruskan program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Implementasi reformasi struktural di tahun ini Abdurohman menyampaikan akan mendorong pertumbuhan investasi dan ekspor. Selanjutnya akan berdampak pada perbaikan penyerapan tenaga kerja serta normalisasi kegiatan masyarakat. Alhasil tingkat konsumsi juga akan terus menguat. Begitu pula dengan sisi produksi akan terus meningkat.

“Reformasi struktural juga signifikan untuk penguatan fondasi ekonomi agar resilien terhadap berbagai risiko global serta untuk mendorong potensi pertumbuhan jangka panjang,” tambah Abdurohman.

Sementara Program PEN diarahkan untuk mempercepat pemulihan yang inklusif dan berkelanjutan, dengan meningkatkan efektivitas program perlindungan sosial serta dorongan kepada dunia usaha dalam membuka lapangan kerja.

“Di tahun ini alokasi untuk Program PEN sekitar Rp455,62 triliun, termasuk untuk penanganan kesehatan, perlindungan masyarakat, dan penguatan pemulihan ekonomi terutama dalam kaitannya dengan penciptaan lapangan kerja,” terangnya.

Beberapa kebijakan untuk mempertahankan momentum pemulihan tahun ini antara lain melalui perpanjangan pemberian diskon pajak atau insentif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) pada sektor otomotif dan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk perumahan.

Baik insentif PPnBM DTP maupun PPN DTP yang digelontorkan Pemerintah pada 2021 terbukti berdampak pada sektor pertumbuhan ekonomi. Stimulus tersebut mampu membangkitkan sektor otomotif sebagai lokomotif industri dengan efek pengganda besar. Serta memulihkan sektor properti.

Kemenperin mencatat penjualan mobil peserta insentif PPnBM DTP pada periode Maret hingga Desember 2021 sebanyak 519 ribu unit. Peningkatan penjualan mobil sebesar 113 persen dibandingkan tahun 2020.

Sementara dari sektor properti, pertumbuhan KPR yang tadinya hanya berkisar 3 persen di triwulan I 2021, melonjak menjadi 9,2 persen pada triwulan IV 2021.

Perpanjangan pemberian PPnBM DTP pada sektor otomotif dilakukan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 5/PMK.010/2022 yang ditetapkan pada 2 Februari 2022. Beleid ini berisi desain baru insentif yang disesuaikan dengan kondisi pemulihan sektor otomotif ke depan.

Sedangkan kelanjutan insentif PPN DTP rumah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.010/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022 yang ditetapkan pada 2 Februari 2022.

Antisipasi risiko global

Kinerja perekonomian di tahun 2021 memperkuat fondasi optimisme akan keberlanjutan pemulihan ekonomi di tahun 2022. Untuk menjaga pemulihan, pemerintah bukan hanya mengambil langkah antisipatif dalam mengatasi risiko domestik akibat dinamika pandemi, namun juga dalam menghadapi tantangan risiko global.

“Berbagai risiko global semakin intensif yang harus kita selalu antisipasi dampaknya pada ekonomi dan keuangan negara,” tutur Abdurohman.

IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2021 berada pada level 5,9 persen setelah terkontraksi -3,1 persen di 2020. Di tahun 2022 dan seterusnya, pertumbuhan ekonomi global diproyeksi mengalami moderasi, mendekati level normal sebelum pandemi.

Abdurohman memaparkan data pertumbuhan ekonomi dan PDB hingga triwulan IV 2021 menunjukkan beberapa negara sudah mampu pulih ke level pra-pandemi seperti Indonesia, AS, Tiongkok, Korea, Singapura, dan Vietnam. Level PDB riil 2021 sudah berada di atas level 2019. Tapi masih banyak juga negara yang belum mampu mengembalikan kapasitas ekonominya seperti negara-negara Eropa, Meksiko, dan Filipina.

Di saat dukungan stimulus global semakin terbatas, justru terjadi kerentanan pemulihan global akibat ketimpangan laju pemulihan antarnegara termasuk ketimpangan vaksinasi Covid-19. Sementara pandemi masih terus bergejolak.

“Vaksinasi juga harus dipastikan terdistribusi lebih adil. Secara global total dosis vaksinasi yang sudah direalisasikan sebanyak 10,2 miliar dosis atau mencukupi untuk 53 persen populasi dunia, tapi realisasi di Afrika baru mencapai 11 persen,” ujar Abdurohman.

Sementara Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky menerangkan program stimulus besar-besaran telah menciptakan pemulihan permintaan yang lebih cepat dari perkiraan di berbagai negara, terutama negara maju. Hal tersebut menciptakan masalah baru berupa peningkatan tekanan inflasi karena sisi penawaran relatif lebih lambat untuk merespons.

Riefky memandang program normalisasi moneter yang lebih cepat dari perkiraan yang diambil oleh negara-negara maju sebagai langkah untuk mengendalikan inflasi kemungkinan akan memiliki dampak yang relatif terkendali terhadap sektor keuangan Indonesia.

Riefky menilai dibandingkan dengan taper tantrum 2013, tapering yang sedang berlangsung berdampak lebih kecil pada arus keluar modal Indonesia dan depresiasi Rupiah karena kepemilikan asing yang lebih rendah atas aset Indonesia, adanya surplus perdagangan dibandingkan dengan defisit saat itu, dan pandangan serta komunikasi yang lebih jelas dari the Fed.

“Risiko inflasi di Indonesia relatif rendah karena stimulus yang relatif lebih rendah dan kemajuan pemulihan bertahap yang memungkinkan sisi penawaran memiliki lebih banyak waktu untuk mengejar kenaikan permintaan,” terang Riefky.

Adapun laju inflasi Indonesia di 2021 tercatat tetap rendah dengan indeks harga konsumen berada di level 1,87 persen (yoy) atau di bawah kisaran 3,0 persen ± 1 persen. 

Sementara itu, surplus neraca perdagangan berlanjut pada Desember 2021. Secara akumulatif surplus sepanjang 2021 mencapai US$35,34 miliar. Sedangkan cadangan devisa ada pada level US$144,9 miliar atau setara 8 bulan impor barang dan jasa.

Di sisi lain, Abdurohman menerangkan sinergi kebijakan antar otoritas penting untuk menjaga stabilitas ekonomi keuangan domestik. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara intensif akan terus melakukan monitoring dan koordinasi agar dampak tekanan global bisa diminimalisir.

“Terkait dengan adanya tekanan inflasi global, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan otoritas moneter juga akan memperkuat sinergi untuk memastikan terkendalinya inflasi domestik yang hingga saat ini masih sangat terjaga dibanding banyak negara lain,” ungkapnya.

Untuk mengantisipasi tekanan inflasi yang terus berlanjut, Pemerintah terus menempuh kebijakan dalam menjaga stabilitas harga nasional melalui bauran kebijakan yang tepat.

“Pemerintah meningkatkan sinergi dengan Bank Indonesia melalui koridor Tim Pengendalian Inflasi Nasional untuk menciptakan stabilitas harga baik di tingkat pusat dan daerah. Pemerintah akan terus berupaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas, menjaga ketersediaan pasokan, kelancaran arus distribusi dan keterjangkauan harga,” tutup Abdurohman.

 


CS. Purwowidhu