ASEAN Matters, Hal-Hal ini Perlu Dikedepankan untuk Capai Terobosan

3 April 2023
OLEH: CS. Purwowidhu
ASEAN Matters, Hal-Hal ini Perlu Dikedepankan untuk Capai Terobosan
 

“Saya meyakini bahwa ASEAN masih penting dan relevan bagi rakyat, bagi kawasan, dan bagi dunia,” ucap Presiden Joko Widodo dalam sambutannya saat membuka secara resmi kick-off Keketuaan Indonesia pada ASEAN tahun 2023 di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (29/01).

Sukses memimpin G20 di 2022 lalu, Indonesia kembali dipercaya meneruskan tongkat estafet Keketuaan ASEAN dari Kamboja untuk periode 2023. Keketuaan Indonesia ini merupakan keempat kalinya dalam sejarah perjalanan ASEAN.

Indonesia bertekad mengarahkan kerja sama ASEAN tahun ini untuk melanjutkan dan memperkuat relevansi ASEAN dalam merespons tantangan kawasan dan global serta memperkuat posisi ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan untuk kemakmuran seluruh rakyat ASEAN.

Lebih dari lima setengah dasawarsa berdiri, ASEAN semakin membuktikan keandalannya dalam menjadi jangkar stabilitas kawasan sehingga memungkinkan kawasan Asia Tenggara menjadi roda penggerak perekonomian dunia.

Di tengah dinamika perekonomian global imbas pandemi dan tensi geopolitik, negara-negara ASEAN cukup tangguh dan bisa pulih lebih cepat dibandingkan kawasan lainnya. Memiliki peringkat ekonomi terbesar ketiga di Asia dan kelima terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, dan Jerman, pertumbuhan ekonomi ASEAN selalu di atas pertumbuhan ekonomi dunia dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2023 Asian Development Bank (ADB) memproyeksi pertumbuhan ekonomi ASEAN berada di level 4,7 persen, sementara World Bank memprediksi di kisaran 1,7 persen.

Tingkat perdagangan ASEAN dengan negara-negara mitra juga bertumbuh signifikan, mencapai 34 persen dalam kurun sepuluh tahun terakhir. Sementara itu, nilai investasi asing yang masuk ke ASEAN pada 2021 mencapai USD179 miliar. Dari sisi inflasi, mayoritas negara ASEAN juga berada di bawah level inflasi global pada tahun 2022. Supply pasokan terjaga baik meskipun terjadi disrupsi rantai pasok. Begitu pula dengan ketersediaan pangan dan energi yang memadai disertai efektifitas pengendalian harga.

Tak hanya berpendar terang di tengah redupnya perekonomian global, dengan ukuran ekonomi secara keseluruhan mencapai USD3,2 triliun di tahun 2022 dan jumlah penduduk gabungan lebih dari 685 juta jiwa, ASEAN juga berpotensi besar sebagai motor perekonomian dunia.

Signifikansi kepemimpinan Indonesia

Sebagai salah satu founding fathers ASEAN, Indonesia yang juga menjadi negara terbesar di Asia Tenggara senantiasa memastikan ASEAN menjadi kawasan yang tidak bisa dipandang sebelah mata oleh dunia internasional.

Sebanyak tiga kali secara resmi memimpin ASEAN yakni pada 1976, 2003, dan 2011, Indonesia selalu menghadirkan terobosan bagi kawasan meski di tengah kondisi global yang tidak mudah.

Keketuaan Indonesia di ASEAN pada masa perang dingin tahun 1976 misalnya menghasilkan Bali Concord I. Para Pemimpin ASEAN saat itu menyepakati program aksi mencakup kerja sama di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, serta peningkatan mekanisme ASEAN. Kesepakatan tersebut menandai tahapan penting bagi kerangka kerja sama ASEAN. Tekad dan upaya keras ASEAN dengan payung Bali Concord I telah berhasil menjaga perdamaian dan stabilitas serta peningkatan kesejahteraan di kawasan.

Di bawah kepemimpinan Indonesia di ASEAN tahun 2003, ASEAN mengesahkan Bali Concord II yang menyepakati pembentukan ASEAN Community atau Masyarakat ASEAN yang terdiri dari tiga pilar yaitu economic community, social-political community, dan culture community.

Demikian pula pada 2011 ketika Indonesia memimpin ASEAN, Indonesia menggagas agar ASEAN memiliki regional partnership yang lebih kuat, bukan hanya di kawasan ASEAN namun juga di kawasan yang lebih besar.

Pada 2020 silam, ide tersebut diwujudkan dalam bentuk Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), sebuah perjanjian perdagangan bebas yang melibatkan sepuluh negara anggota ASEAN (Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam) dan lima negara mitranya (Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru).

Diperhadapkan pada situasi global yang masih mengalami krisis multidimensi baik ekonomi, pangan, energi, maupun konstelasi geopolitik. Negara-negara ASEAN sangat berharap Keketuaan Indonesia kembali menorehkan terobosan sebagaimana yang telah dilakukan Indonesia ketika memimpin ASEAN di tahun-tahun sebelumnya.

Pada Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023, Indonesia mengusung tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”. Terdapat tiga pilar utama pada konsep tersebut. Pertama, ASEAN matters menggambarkan secara kapasitas dan kelembagaan ASEAN siap menghadapi gejolak yang semakin kuat ke depan. Untuk itu akan dilakukan penguatan kapasitas dan efektivitas ASEAN, persatuan, serta sentralitas ASEAN.

Lalu melalui pilar kedua, ASEAN as epicentrum of growth akan dibahas bagaimana mempertahankan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi terbaik di dunia. Fokus utama terletak pada arsitektur kesehatan dan ketahanan pangan dan energi, serta stabilitas keuangan.

Pilar ketiga, mewujudkan outlook ASEAN untuk kawasan Indo-Pasifik (Asean Outlook on the Indo-Pacific/AOIP) yang inklusif, damai, dan makmur. AOIP merupakan kesepakatan yang menggambarkan sentralitas ASEAN dalam menjawab tantangan perubahan serta gejolak geopolitik dan geostrategi di kawasan Indo-Pasifik. Konsep yang digagas oleh Indonesia ini disepakati pada 2019 sebagai pandangan resmi pertama ASEAN mengenai konsep Indo-Pasifik.

Infografis : Tubagus P.

Perkuat kolaborasi

Executive Director Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menilai kawasan Asia Tenggara sangat tepat menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi dunia.     

“Kita bisa lihat bahwa memang kawasan Asia Tenggara bisa menjadi pusat pertumbuhan atau motor pertumbuhan ekonomi kawasan dan ekonomi dunia pada tahun-tahun berikut ini,” ujar Yose.

Kendati demikian, tantangan ke depan menurut Yose akan semakin berat, bukan hanya akibat disrupsi rantai pasok yang kemungkinan dapat terjadi kembali. Namun juga dari sisi produksi pangan akibat terjadinya perubahan iklim.

Isu kekeringan diprediksi mengintai kawasan Asia tenggara dengan kembalinya El Nino, fenomena memanasnya suhu muka laut di atas kondisi normal yang berakibat pada menurunnya curah hujan.

“Dan kalau produksi pangan ini terpengaruh akibat dari perubahan iklim yang terjadi, itu dampaknya terhadap inflasi tentunya akan sangat lebih besar lagi dibandingkan dengan disrupsi dari rantai pasok yang terjadi tahun kemarin,” ungkap Yose.

Karena itu, Yose mengatakan ASEAN harus mulai merespons baik dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan pangan, menjaga pasar pangan tetap terbuka, ataupun memberikan dukungan melalui fiskal.

“Dan (bagi Indonesia) disini pentingnya kebijakan fiskal yang datang dari Kementerian Keuangan untuk mensupport berbagai hal, serta mengurangi risiko dari masalah ketahanan pangan ini,” tutur Yose.

Di samping sisi ketahanan pangan, ketahanan energi juga menjadi tantangan tersendiri. Energi merupakan salah satu sumber inflasi yang cukup dominan. Menurut Yose ada dua PR besar berkaitan dengan energi yakni ketahanan energi dan transisi energi, di mana kadangkala keduanya tidak bisa berjalan beriringan. Ia mencontohkan di tengah perang Rusia-Ukraina, negara-negara Eropa berlomba menjaga ketahanan energi sehingga konsumsi batu bara mengalami kenaikan, sedangkan transisi energi menjadi sedikit terlupakan.

Bagaimana menjaga keseimbangan antara ketahanan energi dan transisi energi dalam kondisi tingkat harga energi baik yang konvensional maupun yang terbarukan cukup mahal, menjadi tantangan negara-negara kawasan Asia Tenggara ke depannya.

Visi negara-negara untuk beralih ke perekonomian rendah karbon akibat ancaman dampak perubahan iklim yang semakin intens juga turut menjadi tantangan, mengingat kebutuhan dana dan dukungan yang besar serta adaptasi dalam perekonomian itu sendiri.

Meski demikian, di balik segala tantangan tersebut, juga ada peluang besar dari kebutuhan akan sumber daya energi rendah karbon. Contohnya produksi kendaraan listrik. Paling tidak ada empat negara ASEAN yang ingin menjadi hub baru, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Yose berpandangan masing-masing negara di ASEAN memiliki ambisi sendiri untuk menjadi hub sehingga terjadi persaingan. Sementara masing-masing negara memiliki keunggulan dan kekurangan. Apabila negara-negara ASEAN berkolaborasi seyogianya rantai nilai dan rantai pasok kawasan akan lebih kuat.

Menurut Yose tantangan dalam membangun kolaborasi ini lebih bersifat jangka panjang sehingga perlu dibahas dalam Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023.

Supply chain di kawasan ini bisa dibangun secara berbarengan supaya kita kemudian negara-negara ASEAN ini bisa saling mengisi satu sama lainnya,” kata Yose.

Jaga stabilitas kawasan

Yose juga mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas kawasan. Selama 56 tahun perjalanan ASEAN, salah satu yang berhasil dijalankan adalah menjaga stabilitas kawasan sehingga kemakmuran bersama bisa tercapai.

Di tengah berkembangnya tensi geopolitik saat ini, banyak negara saling bersaing bahkan berseteru untuk mendominasi berbagai aspek. Tak jarang negara-negara ASEAN turut dilibatkan. Sebab itu, ASEAN harus terus memperkuat stabilitas kawasan.

“Tanpa adanya stabilitas, mustahil kita mempunyai pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan mustahil juga kita menjadi kawasan yang lebih prosper, yang lebih sejahtera,” kata Yose.

Penyelesaian konflik di Myanmar pun tak kalah penting sebagai ujian efektivitas ASEAN dalam menentukan stabilitas politik dan keamanan kawasan. Yose berpendapat ASEAN mempunyai kepentingan yang sangat besar untuk turut berupaya menyelesaikan konflik tersebut, meskipun merupakan isu domestik Myanmar.

Stabilitas di kawasan yang sudah terbangun selama 56 tahun akan menjadi berbahaya apabila terjadi instabilitas di salah satu negara anggota, Yose menjelaskan. Ia mewanti-wanti agar jangan sampai ada satupun negara di Asia Tenggara yang gagal menjalankan fungsinya sebagai negara yang menyebabkan banyak kekacauan di negara tersebut.

“Secara ekstrem mungkin kita bisa bilang bahwa kita gak mau punya Somalia misalnya di kawasan Asia Tenggara karena ini sangat riskan sekali. Itu akan bisa menjadi tempat untuk organized crime, international crime, bisa menjadi juga pusat terorisme di sana,” lugas Yose.

Di samping itu, Yose berharap ASEAN bisa segera mendorong penyelesaian konflik di Myanmar agar negara tersebut tidak menjadi proxy power negara-negara besar.

“Ini yang ASEAN harus cegah itu. Dan Indonesia di dalam kepemimpinannya mempunyai potensi yang cukup tinggi sekali untuk (mendorong penyelesaian konflik Myanmar) itu,” papar Yose.

Para delegasi ASEAN chairmanship 2023 akan menyusun langkah kolektif dan kolaboratif dalam rangkaian pertemuan utama di sepanjang tahun ini untuk mewujudkan tiga prioritas capaian di bidang ekonomi yaitu recovery and rebuilding, digital economy, dan sustainability yang implementasinya diterjemahkan ke dalam 16 Priority Economic Deliverables (PED). (Foto : Shobibur R.)

Dorong kontribusi anggota dan negara mitra

Peran Keketuaan Indonesia dalam ASEAN 2023 merupakan bagian dari tahapan menuju terciptanya ASEAN Economic Community (AEC) 2025 yang saling terkoneksi, inklusif dan sejahtera pada 2025.

Para delegasi ASEAN chairmanship 2023 akan menyusun langkah kolektif dan kolaboratif dalam rangkaian pertemuan utama di sepanjang tahun ini untuk mewujudkan tiga prioritas capaian di bidang ekonomi yaitu recovery and rebuilding, digital economy, dan sustainability yang implementasinya diterjemahkan ke dalam 16 Priority Economic Deliverables (PED).

Sebagai contoh, implementasi dalam pilar Recovery Rebuilding dengan mengurangi ketergantungan pada mata uang utama melalui skema Local Currency Transaction (LCT) yang sudah mulai diterapkan antarnegara ASEAN.

Di area sistem pembayaran, implementasi interkoneksi sistem pembayaran yang saling terhubung antarnegara melalui Regional Payment Connectivity (RPC) akan terus diperluas dalam rangka digitalisasi pembayaran lintas negara. Pada November 2022 kemarin, telah dilakukan penandatanganan kerja sama antara Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand.

Sementara itu, dalam implementasi pilar Sustainability, ASEAN telah mengembangkan ASEAN Taxonomy versi kedua yang merupakan sistem atau ‘kamus’ untuk menggolongkan kegiatan ekonomi di kawasan untuk menentukan aktivitas yang dapat memperoleh pembiayaan hijau dengan biaya yang lebih murah. Indonesia misalnya telah melakukan beberapa aktivitas transisi seperti pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara dan Carbon Capture Utilization Storage (CCUS) yang akan mendapatkan pembiayaan transisi.

Dari Pilar Digital Economy, pembahasan didorong lebih lanjut terkait inisiatif-inisiatif dalam mendukung inklusi dan literasi keuangan digital bagi UMKM di kawasan ASEAN.

Menanggapi agenda prioritas tersebut, di samping pentingnya penguatan internal ASEAN dan kolaborasi antarnegara ASEAN, Yose menekankan perlunya membawa kolaborasi tersebut ke tingkatan yang lebih besar dan lebih luas misalnya di tingkat Asia Timur, bukan hanya antara negara-negara di Asia Tenggara saja. Dukungan negara-negara mitra ASEAN juga sangat diperlukan dalam menyukseskan implementasi Asean Outlook on the Indo-Pacific/AOIP. Dengan demkian kerja sama yang terjalin bisa menjadi lebih bermakna dan efektif bagi ASEAN serta dapat mengakselerasi terwujudnya ASEAN sebagai pusat pertumbuhan.

Ia memaparkan lebih lanjut inisiatif ASEAN yang melibatkan negara mitra justru terbukti lebih efektif. Salah satu contoh di bidang keuangan melalui kesepakatan Inisiatif Chiang Mai (CMI) yang melibatkan ASEAN +3 yakni Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan pada tahun 2000 yang kemudian dimultilateralisasi pada 2009 sebagai solusi mengatasi krisis dengan penyediaan likuiditas dan pengawasan makroekonomi negara anggota.          

Kendati dukungan mitra ASEAN seringkali memberikan kontribusi lebih besar bagi keberhasilan inisiatif ASEAN, yang dianggap Yose sebagai anecdotal issue, hal penting lainnya yang perlu diperhatikan oleh Keketuaan Indonesia pada ASEAN 2023 yakni untuk  tak jemu mendengungkan dorongan bagi negara ASEAN agar bersedia mengontribusikan sumber daya yang lebih besar lagi bagi upaya implementasi inisiatif-inisiatif ASEAN.   

“Berbagai inisiatif ASEAN ini juga harus ditaruh di kawasan yang lebih luas lagi dan mendapatkan dukungan dari para partnernya sendiri, sambil menjaga sentralitas dari ASEAN itu sendiri sebagai driver dari perubahan-perubahan ataupun inisiatif yang dibawa,” pungkas Yose.


CS. Purwowidhu